Sejak mewabah di Wuhan, China pada Desember 2019, virus Corona terus menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Banyak orang merasa khawatir terinfeksi virus mematikan yang bernama COVID-19 tersebut.
Penularan virus Corona sangat cepat. Dalam rentang waktu 2 bulan, virus COVID-19 telah menyebar ke 28 negara, serta menginfeksi lebih dari 40.000 orang dan menewaskan lebih dari 1.000 orang di China. Hal ini membuat banyak orang panik sehingga keliru memahami informasi dan termakan hoaks.
Dalam seminar kesehatan yang diselenggarkaan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta pada hari Rabu (12/2/2020), wartawan senior Kompas, Ahmad Arif, menilai bahwa penerapan komunikasi risiko yang memadukan unsur kecepatan dan akurasi sangat penting dalam mencegah penularan virus Corona.
"Dampak sosial dan ekonomi akibat penyebaran informasi yang salah bisa lebih parah dibanding penyebaran virus itu sendiri. Karena itulah, kita harus mengendalikan kekacauan dan informasi yang berkembang di masyarakat, sehingga tidak menjadi bencana baru," ujar Arif.
Menurut Arif, pemerintah, lembaga penelitian, dan pihak-pihak yang berwenang harus bisa mengomunikasikan risiko yang berlandaskan sains untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Tujuannya adalah agar publik bisa lebih siaga, mempersiapkan diri, dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh virus Corona.
“Masyarakat butuh penjelasan bukan hanya oleh birokrat, tapi juga penjelasan yang ilmiah oleh para ahli. Ilmuwan dan pemerintah harus hadir untuk mengisi kekosongan informasi. Kalau tidak diisi, nanti bisa memberikan ruang untuk hoaks tadi,” kata pakar jurnalisme kebencanaan tersebut.