Delirium adalah kebingungan atau linglung parah yang menyebabkan penderitanya sulit fokus dan berpikir. Pasien delirium juga kerap gelisah dan sulit mengenal orang di sekitarnya, waktu, tanggal, atau lokasi di tempat ia berada. Delirium umumnya terjadi karena adanya gangguan pada otak.

Delirium adalah kondisi medis serius yang dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau gangguan mental berat. Penderita delirium umumnya tampak seperti sedang mengigau atau melamun mirip dengan orang yang mengalami demensia.

Delirium - alodokter

Meski gejalanya mirip, delirium dan demensia merupakan kondisi yang berbeda. Delirium bersifat sementara, bisa diobati, dan tidak selalu menimbulkan gangguan memori.

Sementara itu, demensia diawali dengan gejala ringan kemudian memburuk seiring waktu dan umumnya menimbulkan gangguan mengingat. Kebanyakan kasus demensia juga tidak dapat disembuhkan, tapi penanganan bisa dilakukan untuk mencegahnya makin parah.

Penyebab Delirium

Delirium terjadi ketika terdapat gangguan pada fungsi otak untuk berpikir dan mengatur serta menyimpan berbagai informasi. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai kondisi berikut:

  • Stroke
  • Kadar gula darah rendah (hipoglikemia)
  • Cedera kepala berat, termasuk diffuse axonal injury
  • Gangguan elektrolit
  • Keracunan alkohol atau berhenti minum alkohol secara tiba-tiba (alcohol withdrawal)
  • Penyalahgunaan NAPZA dan kondisi putus obat (withdrawal syndrome)
  • Penyakit infeksi yang parah, seperti sepsis, meningitis, ensefalitis, pneumonia, infeksi saluran kemih, atau COVID-19, terutama yang terjadi pada lansia
  • Serangan asma yang berat
  • Keracunan, misalnya karena mengonsumsi kecubung, keracunan sianida atau karbon monoksida
  • Kanker atau tumor pada otak
  • Efek samping obat bius akibat operasi atau prosedur medis lain
  • Penyakit yang parah, seperti gagal ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, ensefalopati hepatik, atau ketoasidosis diabetik (KAD)
  • Dehidrasi berat atau malnutrisi berat
  • Kelebihan dosis obat-obatan, seperti obat tidur, antihistamin, kortikosteroid, obat antikejang, obat penyakit Parkinson, dan obat penstabil mood
  • Gangguan otak akibat kekurangan vitamin B1 parah (sindrom Wenicke-Korsakoff)

Faktor risiko delirium

Delirium lebih sering terjadi pada orang dengan kondisi berikut:

  • Sedang menjalani rawat inap di rumah sakit, terutama di ICU
  • Menerima obat bius total untuk tindakan operasi
  • Berusia di atas 65 tahun
  • Menderita penyakit yang disebabkan oleh kelainan pada otak, misalnya demensia, stroke, atau penyakit Parkinson
  • Menderita penyakit yang dapat menyebabkan nyeri berat, seperti kanker
  • Mengalami penyakit metabolik, seperti diabetes, yang tidak terkontrol baik

Gejala Delirium

Delirium ditandai dengan perubahan kondisi mental yang dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari. Perubahan ini bisa hilang dan timbul sepanjang hari, tetapi terkadang bisa lebih sering muncul pada malam hari.

Gejala utama yang dapat terjadi pada delirium adalah:

Kesadaran terhadap lingkungan sekitar berkurang

Kondisi ini ditandai dengan keluhan berikut:

  • Tidak dapat mengenali lokasi tempat ia berada
  • Tidak mengenali orang di sekitarnya
  • Sulit atau tidak bisa menyebutkan tanggal dan waktu
  • Sulit fokus pada topik pembicaraan atau tiba-tiba mengganti topik yang dibicarakan
  • Mudah teralihkan oleh hal-hal yang tidak penting
  • Suka melamun sehingga tidak bereaksi terhadap hal-hal di sekitarnya

