Lavender marriage adalah istilah untuk menggambarkan pernikahan antara pria dan wanita yang dilakukan secara kesepakatan. Biasanya, pernikahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga citra diri di mata masyarakat, memenuhi ekspektasi sosial, atau menutupi orientasi seksual diri sendiri maupun pasangan. 

Konsep lavender marriage mulai dikenal di negara Barat pada awal abad ke-20, terutama di kalangan selebritas yang ingin menjaga privasinya. Namun, praktik ini juga ditemukan di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di negara-negara dengan norma pernikahan tradisional dan tingkat diskriminasi terhadap minoritas seksual yang tinggi.

Lavender Marriage, Pernikahan Demi Citra di Lingkungan Sosial - Alodokter

Umumnya, lavender marriage dijalani secara sadar dan berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Tujuannya jelas dan beragam, mulai dari agar bisa diterima oleh lingkungan sekitar sampai mengurangi tekanan dari keluarga. 

Setiap pasangan bisa menentukan sendiri batasan hubungan mereka, baik itu satu pasangan satu waktu (monogami) maupun bisa bersama orang lain (open relationship). Meski kerap dianggap tanpa cinta, kenyataannya hubungan ini bisa dilandasi rasa saling sayang, penghargaan, atau bentuk cinta tanpa hubungan romantis (platonis).

Memahami Lavender Marriage Lebih Dalam

Lavender marriage merupakan bentuk pernikahan yang dijalani atas kesepakatan kedua pasangan untuk merespons tekanan sosial, bukan sekadar karena relasi romantis atau seksual. Pasangan yang menjalani lavender marriage biasanya sadar dan saling mengetahui alasan di balik pernikahan tersebut.

Tidak seperti pernikahan yang didasari kebohongan terhadap pasangan, misalnya menyembunyikan identitas seksual tanpa sepengetahuan pasangan, lavender marriage menekankan keterbukaan.

Hubungan seperti ini sering dipilih sebagai solusi agar seseorang  bisa menjalani hidup tanpa takut stigma atau perlakuan tidak adil dari lingkungan, tetapi tetap memiliki ruang untuk saling mendukung dan menghargai satu sama lain.

Terkait bentuk hubungan, beberapa pasangan lavender marriage memilih untuk menjalani open relationship. Sementara itu, ada juga yang tetap menjalani relasi monogami. Pilihan ini kembali pada kesepakatan dan kenyamanan masing-masing pasangan.

Berbagai Motif di Balik Lavender Marriage

Motif menjalani lavender marriage sangat erat kaitannya dengan kondisi sosial, budaya, dan keluarga di masyarakat. Selain sebagai respons atas tuntutan lingkungan, lavender marriage sering dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk menghindari risiko kehilangan dukungan keluarga, hambatan dalam karier, atau bahkan ancaman terhadap keselamatan pribadi jika orientasi seksual diketahui publik.

Memahami motif di balik lavender marriage penting agar fenomena ini tidak dipandang secara negatif atau penuh prasangka. Berikut ini adalah beberapa alasan umum seseorang memilih menjalani lavender marriage:

  • Menghindari tekanan atau desakan keluarga untuk menikah secara heteroseksual
  • Melindungi reputasi pribadi di lingkungan kerja, pertemanan, atau publik
  • Memberikan dukungan dan perlindungan bagi pasangan yang menghadapi tekanan serupa
  • Menjaga kehidupan pribadi tetap tersembunyi sambil memenuhi tuntutan sosial di luar
  • Merasa belum siap menghadapi konsekuensi jika identitas asli diketahui masyarakat

Dampak Psikologis dan Sosial Lavender Marriage

Menjalani lavender marriage memang bukan keputusan mudah dan bisa membawa sejumlah konsekuensi, baik secara psikologis maupun sosial. Meski dijalani atas dasar kesepakatan, hidup dengan dua identitas atau harus menjaga rahasia tetap menimbulkan tekanan tersendiri.

Beberapa dampak psikologis yang bisa muncul akibat lavender marriage antara lain:

  • Perasaan tertekan atau cemas karena harus menjaga privasi identitas yang sebenarnya
  • Risiko mengalami stres atau depresi berkepanjangan akibat hidup dalam situasi tidak sepenuhnya terbuka
  • Muncul rasa bersalah, takut, atau menurunnya kepercayaan diri
  • Tantangan membangun relasi yang sepenuhnya jujur dan terbuka, baik dengan pasangan maupun lingkungan terdekat

Sementara itu, dampak sosial dari lavender marriage dapat mencakup:

  • Potensi konflik dalam rumah tangga jika salah satu pihak merasa tidak bahagia atau mengalami tekanan emosional
  • Hubungan dengan keluarga besar, anak, atau rekan kerja bisa terdampak jika suatu saat lavender marriage terungkap
  • Risiko dijauhi atau mendapat tekanan sosial lebih besar jika identitas asli diketahui publik
  • Potensi mengalami diskriminasi atau pengucilan sosial

Penting untuk dicatat bahwa setiap keputusan menjalani lavender marriage sangat pribadi dan tidak mudah, karena melibatkan banyak pertimbangan, mulai dari diri sendiri, keluarga, hingga tekanan sosial. Namun, setiap orang berhak menentukan jalannya sendiri tanpa tekanan sosial berlebihan.

Apabila Anda atau orang terdekat sedang mempertimbangkan lavender marriage atau merasa tertekan dengan situasi ini, sangat disarankan mencari dukungan profesional, seperti konselor atau psikolog yang memahami isu orientasi seksual dan fenomena lavender marriage.

Selain itu, jika Anda ingin berdiskusi atau butuh bantuan lebih lanjut, layanan chat online bersama dokter atau psikolog di aplikasi Alodokter dapat menjadi pilihan. Konsultasi terkait lavender marriage bisa dilakukan secara online, tertutup, dan cepat, sesuai kebutuhan Anda.