Survivor's guilt adalah perasaan bersalah yang muncul ketika seseorang berhasil selamat dari peristiwa berat, seperti kecelakaan, bencana alam, atau kekerasan, sementara orang lain tidak seberuntung dirinya. Perasaan ini bisa sangat membebani, membuat penyintas merasa tidak pantas untuk hidup atau menikmati kebahagiaan, bahkan setelah waktu berlalu.

Survivor’s guilt sering membuat seseorang merasa, ‘kenapa aku selamat, tapi dia nggak?’ atau ‘seharusnya bukan cuma aku yang bisa melewati ini.’ Pikiran seperti ini bisa muncul berulang, terutama saat mengingat kejadian yang sudah berlalu. 

Survivor's Guilt, Rasa Bersalah karena Selamat dari Peristiwa Tragis - Alodokter

Reaksi emosional survivor’s guilt kerap bercampur dengan kesedihan, rasa kehilangan, atau trauma lain yang dialami. Tidak sedikit penyintas yang akhirnya menyalahkan diri sendiri, berpikir seharusnya mereka juga mengalami nasib serupa, atau merasa gagal menolong orang lain, padahal hal tersebut belum tentu adalah salahnya. 

Survivor’s guilt umumnya juga bukanlah kondisi yang berdiri sendiri, melainkan sering kali berkaitan dengan kondisi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang juga banyak terjadi setelah kejadian traumatis. 

Gejala Survivor's Guilt

Setiap orang bisa merasakan survivor’s guilt dengan cara berbeda-beda. Secara umum, berikut adalah beberapa tanda yang perlu kamu perhatikan:

  • Merasa tidak pantas untuk selamat atau hidup
  • Sering teringat kejadian dan bertanya, “Mengapa bukan aku?”
  • Menyalahkan diri sendiri atas kematian, cedera, atau penderitaan orang lain
  • Sulit merasa bahagia, bahkan saat ada kabar baik
  • Mengalami kecemasan, mudah panik, atau sering gelisah
  • Menarik diri dari keluarga atau lingkungan sosial
  • Merasa sedih, bersalah, atau putus asa berkepanjangan

Tidak hanya gejala psikologis, survivor’s guilt juga bisa bikin tubuh terasa tidak nyaman. Misalnya, mengalami kelelahan tanpa sebab yang jelas, kehilangan nafsu makan, susah tidur, sakit kepala, atau bahkan nyeri-nyeri di badan. Semua ini biasanya muncul karena stres emosional yang terus-menerus, sehingga aktivitas sehari-hari pun bisa terasa berat.

Pada kondisi yang lebih parah, survivor’s guilt bisa berkembang menjadi keinginan menyakiti diri sendiri bahkan pikiran untuk mengakhiri hidup. Hal ini umumnya disebabkan rasa duka mendalam dan beban emosional yang sangat berat. 

Dampak Survivor's Guilt terhadap Kesehatan Mental

Jika survivor’s guilt tidak diatasi, perasaan bersalah bisa berdampak besar pada kesehatan mental dan aktivitas sehari-hari. Beberapa dampak yang sering terjadi antara lain:

  • Stres berlebihan, depresi, dan kecemasan makin berat
  • Kepercayaan diri menurun, merasa tidak berharga
  • Penyintas menarik diri dari orang lain, merasa tidak layak mendapat dukungan
  • Dalam kasus berat, meningkatkan risiko self-harm atau percobaan bunuh diri

Berbagai dampak yang telah disebutkan tadi menunjukkan bahwa survivor’s guilt bukan sekadar perasaan bersalah biasa, melainkan kondisi yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan dengan tepat. 

Langkah Mengatasi Survivor's Guilt

Mengelola survivor’s guilt memang tak mudah, tapi kamu tidak sendiri. Membuka diri dan bercerita pada orang terdekat yang dipercaya bisa membantu meringankan beban dan membuatmu merasa lebih didengar.

Kalau hal tersebut dirasa belum cukup membantu, bantuan profesional bisa jadi jalan terbaik untuk memulihkan diri secara lebih terarah dan aman. Berikut adalah beberapa bentuk terapi psikologi atau psikoterapi yang umum digunakan mendukung proses pemulihan survivor’s guilt:

1. Terapi perilaku kognitif

Terapi yang juga dikenal sebagai cognitive behavioral therapy (CBT) ini dilakukan dengan membantu kita mengenali pikiran negatif, pola rasa bersalah, dan membimbing langkah-langkah untuk mengubahnya. 

2. Terapi kelompok

Dalam terapi kelompok, seseorang bisa berbagi pengalaman dengan sesama penyintas dalam suasana yang aman dan saling mendukung. Dukungan kelompok ini membantu kita merasa tidak sendirian dan lebih percaya diri melewati proses pemulihan.

3. Terapi seni

Terapi seni atau art therapy mengajak kita mengekspresikan perasaan lewat seni, seperti menggambar, melukis, atau menulis cerita. Cara ini bisa membantu melepaskan emosi yang sulit diungkapkan kata-kata, sehingga beban hati pun terasa lebih ringan.

4. Self-forgiveness

Melalui proses self-forgiveness, kita bisa belajar menerima kelemahan dan kesalahan diri tanpa menghakimi. Dengan begitu, perlahan-lahan penderita bisa memaafkan diri sendiri dan membuka jalan untuk kembali menjalani hidup dengan lebih tenang.

Dalam praktiknya, penanganan survivor’s guilt juga bisa dilakukan secara terintegrasi dengan terapi untuk trauma atau PTSD. Pendekatan ini membantu penyintas bukan hanya mengatasi rasa bersalah, tetapi juga memulihkan diri dari dampak emosional dan psikologis akibat peristiwa traumatis.

Setiap orang punya jalannya sendiri dalam proses pemulihan, dan tidak apa-apa jika butuh waktu untuk bangkit kembali. Memberi ruang pada diri sendiri untuk merasakan duka dan menerima dukungan dari orang-orang terdekat bisa membuat perjalanan ini terasa lebih ringan.

Rasa bersalah karena selamat sendirian atau tanpa orang terdekat adalah perasaan yang valid dan manusiawi. Namun, bila tidak diatasi, perasaan ini bisa menyakiti diri lebih dalam lagi. Menyalahkan diri bukanlah jawaban, dirimu masih sangat berharga.

Jadi, bila kamu merasa sedang mengalami survivor’s guilt atau mengenal seseorang yang mungkin sedang menghadapi perasaan ini, tak ada salahnya mencari bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater. 

Kalau belum yakin atau malu, kamu juga bisa chat melalui aplikasi tanpa perlu nunggu lama. Ingat, kamu tak harus menghadapi survivor’s guilt sendirian. Banyak orang dan tenaga kesehatan yang siap menemanimu melewati masa sulit ini.