Kemampuan berpikir yang buruk (gangguan kognitif)

Keluhan yang terjadi akibat kondisi ini antara lain:

  • Daya ingat menurun, terutama pada kejadian yang baru dialami
  • Tidak menyadari siapa dirinya atau sedang berada di mana
  • Kesulitan menemukan kata-kata untuk berbicara
  • Bicara yang tidak jelas atau terkesan bertele-tele
  • Kesulitan dalam memahami percakapan
  • Kesulitan membaca dan menulis

Gangguan emosional

Gangguan emosional yang dapat terjadi pada penderita delirium meliputi:

  • Sulit percaya terhadap orang lain
  • Cemas
  • Depresi
  • Mudah tersinggung
  • Tidak peduli (apatis) terhadap sekitarnya
  • Terlihat sangat senang atau bahagia
  • Perubahan mood mendadak
  • Perubahan kepribadian

Perubahan perilaku

Gejala yang dialami penderita delirium dengan kondisi ini antara lain:

  • Halusinasi
  • Perilaku agresif
  • Sering berteriak, mengerang, atau memanggil orang di sekitarnya
  • Hysteria
  • Pendiam dan menutup diri
  • Gerakan melambat
  • Gangguan tidur

Selain keluhan di atas, delirium memiliki pola gejala khas yang tergantung pada jenisnya, antara lain:

1. Delirium hiperaktif

Jenis delirium ini ditandai dengan penderita yang selalu bersemangat atau sangat aktif. Gejala yang dapat muncul antara lain mudah cemas, perubahan suasana hati yang cepat, halusinasi, atau suka berteriak dan memanggil orang lain.

2. Delirium hipoaktif

Delirium hipoaktif membuat penderitanya tidak banyak beraktivitas. Jenis delirium ini lebih sulit dikenali karena gejalanya mirip dengan keluhan depresi atau stroke. Gejala yang muncul meliputi ekspresi wajah berkurang, sering diam, lemas, kurang berminat pada sesuatu, dan linglung.

3. Delirium campuran

Delirium campuran merupakan gabungan dari delirium hiperaktif dan hipoaktif. Pada kondisi ini, penderita mungkin dapat beraktivitas seperti biasa, tetapi tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita juga mungkin menunjukkan perubahan gejala dari delirium hiperaktif ke delirium hipoaktif, atau sebaliknya.

4. Delirium tremens

Delirium jenis ini terjadi pada orang yang sedang berhenti mengonsumsi minuman beralkohol. Gejala yang timbul pada delirium tremens berupa gemetaran (tremor), mual dan muntah, kejang, demam, sakit dada, linglung, dan halusinasi.

Kapan harus ke dokter

Penanganan segera oleh dokter perlu dilakukan pada orang dengan gejala-gejala di atas, terutama jika ia adalah lansia, anak-anak, pernah kecanduan alkohol atau NAPZA, atau memiliki kondisi medis tertentu yang berat, seperti diabetes, infeksi, atau cedera kepala parah.

Tindakan medis yang cepat diberikan bisa mencegah timbulnya komplikasi berat atau kerusakan otak permanen.

Diagnosis Delirium

Dokter akan menanyakan gejala, riwayat kesehatan, dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi pasien. Jika pasien tidak responsif atau sulit menjawab pertanyaan, dokter bisa bertanya kepada keluarga atau teman terkait tanda atau gejala delirium yang dialami pasien.

Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui kemungkinan lain yang menyertai atau menyebabkan delirium. Selanjutnya, dokter dapat melakukan serangkaian tes atau pemeriksaan tambahan, seperti:

Pemeriksaan saraf

Pada pemeriksaan ini, dokter akan menilai kondisi penglihatan, keseimbangan dan koordinasi tubuh, serta refleks. Dengan begitu, dokter dapat menentukan apakah delirium disebabkan oleh gangguan pada otak, misalnya stroke.

