Separation anxiety disorder adalah bentuk gangguan kecemasan yang ditandai dengan rasa cemas berlebih saat ditinggal orang terdekat, misalnya orang tua. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak dan perlu mendapatkan penanganan karena dapat mengganggu aktivitasnya, termasuk saat bersekolah.

Rasa cemas atau takut ketika ditinggal orang tua sebenarnya salah satu tahap perkembangan yang normal dialami bayi dan balita. Kondisi ini biasanya terjadi sejak bayi berusia 8 bulan dan akan hilang sendiri seiring bertambahnya usia.

Separation Anxiety Disorder, Rasa Cemas Saat Berpisah dengan Orang Terdekat - Alodokter

Saat berusia 2 tahun, anak umumnya sudah mengerti bahwa orang tuanya hanya meninggalkan dirinya sebentar dan akan kembali sehingga rasa cemas yang timbul akan terkendali.

Namun, kecemasan pada anak saat ditinggal orang tuanya bisa saja terjadi secara berlebihan atau bahkan menetap lama. Bila demikian, anak mungkin saja mengalami separation anxiety disorder (SAD).

Penyebab Separation Anxiety Disorder

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko anak mengalami separation anxiety disorder, yaitu:

  • Kematian dalam keluarga
  • Perceraian orang tua
  • Perubahan hidup yang besar, misalnya pindah rumah atau sekolah
  • Kepribadian yang pemalu
  • Status sosial ekonomi yang rendah
  • Orang tua terlalu protektif
  • Kurangnya interaksi dengan orang tua

Tanda-Tanda Separation Anxiety Disorder

Anak dengan separation anxiety disorder selalu merasa cemas dan takut berlebihan saat harus berpisah dengan orang terdekatnya, seperti orang tua atau bahkan pengasuhnya.

Selain merasa cemas, ada beberapa tanda yang menunjukkan anak mengalami separation anxiety disorder, yaitu:

  • Menangis saat berpisah dengan orang tua atau pengasuh meski hanya sebentar
  • Mengamuk atau tantrum
  • Menolak untuk berangkat ke sekolah
  • Menurunnya prestasi di sekolah
  • Menghindar atau tidak mau berinteraksi dengan anak lainnya
  • Merasa takut atau tidak ingin tidur sendirian
  • Mengompol atau enuresis
  • Mengalami mimpi buruk yang berkaitan dengan keluarga
  • Berpura-pura sakit, seperti sakit kepala atau perut, saat harus berpisah dengan orang tua

Cara Mengatasi Separation Anxiety Disorder

Metode pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi separation anxiety disorder adalah dengan melakukan psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif. Terapi ini akan mengajarkan anak untuk belajar mengelola rasa takutnya terhadap perpisahan sementara dengan orang tua atau pengasuhnya.

Selain terapi perilaku kognitif, parent-child interaction therapy, juga dapat dilakukan untuk membantu anak mengatasi separation anxiety disorder. Terapi jenis ini umumnya memiliki tiga fase utama, yaitu:

  • Child-directed interaction (CDI), yang berfokus pada peningkatan kualitas hubungan antara orang tua dan anak, seperti melibatkan perhatian dan pujian
  • Bravery-directed interaction (BDI), untuk mengedukasi orang tua alasan mengapa anak merasa cemas berlebih, terutama saat ditinggal orang tua
  • Parent-directed interaction (PDI), bertujuan untuk mengedukasi orang tua agar bisa berkomunikasi lebih jelas dan baik kepada anaknya

Selain menjalani psikoterapi, dukungan dari lingkungan sekolah dan teman-teman yang baik juga dapat membantu anak untuk mengatasi separation anxiety disorder. Sebagai orang tua, Anda bisa minta bantuan kepada guru untuk dapat mendorong anak berinteraksi dengan teman lainnya.

Dengan begitu, rasa cemas yang ia alami pun dapat berkurang karena telah mendapatkan tempat yang nyaman dan aman saat mereka tidak bersama dengan orang tua.

Namun, bila gangguan yang dialami tidak kunjung membaik dengan psikoterapi, dokter akan memberikan obat antidepresan untuk meredakan gejala separation anxiety disorder.

Dengan dukungan dari orang tua dan terapi yang tepat, anak dengan separation anxiety disorder dapat bersikap mandiri sesuai dengan usianya dan tidak merasa cemas lagi saat harus ditinggal oleh orang terdekatnya.

Oleh karena itu, bila anak Anda dicurigai memiliki separation anxiety disorder atau bahkan sudah menunjukkan tanda-tanda seperti yang telah dijelaskan di atas, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog untuk mendapatkan penanganan.