Vaksin Sputnik belakangan ini cukup banyak diperbincangkan. Vaksin Sputnik V atau yang dikenal juga sebagai Gam-COVID-Vac adalah vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Gamaleya Research Institute, Rusia.

Hingga saat ini, belum ada konfirmasi atau pemberitahuan resmi dari pemerintah terkait penggunaan vaksin Sputnik di Indonesia. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa vaksin ini akan digunakan oleh pemerintah dalam program vaksinasi COVID-19.

Mengenal Vaksin Sputnik untuk COVID-19 - Alodokter

Hal-Hal Seputar Vaksin Sputnik

Berikut ini adalah beberapa hal mengenai vaksin Sputnik yang perlu Anda ketahui:

1. Bahan dasar

Vaksin Sputnik menggunakan bahan dasar adenovirus 26 dan adenovirus 5, yang termasuk dalam grup virus penyebab infeksi pernapasan, sebagai vektor protein virus Corona.

Vektor sendiri adalah virus yang dimodifikasi supaya bisa masuk ke dalam sel tubuh manusia tetapi tidak bisa berkembang biak. Vektor adenovirus 26 dan adenovirus 5 digunakan untuk mengangkut potongan materi genetik virus Corona ke tubuh penerima vaksin.

2. Cara kerja

Setelah vaksin Sputnik disuntikkan, vektor yang mengandung potongan gen virus Corona akan masuk ke dalam sel tubuh. Setelah itu, sel tubuh dapat membaca potongan gen tersebut dan memproduksi protein virus Corona. Namun, protein ini tidak akan menyebabkan infeksi.

Dengan adanya protein ini, tubuh justru akan menyadari bahwa ada benda asing dan mulai memproduksi antibodi untuk melawannya. Dengan demikian, bila di kemudian hari tubuh terinfeksi virus Corona yang hidup, sistem kekebalan tubuh sudah memiliki antibodi yang mampu mengenali dan melawannya, sehingga penyakit COVID-19 bisa dicegah.

3. Uji klinis

Vaksin Sputnik telah melewati uji klinis fase III yang melibatkan 40.000 orang di Rusia. Peserta uji klinis vaksin Sputnik terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18 tahun hingga 60 tahun ke atas.

Selain itu, sekitar 24% dari penerima vaksin adalah orang yang memiliki penyakit penyerta, antara lain diabetes, hipertensi, obesitas, dan penyakit jantung iskemik.

Peserta uji klinis vaksin Sputnik ini merupakan orang-orang yang belum pernah terinfeksi virus Corona, tidak ada kontak erat dengan pasien COVID-19, tidak memiliki alergi terhadap kandungan vaksin ini, dan tidak sedang mengalami penyakit infeksi pernapasan.

Vaksin Sputnik diberikan dalam dua dosis, masing-masing dosis mengandung 0,5 ml. Dosis pertama diberikan menggunakan vektor adenovirus 26 (Ad26), kemudian dalam rentang waktu 21 hari, vaksin Sputnik dosis kedua diberikan menggunakan adenovirus 5 (Ad5).

4. Hasil uji klinis

Berdasarkan uji klinis yang telah dilakukan, vaksin Sputnik menunjukkan efek perlindungan yang kuat pada semua kelompok usia.

Hasil uji klinis juga menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh sudah akan memproduksi antibodi terhadap virus penyebab COVID-19 setelah 18 hari sejak dosis pertama diberikan.

Namun, karena jenis vektor pada setiap dosis yang disuntikkan berbeda, respon imun dari pemberian vaksin Sputnik akan lebih kuat dan tahan lama setelah penyuntikan vaksin yang kedua.

Efikasi atau tingkat efektivitas vaksin Sputnik untuk mencegah COVID-19 mencapai 91,6%. Meskipun masih ada sekitar 8,4% peserta uji klinis yang terinfeksi SARS-CoV-2,  tidak ada yang mengalami gejala dengan derajat sedang atau berat dan perlu dirawat di rumah sakit.

5. Efek samping

Selama uji klinis, efek samping yang umum dirasakan oleh penerima vaksin Sputnik adalah nyeri di tempat suntikan, flu, demam, sakit kepala, dan letih.

Meski ada beberapa laporan terjadinya efek samping yang fatal, hal itu terjadi pada orang yang memang menderita penyakit penyerta yang sudah parah, sehingga efek samping tersebut tidak bisa dikaitkan langsung dengan vaksin Sputnik.

Vaksin Sputnik dan vaksin-vaksin COVID-19 lainnya diharapkan bisa menjadi solusi untuk menghentikan pandemi ini. Namun, pemberian vaksin tetap harus disertai dengan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus Corona.

Jika Anda masih memiliki pertanyaan terkait vaksin Sputnik atau vaksin-vaksin lainnya yang sudah dipastikan akan digunakan di Indonesia, Anda bisa bertanya ke dokter di aplikasi ALODOKTER.