Belum lama ini, media sosial digemparkan oleh berita teror pelemparan sperma di Tasikmalaya. Para ahli menduga bahwa pelaku teror tersebut mengalami gangguan seksual ekshibisionisme. Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan gangguan seksual ekshibisionisme?
Ekshibisionisme adalah suatu bentuk penyimpangan seksual dengan memamerkan alat kelamin di tempat umum, terutama ke lawan jenis, untuk mendapatkan kepuasan seksual. Sebagian besar pelaku ekshibisionisme adalah pria, meskipun wanita juga bisa mengalami gangguan seksual ini.
Ekshibisionisme merupakan bagian dari gangguan seksual parafilia. Parafilia adalah dorongan, gairah, fantasi, atau perilaku seksual yang menyimpang dengan melibatkan objek, aktivitas, atau situasi yang bagi orang pada umumnya tidak menimbulkan gairah seksual.
Seseorang akan didiagnosis memiliki gangguan seksual ekshibisionisme apabila perilaku ini sudah berlangsung selama minimal 6 bulan dan menimbulkan penderitaan, gangguan, atau kerugian, baik bagi diri penderita sendiri maupun orang lain.
Apa Penyebab Gangguan Seksual Ekshibisionisme?
Penyebab gangguan seksual ekshibisionisme belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor diduga dapat menyebabkan atau meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan ini. Meski demikian, faktor-faktor tersebut masih diperdebatkan dan perlu diteliti lebih lanjut.
Faktor yang dimaksud adalah:
Faktor genetik dan neuropsikologis
Gangguan seksual ekshibisionisme diduga disebabkan oleh terganggunya perkembangan otak janin sejak dalam kandungan.
Faktor trauma masa kecil
Beberapa peristiwa yang menyebabkan trauma pada masa kecil, seperti pelecehan seksual, penderitaan emosional, serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami ekshibisionisme.
Fantasi seksual yang menyimpang dapat menjadi salah satu bentuk mekanisme untuk mengatasi trauma masa kecil tersebut (coping mechanism).
Faktor lain
Beberapa faktor lain juga dapat meningkatkan risiko terjadinya perilaku ekshibisionisme, seperti kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan kurangnya rasa percaya diri.
Apa Saja Ciri-Ciri Penderita Gangguan Seksual Ekshibisionisme?
Gejala gangguan seksual ekshibisionisme biasanya mulai muncul pada usia 15-25 tahun dan mulai berkurang seiring bertambahnya usia. Berikut ini adalah ciri-ciri penderita gangguan seksual ekshibisionisme:
- Merasa puas saat memamerkan alat kelamin kepada orang asing di tempat umum. Sebagian penderita ekshibisionisme gemar memamerkan alat kelaminnya hanya ke kelompok orang tertentu, misalnya anak kecil atau lawan jenis.
- Muncul gairah seksual apabila melihat korban merasa kaget, takut, atau kagum, yang diikuti dengan masturbasi. Namun, tidak ada tujuan untuk melakukan kontak fisik atau hubungan seksual lebih lanjut dengan korban.
- Cenderung sulit memulai atau mempertahankan suatu hubungan, baik hubungan asmara maupun pertemanan.
- Tidak jarang penderita ekshibisionisme juga menunjukkan gejala gangguan parafilia lainnya dan dianggap mengalami hiperseksual.
Adakah Terapi untuk Gangguan Seksual Ekshibisionisme?
Tidak banyak penderita gangguan seksual ekshibisionisme yang memeriksakan dirinya ke psikiater atau psikolog. Mereka cenderung menyembunyikan gangguan yang dimilikinya karena merasa bersalah, malu, atau memiliki masalah keuangan dan hukum.
Padahal, penderita gangguan ini dianjurkan untuk segera mendapatkan penanganan, baik secara medis maupun psikologis. Hal ini perlu dilakukan sebelum ia membahayakan diri sendiri dan orang lain, atau bahkan melakukan tindakan kriminal.
Terapi ekshibisionisme dilakukan oleh psikiater dengan pilihan metode yang bervariasi, sesuai tingkat keparahan gangguan yang dialami penderita. Beberapa metode terapi yang dapat dilakukan adalah:
Psikoterapi
Melalui psikoterapi, penderita akan menjalani sesi konseling individu atau kelompok. Beberapa topik dalam konseling tersebut bersifat spesifik, seperti topik pernikahan atau keluarga. Psikoterapi diharapkan dapat membantu penderita untuk memperbaiki perilaku dan kemampuan berinteraksi secara sosial.
Terapi obat
Jenis obat yang diberikan dapat berupa penekan hormon, antidepresi, atau pengontrol mood. Obat-obatan ini umumnya bekerja dengan cara mengurangi dorongan seksual, sehingga perilaku seksual yang menyimpang pun dapat ditekan.
Terapi untuk gangguan ekshibisionisme bersifat jangka panjang dan keberhasilan terapi tergantung pada tiap individu. Apabila penderita memiliki keinginan untuk sembuh dan menjadi pribadi yang lebih baik, maka peluang keberhasilan terapi pun akan lebih besar.
Gangguan seksual ekshibisionisme bisa berdampak pada kehidupan pribadi, sosial, dan pekerjaan, hingga konsekuensi hukum. Walaupun penderita ekshibisionisme tidak bertujuan untuk melakukan kontak fisik lebih lanjut dengan koban, tetapi hal ini tidak boleh dianggap sepele karena dapat menimbulkan ketakutan atau trauma psikologis pada korban, terutama anak-anak.
Apabila Anda menyaksikan perilaku ekshibisionisme, tindakan yang perlu Anda lakukan adalah segera pergi dari lokasi kejadian dan minta pertolongan orang lain atau petugas keamanan yang ada di sekitar. Dengan demikian, penderita ekshibisionisme dapat segera diamankan dan ditangani.
Ditulis oleh:
dr. Caroline Claudia