Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan sebelum berusia 18 tahun. Meski tidak terjadi di semua kasus, sebagian pasangan yang menjalani pernikahan dini belum benar-benar siap secara fisik, mental, maupun emosional.
Melalui peraturan perundang-undangan di Indonesia, batas minimal usia untuk menikah adalah 19 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Jika belum mencapai usia tersebut, pernikahan dapat dikatakan sebagai pernikahan dini.
Jika dilakukan saat kondisi fisik, mental, dan emosional belum matang, pernikahan dini, terutama pada remaja, memiliki dampak buruk dari sisi medis maupun psikologis.
Beberapa Risiko Pernikahan Dini yang Dapat Terjadi
Di Indonesia, pernikahan dini dapat terjadi dengan berbagai alasan dan salah satunya adalah mencegah terjadinya hubungan seks di luar nikah. Ada pula orang tua yang menikahkan anak mereka yang masih remaja karena alasan ekonomi.
Hal ini berdasarkan anggapan bahwa dengan menikahkan anak, beban orang tua akan berkurang karena hidup anak tersebut akan menjadi tanggung jawab pasangannya setelah menikah.
Tidak sedikit pula orang tua yang beranggapan bahwa anak akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah menikah. Padahal, bila anak tersebut putus sekolah, justru hanya akan memperpanjang rantai kurangnya pengetahuan yang berisiko pada kemiskinan.
Beberapa laporan juga menyatakan bahwa pernikahan dini lebih banyak terjadi pada golongan masyarakat menengah ke bawah. Pernikahan dini yang tidak dipersiapkan dengan baik bisa meningkatkan risiko terjadinya beberapa kondisi berikut ini:
1. Risiko terkena penyakit menular seksual meningkat
Pernikahan dini yang dilakukan tanpa pengecekan latar belakang kehidupan seks pasangan bisa meningkatkan risiko terjadinya penyakit menular seksual. Hal ini dapat terjadi jika pasangan memiliki riwayat hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dan belum mengetahui status infeksi.
Selain itu, peningkatan risiko terjadinya penyakit menular seksual juga bisa terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang seks yang sehat dan aman serta penggunaan alat kontrasepsi pun masih sangat rendah. Beberapa jenis penyakit menular seksual yang rentan tertular adalah gonore, herpes, atau HIV.
2. Risiko terjadinya kekerasan seksual meningkat
Studi menunjukkan bahwa perempuan yang menjalani pernikahan dini lebih rentan mengalami kekerasan dari pasangannya. Hal ini bisa dipicu karena usia yang masih muda, kurangnya kontrol terhadap emosi, dan ketidakmampuan untuk berpikir dewasa.
Semua faktor ini bisa membuat seseorang melampiaskan amarah dengan melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal atau justru menyakiti diri sendiri. Tidak hanya terjadi pada pasangan yang sama-sama berusia muda, risiko kekerasan juga meningkat, terutama jika jarak usia antara suami dan istri semakin jauh.
3. Risiko terjadinya kehamilan meningkat
Pernikahan dini bisa menyebabkan terjadinya kehamilan usia dini. Jika usia ibu masih sangat muda, fisik yang belum matang dan siap akan membuat kehamilan menjadi lebih berisiko. Hal ini bisa membahayakan kondisi ibu dan janin.
Ketidaksiapan fisik, mental, atau pengetahuan saat seorang ibu hamil di usia yang sangat muda bisa menyebabkan bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Kurangnya pengetahuan dalam merawat bayi juga bisa meningkatkan risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang.
Tidak hanya berefek pada bayi, pernikahan dini yang membuat ibu hamil di usia sangat muda juga bisa meningkatkan risiko mengalami anemia dan preeklamsia. Kondisi ini akan memengaruhi kondisi perkembangan janin. Jika preeklamsia sudah menjadi eklamsia, kondisi ini akan membahayakan ibu dan janin, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
4. Risiko mengalami masalah psikologis
Tidak hanya dampak fisik, gangguan mental dan psikis juga berisiko lebih tinggi terjadi pada perempuan yang menikah di usia muda.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda usia perempuan saat menikah, makin tinggi risikonya terkena gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan suasana hati, dan depresi, di kemudian hari.
5. Risiko tingkat sosial dan ekonomi yang rendah
Tidak hanya dari segi kesehatan, sebagian wanita yang menjalani pernikahan dini mungkin merasa masa remajanya terampas. Ini karena beberapa wanita bisa saja merasa masa muda yang seharusnya dipenuhi oleh bermain dan belajar justru ditukar dengan beban mengurus anak dan rumah tangga.
Bahkan, sebagian dari suami istri yang menjalani pernikahan dini cenderung putus sekolah, karena mau tidak mau harus memenuhi tanggung jawabnya setelah menikah.
Tidak hanya bagi wanita, sebagian remaja pria yang menjalani pernikahan dini juga secara psikologis belum siap menanggung nafkah dan berperan sebagai suami dan ayah.
Pernikahan tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Perlu kematangan dalam hal fisik, psikologis, dan emosional. Inilah mengapa pernikahan dini tidak disarankan.
Kedewasaan mental dan finansial juga merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk menjalani pernikahan dan membangun rumah tangga.
Jika dalam pernikahan mengalami kekerasan, baik fisik maupun emosional, hingga berdampak pada psikologis Anda, jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter atau psikolog.