Sering merasa sakit perut selama menstruasi? Jangan-jangan kamu mengalami kondisi yang disebut endometriosis. Apa sih sebenarnya endometriosis ini? Biar tidak bingung, yuk, ketahui mitos dan fakta seputar kondisi ini.

Endometriosis adalah kondisi ketika jaringan yang melapisi bagian dalam dinding rahim (endometrium) tumbuh di luar rahim, seperti ovarium, tuba falopi, dinding rongga panggul, atau bahkan usus.

Mengetahui Mitos dan Fakta Seputar Endometriosis - Alodokter

Kondisi ini bisa terjadi pada 1 dari 10 perempuan usia reproduksi dan paling sering terdiagnosis pada usia 30–40 tahun. Endometriosis adalah kondisi yang kompleks dan kerap disalahpahami. Inilah alasan mengapa masih banyak informasi simpang-siur tentang endometriosis beredar di masyarakat.

Mitos dan Fakta Seputar Endometriosis

Nah, di bawah ini adalah beberapa mitos seputar endometriosis yang kerap dipercaya banyak orang dan fakta di baliknya:

Mitos 1: Nyeri hebat saat haid adalah hal yang normal

Mengalami nyeri pada area perut dan pinggul saat haid memang biasa terjadi. Namun, jika rasa nyerinya terasa sangat hebat, selalu terjadi setiap kali haid, apalagi sampai membuatmu merasa sangat lemah dan tidak dapat beraktivitas seperti biasa, ini tidak boleh disepelekan dan dianggap wajar, ya.

Karena faktanya, merasakan nyeri yang hebat saat haid merupakan gejala utama dari endometriosis. Rasa nyeri hebat ini bisa terjadi karena selama siklus menstruasi, jaringan endometrium yang tumbuh di luar rahim juga akan menebal, sama seperti endometrium pada dinding rahim.

Akan tetapi, jaringan endometrium di luar rahim tidak dapat luruh dan keluar dari tubuh, sehingga kemudian bisa menyebabkan peradangan dan menimbulkan rasa nyeri pada jaringan atau organ di sekitarnya.

Mitos 2: Wanita penderita endometriosis tidak dapat hamil

Endometriosis memang merupakan salah satu penyebab ketidaksuburan (infertilitas) pada wanita. Hal tersebut dibuktikan oleh data yang menunjukkan bahwa sekitar 30% wanita yang mengalami infertilitas menderita endometriosis.

Ini karena saat seorang wanita mengalami endometriosis, akan terjadi peradangan yang bisa merusak sel telur atau mengganggu proses pembuahan. Pada kasus yang berat, tuba falopi bisa mengalami sumbatan akibat perlekatan atau tumbuhnya jaringan parut.

Kendati demikian, bukan berarti setiap wanita yang menderita endometriosis tidak dapat hamil, ya. Faktanya, masih banyak kok wanita penderita endometriosis yang bisa hamil, baik secara alami maupun dengan bantuan atau intervensi medis.

Mitos 3: Endometriosis dapat sembuh setelah hamil

Tidak sedikit juga orang yang percaya bahwa kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis. Padahal, anggapan ini hanyalah mitos belaka.

Kehamilan memang bisa meredakan gejala endometriosis, karena pada saat hamil, siklus menstruasi juga ikut berhenti. Namun, penyakitnya sendiri tidak ikut sembuh. Setelah melahirkan, selama masih dalam masa reproduktif, dan estrogen masih tinggi, peradangan endometriosis bisa saja kembali dan gejala endometriosis pun akan kembali muncul.

Mitos 4: Endometriosis tidak dapat diobati

Walau endometriosis memang tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, kamu tidak perlu terlalu khawatir, karena endometriosis tetap bisa ditangani, dengan beberapa cara, kok.

Umumnya, tujuan dari penanganan endometriosis adalah untuk meredakan nyeri, memperlambat pertumbuhan endometrium di luar rahim, dengan cara menekan estrogen yang menjadi sumber pertumbuhan endometriosis, supaya dalam jangka panjang akan meningkatkan kualitas hidup, serta meningkatkan kesuburan bagi penderita yang memang ingin memiliki anak.