Pemeriksaan kejiwaan

Dokter akan menilai tingkat kesadaran, perhatian, dan daya pikir pasien dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik. Selain itu, dokter juga dapat bertanya kepada keluarga pasien.

Pemeriksaan penunjang

Dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kemungkinan gejala yang muncul disebabkan oleh penyakit lain. Beberapa tes yang bisa dilakukan adalah:

  • Tes darah, untuk mendeteksi infeksi dan gangguan elektrolit
  • Tes urine, untuk melihat fungsi ginjal atau mendeteksi infeksi saluran kemih
  • Tes fungsi hati, untuk mendeteksi gagal hati yang dapat memicu ensefalopati
  • Tes fungsi tiroid, untuk mendeteksi hipotiroidisme
  • Elektroensefalografi (EEG), untuk melihat aktivitas listrik otak

Selain pemeriksaan di atas, dokter dapat melakukan CT scan atau MRI kepala untuk memantau kondisi otak. Jika diperlukan, analisis cairan otak dengan pungsi lumbal akan dilakukan untuk memastikan penyebab delirium.

Pengobatan Delirium

Pengobatan delirium bertujuan untuk meredakan gejala dan menangani penyebab yang mendasarinya. Jika pasien mengalami delirium parah, dokter akan segera merawat pasien di ICU dan menstabilkan kondisi pasien dengan cara-cara berikut:

  • Memasang alat bantu napas dan oksigen
  • Memasang infus untuk memberikan cairan, obat, dan nutrisi
  • Memberikan obat pereda nyeri jika pasien mengalami nyeri parah

Setelah pasien lebih stabil, dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan penyebab delirium. Berikut adalah contoh-contoh pengobatan delirium sesuai penyebabnya:

  • Obat pelega pernapasan berbentuk inhaler dan kortikosteroid infus untuk delirium akibat serangan asma parah
  • Antibiotik untuk meredakan infeksi
  • Cairan elektrolit untuk mengobati gangguan elektrolit
  • Infus cairan gula (dekstrosa) untuk mengobati hipoglikemia
  • Obat penenang seperti benzodiazepine atau barbiturat, serta vitamin dan cairan infus dekstrosa untuk delirium tremens
  • Cuci darah untuk menangani gagal ginjal

Untuk mendukung proses penyembuhan, keluarga dapat lebih sering berbicara dengan penderita dan membuatnya lebih nyaman. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:

  • Bicara kepada penderita dengan kalimat singkat dan sederhana agar mudah dimengerti.
  • Ingatkan penderita tentang waktu, tanggal, dan situasi yang terjadi pada saat itu.
  • Tetap tenang saat penderita berbicara dan jangan berdebat dengannya meskipun apa yang dikatakan tidak jelas atau tidak masuk akal.
  • Bantu pasien untuk makan dan minum.
  • Pastikan penderita ditemani oleh anggota keluarga, terutama pada malam hari karena umumnya gejala dapat memburuk.
  • Nyalakan lampu pada waktu malam agar pasien dapat melihat kondisi sekitar saat terbangun.

Komplikasi Delirium

Delirium dapat menimbulkan komplikasi, terutama pada penderita penyakit yang parah. Beberapa komplikasi yang terjadi akibat delirium adalah:

  • Kemampuan mengingat dan berpikir menurun drastis
  • Kondisi kesehatan memburuk
  • Proses penyembuhan lebih lama jika menjalani operasi
  • Peningkatan risiko kematian

Pencegahan Delirium

Delirium sulit dicegah. Namun, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terkena delirium, yaitu:

  • Mengonsumsi makanan sehat, bergizi lengkap, dan seimbang
  • Membatasi konsumsi minuman beralkohol dan tidak merokok
  • Mengonsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter
  • Berolahraga secara teratur
  • Beristirahat dan tidur yang cukup
  • Mengelola stres dengan baik
  • Mencuci tangan dengan rutin agar terhindari dari infeksi
  • Berobat dan kontrol rutin jika menderita diabetes, hipertensi, dan penyakit tiroid
  • Menghindari penyalahgunaan NAPZA