Vaksin adalah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Ada banyak jenis vaksin dan kandungannya pun berbeda-beda. Masing-masing vaksin tersebut dapat memberikan Anda perlindungan dari penyakit tertentu yang berbahaya.

Vaksin mengandung bakteri, racun, atau virus penyebab penyakit yang telah dilemahkan atau sudah dimatikan. Saat dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi. Proses pembentukan antibodi inilah yang disebut imunisasi.

Memahami Jenis dan Kandungan Vaksin Beserta Manfaatnya - Alodokter

Saat orang yang sudah mendapatkan vaksin terpapar kuman penyebab penyakit yang sebenarnya di kemudian hari, tubuhnya akan membentuk antibodi dengan cepat untuk melawan kuman tersebut.

Namun, reaksi ini terkadang bisa menimbulkan efek samping ringan, seperti demam, lemas, dan kurang nafsu makan. Oleh karena itu, Anda perlu beristirahat dan makan dan minum yang cukup setelah menjalani vaksinasi. Salah satu pilihan minuman yang sehat adalah air kelapa.

Pentingnya Vaksin untuk Mencegah Penyakit

Setiap orang perlu mendapatkan vaksin, terutama bayi dan anak-anak, karena memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah dan berkembang.

Namun, selain bayi dan anak-anak, orang dewasa juga perlu mendapatkan vaksin. Orang dewasa disarankan untuk mendapatkan vaksin, terlebih jika ia memiliki beberapa kondisi atau faktor risiko tertentu, seperti:

  • Berusia di atas 65 tahun
  • Menjalani masa kehamilan atau menyusui
  • Menderita penyakit kronis, seperti asma, diabetes, dan penyakit jantung
  • Memiliki daya tahan tubuh yang lemah, misalnya karena kemoterapi, riwayat operasi transplantasi organ, atau menderita infeksi HIV
  • Belum mendapatkan imunisasi wajib sebelumnya
  • Bekerja di tempat yang berisiko tinggi tertular infeksi, seperti rumah sakit atau laboratorium klinik

Kenali Berbagai Jenis Vaksin

Berikut ini adalah jenis-jenis vaksin berdasarkan kandungan yang terdapat di dalamnya:

1. Vaksin mati

Vaksin mati atau disebut juga vaksin tidak aktif adalah jenis vaksin yang mengandung virus atau bakteri yang sudah dimatikan dengan suhu panas, radiasi, atau bahan kimia. Proses ini membuat virus atau kuman tetap utuh, tetapi tidak dapat berkembang biak dan menyebabkan penyakit di dalam tubuh.

Oleh karena itu, Anda akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit ketika mendapatkan vaksin jenis ini tanpa ada risiko untuk terinfeksi kuman atau virus yang terkandung di dalam vaksin tersebut.

Namun, vaksin mati cenderung menghasilkan respons kekebalan tubuh yang lebih lemah bila dibandingkan vaksin hidup. Hal ini membuat pemberian vaksin mati perlu dilakukan secara berulang atau booster.

Beberapa contoh vaksin yang termasuk dalam jenis vaksin mati adalah vaksin polio, vaksin Hepatitis A, vaksin DPT, vaksin flu, dan vaksin tifoid.

2. Vaksin hidup

Berbeda dengan vaksin mati, virus atau bakteri yang terkandung di dalam vaksin hidup tidak dibunuh, melainkan dilemahkan. Virus atau bakteri tersebut tidak akan menyebabkan penyakit, tetapi dapat berkembang biak sehingga merangsang tubuh untuk bereaksi terhadap sistem kekebalan tubuh.

Vaksin hidup dapat memberikan kekebalan yang lebih kuat dan perlindungan seumur hidup meski hanya diberikan satu atau dua kali. Meski begitu, vaksin ini tidak dapat diberikan kepada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, misalnya pada penderita HIV/AIDS atau orang yang menjalani kemoterapi.

Sebelum diberikan, vaksin hidup perlu disimpan di dalam lemari pendingin khusus agar virus atau bakteri tetap hidup. Suhu yang tidak sesuai akan memengaruhi kualitas vaksin, sehingga imunitas yang terbentuk tidak optimal. Contoh dari vaksin hidup adalah vaksin MMR, vaksin BCG, vaksin cacar air, dan vaksin rotavirus.

3. Vaksin toksoid

Beberapa jenis bakteri dapat memproduksi racun yang bisa menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh. Vaksin toksoid berfungsi untuk menangkal efek racun dari bakteri tersebut.

Vaksin ini terbuat dari racun bakteri yang diolah secara khusus agar tidak berbahaya bagi tubuh, tetapi masih mampu merangsang tubuh untuk membentuk kekebalan terhadap racun yang dihasilkan bakteri tersebut. Contoh jenis vaksin toksoid adalah tetanus toxoid dan vaksin difteri.

4. Vaksin mRNA

Vaksin mRNA atau messenger ribonucleic acid adalah jenis vaksin yang mengandung protein dari materi genetik virus untuk memicu respons imun. Salah satu contoh vaksin mRNA adalah vaksin COVID-19 yang berjenis Pfizer dan Moderna.

5. Vaksin vektor virus

Jenis vaksin ini juga mengandung protein dari materi genetik virus, hanya saja protein tersebut ditempelkan ke badan virus lain. Virus tersebut tidak berbahaya bagi tubuh. Kehadirannya hanya sebagai ‘pembawa’ protein dan perangsang sistem kekebalan tubuh.

Vaksin COVID-19 jenis Astrazeneca dan Johnson & Johnson menerapkan metode ini. Caranya adalah dengan menempelkan protein dari virus Corona ke adenovirus sebagai perantaranya.

6. Vaksin subunit

Vaksin subunit menggunakan bagian tertentu dari bakteri atau virus, misalnya zat dari lapisan pembungkus badannya saja. Setelah tubuh mengenali bagian tersebut, sistem imun akan menciptakan antibodi yang akan melawan infeksi bakteri atau virus di kemudian hari.

Jenis vaksin yang menggunakan metode ini meliputi vaksin Hib, vaksin HPV, vaksin Pneumonia, dan vaksin Meningitis.

Agar dapat bekerja dengan efektif dan bisa bertahan lebih lama, sejumlah vaksin mengandung bahan lain, seperti thiomersal atau merkuri sebagai bahan pengawet vaksin, serum albumin, formalin, gelatin, dan antibiotik. Namun, kadarnya yang dipakai tergolong sedikit dan masih aman bagi tubuh.

Vaksin pada dasarnya merupakan upaya sederhana dan efektif untuk mencegah Anda dan keluarga dari risiko penyakit yang telah menyebabkan banyak kematian. Oleh karena itu, mendapatkan vaksin sesuai anjuran amatlah penting untuk dilakukan.

Setiap orang memiliki jadwal pemberian vaksin yang berbeda, tergantung usia, jenis vaksin, kondisi kesehatan, dan riwayat vaksinasi sebelumnya.

Jika Anda atau keluarga melewatkan satu dosis atau bahkan sama sekali belum menerima vaksin yang dianjurkan, Anda dapat berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan jadwal pemberian vaksin dan jenis vaksin yang perlu didapatkan.