Beberapa pilihan dalam penanganan nyeri endometriosis adalah:

  • Pemberian obat antinyeri golongan obat antiinflamasi nonsteroid dan pereda nyeri seperti paracetamol. Obat-obatan ini umumnya bisa didapatkan tanpa resep dokter. Namun, bukti ilmiah terkait efektifitas jenis pengobatan ini masih terbatas dan penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
  • Pemberian terapi hormon, termasuk golongan progesteron, pil KB atau GnRH (gonadotropin-releasing hormone). Pemilihan jenis terapi hormon akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.
    Untuk terapi jangka panjang, terapi dienogest dari golongan progesteron merupakan terapi rekomendasi dari beberapa panduan, baik nasional maupun internasional, karena dinilai sesuai indikasi dan efektivitas serta keamanannya sudah terbukti dari berbagai studi penelitian.
  • Tindakan operasi, baik operasi untuk mengangkat jaringan yang tumbuh di luar rahim (laparoskopi dan laparotomi), maupun operasi untuk mengangkat rahim itu sendiri (histerektomi).

Mitos 5: Pengobatan untuk endometriosis cukup sampai nyeri hilang saja

Seperti yang telah disebutkan di atas, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengobati endometriosis. Mengingat endometriosis merupakan penyakit kronis, maka pengobatan endometriosis tidak bisa dilakukan hanya sampai rasa nyeri hilang saja. Sebaliknya, pengobatan endometriosis perlu dilakukan dalam jangka waktu yang panjang selama wanita masih dalam masa reproduktif.

Salah satu jenis terapi hormonal yang bisa digunakan adalah progesteron Dienogest. Obat ini diketahui cukup efekif untuk meredakan keluhan endometriosis, menurut penelitian lebih minim efek samping, dan bisa untuk digunakan dalam jangka panjang. Selalu diskusikan dengan dokter mengenai durasi terapi endometriosis yang akan dilakukan, dan lakukan kontrol secara teratur agar efektivitas terapi bisa dipantau.

Mitos 6: Endometriosis harus selalu dioperasi

Perlu kamu ketahui, kondisi endometriosis tidak perlu selalu dioperasi. Umumnya, dokter akan menyarankan operasi apabila kamu mengalami gejala  infertilitas akibat komplikasi perlengketan pada organ reproduksi, atau komplikasi pada organ lain yang menggangu fungsi normal tubuh, atau pengobatan lainnya dirasa tidak efektif untuk mengatasi kondisi endometriosis yang kamu alami.

Para ahli bahkan menyebutkan bahwa operasi untuk endometriosis sebaiknya hanya dilakukan satu kali seumur hidup. Ini karena, penyakit endometriosis adalah kondisi yang sangat kompleks dan risiko komplikasi yang dapat terjadi juga cukup mengkhawatirkan.

Mitos 7: Setelah operasi saya akan bebas dari endometriosis

Tindakan operasi memang bisa menghilangkan lesi atau jaringan endometriosis, tapi ini tetap tidak menjamin bahwa setelah operasi kamu bisa benar-benar terbebas dari gejalanya.Oleh sebab itulah, meski sudah melakukan operasi, terapi hormon umumnya masih akan diberikan untuk mencegah kekambuhan gejala endometriosis.

Mitos 8: Kamu lemah jika mengungkapkan nyeri haid yang kamu alami

Kalau kamu pernah mendengar mitos yang satu ini, jangan dihiraukan, ya. Nyeri haid yang berlebihan justru memang harus diungkapkan dan dikonsultasikan ke dokter sesegera mungkin. Dengan begitu, kondisi yang menyebabkan nyeri haid berlebihan, seperti endometriosis, bisa segera ditangani.

Nah, itulah beberapa mitos seputar endometriosis beserta fakta di baliknya yang perlu diketahui. Jika kamu mendengar mitos lainnya tentang endometriosis, jangan langsung percaya, ya. Sebaiknya, pastikan dulu kebenarannya dengan mencari informasi yang akurat atau berkonsultasi langsung kepada Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi.