Agraphia adalah kondisi medis yang ditandai dengan hilangnya kemampuan menulis. Kondisi ini membuat penderitanya sulit melakukan beberapa aspek penulisan, seperti keliru memilih huruf untuk membentuk sebuah kata hingga lupa cara menulis kata tersebut.

Agraphia umumnya terjadi bersamaan dengan beberapa gangguan lain di otak, seperti aphasia dan apraxia. Namun, pada beberapa kasus, agraphia juga dapat muncul sendiri.

Agraphia, Kondisi Hilangnya Kemampuan Menulis - Alodokter

Agraphia juga sering dianggap sama dengan aphasia, padahal keduanya berbeda. Aphasia adalah gangguan komunikasi yang dapat memengaruhi kemampuan berbicara dan menulis. Sementara itu, agraphia hanya memengaruhi kemampuan menulis, tetapi komunikasi secara lisan tetap bisa.

Meski begitu, kedua gangguan tersebut sama-sama membuat penderitanya tidak bisa melakukan aktivitas yang berhubungan dengan menulis, seperti mencatat info penting atau menulis jurnal.

Penyebab Terjadinya Agraphia

Dalam proses menulis, seseorang memerlukan kemampuan bahasa, analisis, dan gerakan menulis. Kemampuan ini diproses oleh otak bagian kiri, sebab bagian otak tersebut berperan dalam memproses bahasa, menganalisis, dan menjalani keterampilan motorik halus, salah satunya menulis.

Oleh karena itu, jika otak bagian kiri mengalami gangguan, agraphia dapat terjadi dan menyebabkan penderitanya kesulitan untuk mengubah kata-kata yang ada di dalam pikirannya ke dalam bentuk tulisan. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit pada otak, seperti:

1. Stroke

Stroke terjadi karena kurangnya pasokan darah ke otak akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Hal ini membuat fungsi otak, termasuk pusat bahasa, menjadi terganggu sehingga dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan bahasa, salah satunya kehilangan kemampuan untuk menulis.

2. Cedera otak

Cedera otak akibat pukulan atau benturan keras juga bisa menimbulkan gangguan pada otak bagian kiri, sehingga menyebabkan agraphia. Agraphia yang terjadi karena kondisi ini dapat bersifat sementara atau permanen, tergantung tingkat keparahan cedera otak yang terjadi.

3. Penyakit Alzheimer dan Demensia

Agraphia yang makin parah dipercaya menjadi salah satu tanda awal dari demensia. Demensia sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk kondisi menurunnya daya ingat seseorang dan umumnya disebabkan oleh penyakit Alzheimer.

Selain itu, penyakit Alzheimer juga bisa membuat penderitanya sulit menemukan kata yang tepat untuk mendeskripsikan suatu objek atau mengungkapkannya melalui tulisan.

Jenis Agraphia dan Gejalanya

Agraphia terbagi menjadi dua jenis, yaitu agraphia sentral dan agraphia perifer. Keduanya dibedakan berdasarkan gejala yang muncul akibat kerusakan pada otak kiri.

Agraphia sentral merujuk pada gangguan di pusat bahasa dan persepsi. Kerusakan tersebut menyebabkan penderitanya tidak bisa mengeja. Selain itu, penderita agraphia sentral juga sulit merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat.

Sementara itu, agraphia perifer terjadi karena gangguan pada fungsi motorik di otak bagian kiri. Penderitanya tetap bisa mengeja kata dan bahkan membuat kalimat yang utuh, tetapi ia terhambat untuk menuliskannya.

Cara Menangani Agraphia

Umumnya, penanganan agraphia dilakukan dengan mengobati kondisi yang mendasari terjadinya gangguan pada otak bagian kiri. Jika disebabkan oleh stroke, dokter akan memberikan pengobatan, seperti obat untuk mengurangi penyumbatan di pembuluh darah atau melakukan operasi.

Jika kondisi yang mendasarinya sudah teratasi, dokter akan menganjurkan penderita agraphia untuk melakukan fisioterapi. Hal ini bertujuan untuk mendukung gerakan motorik, sehingga kemampuan menulis pun kembali meningkat.

Agraphia yang terjadi karena cedera otak ringan umumnya dapat ditangani. Namun, Anda harus waspada jika agraphia terjadi karena cedera otak serius. Pasalnya, kondisi tersebut dapat berlangsung secara permanen sehingga agraphia menjadi sulit ditangani.

Jika Anda atau orang terdekat Anda mengalami gejala agraphia, apalagi setelah mengalami kecelakaan atau kepala terbentur, segera periksakan diri ke dokter. Dengan begitu, dokter bisa memberikan penanganan yang tepat dan cepat sehingga gangguan di otak tidak bertambah parah.