Sindrom kompartemen adalah kondisi ketika tekanan di dalam otot meningkat. Peningkatan tekanan tersebut dapat menghambat pasokan darah ke saraf dan sel-sel di dalam otot. Sindrom kompartemen yang terjadi secara mendadak merupakan kondisi gawat darurat yang harus segera ditangani.

Kompartemen otot terdiri dari serabut-serabut otot, pembuluh darah, dan saraf. Kompartemen otot dibungkus oleh selaput bernama fascia yang tidak dapat mengembang.

Sindrom Kompartemen - Alodokter

Sindrom kompartemen disebabkan oleh pembengkakan di dalam kompartemen, yang biasanya terjadi akibat cedera. Karena fascia tidak bisa mengembang, maka pembengkakan tersebut akan meningkatkan tekanan di dalam kompartemen.

Jika kondisi tersebut tidak segera ditangani, aliran darah dan pasokan oksigen ke dalam kompartemen akan berkurang. Akibatnya, otot dan saraf akan mengalami kerusakan, yang bisa berujung pada kematian (nekrosis) otot secara permanen.

Penyebab Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu akut dan kronis. Berikut adalah penjelasan dari penyebab kedua jenis sindrom kompartemen:

Sindrom kompartemen akut

Sindrom kompartemen akut merupakan jenis yang paling umum terjadi. Biasanya, jenis ini terjadi secara mendadak akibat cedera parah. Namun, pada kasus yang jarang terjadi, cedera ringan juga bisa menyebabkan sindrom kompartemen akut.

Beberapa kondisi yang menyebabkan sindrom kompartemen akut yaitu:

Sindrom kompartemen kronis

Sindrom kompartemen kronis bisa disebabkan oleh olahraga yang dilakukan secara berulang, seperti berlari, bersepeda, dan berenang. Rasa nyeri yang terjadi akibat sindrom kompartemen kronis umumnya tidak berbahaya.

Selain kondisi di atas, penggunaan steroid anabolik juga bisa meningkatkan risiko terjadinya sindrom kompartemen.

Gejala Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen bisa menyerang tangan, lengan, bokong, tungkai, dan kaki. Namun, pada sebagian besar kasus, sindrom kompartemen paling sering terjadi di bagian lutut ke bawah.

Gejala sindrom kompartemen bisa muncul secara tiba-tiba (akut) atau bertahap (kronis). Pada sindrom kompartemen akut, gejalanya bisa muncul beberapa jam setelah cedera dan memburuk dengan cepat. Gejalanya dapat berupa:

  • Nyeri hebat, terutama saat otot digerakkan
  • Otot terasa kencang
  • Kesemutan, rasa seperti terbakar, atau mati rasa di bagian yang cedera
  • Bagian yang cedera tidak bisa digerakkan
  • Bengkak di area yang cedera

Nyeri hebat pada sindrom kompartemen akut umumnya tidak membaik setelah penderita mengonsumsi obat antinyeri atau bagian yang cedera diposisikan lebih tinggi dari dada.

Pada sindrom kompartemen kronis, gejalanya muncul bertahap selama latihan atau olahraga dan biasanya akan hilang setelah beristirahat. Sebaliknya, jika latihan masih dilanjutkan, gejalanya bisa berlangsung dalam waktu yang lama.

Gejala sindrom kompartemen kronis antara lain:

  • Kram otot saat berolahraga, terutama di kaki
  • Otot membengkak
  • Kulit di area otot yang terdampak terlihat pucat dan terasa dingin
  • Pada kasus yang berat, anggota tubuh yang terdampak sulit digerakkan

Kapan harus ke dokter

Segera periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala sindrom kompartemen, terutama jika sebelumnya mengalami cedera berat. Penanganan yang cepat dapat mengurangi risiko kerusakan permanen di otot dan saraf.

Diagnosis Sindrom Kompartemen

Dokter akan menanyakan gejala dan riwayat cedera yang dialami pasien, dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik, dokter akan menekan area yang cedera untuk menentukan tingkat keparahan nyeri.

Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan tes khusus untuk mengukur tekanan pada kompartemen. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum yang dilengkapi alat pengukur ke area yang cedera.

Jika diperlukan, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang dengan foto Rontgen atau MRI.

Pengobatan Sindrom Kompartemen

Pengobatan sindrom kompartemen akan disesuaikan dengan jenisnya. Pada sindrom kompartemen kronis, keluhan bisa mereda setelah berhenti melakukan aktivitas yang memicu timbulnya gejala. Pasien juga akan disarankan untuk menjalani penanganan mandiri, seperti:

  • Mengganti alas kaki yang digunakan untuk olahraga
  • Mengganti jenis olahraga dari berat menjadi lebih ringan
  • Mencampur jenis latihan untuk menghindari gerakan yang sama secara berulang
  • Memosisikan bagian tubuh yang cedera lebih tinggi dari bagian dada

Jika gejala masih berlangsung atau malah memburuk, dokter akan memberikan obat antiinflamasi nonstreoid atau melakukan fisioterapi untuk meregangkan otot pasien.

Operasi

Pada pasien sindrom kompartemen, baik akut maupun kronis, yang tidak sembuh setelah menjalani pengobatan di atas, dokter akan melakukan operasi fasciotomy. Operasi ini perlu segera dilakukan untuk mencegah kematian jaringan (nekrosis).

Fasciotomy dilakukan dengan cara membuka fascia, untuk mengurangi tekanan di kompartemen dan mengangkat sel otot yang sudah mati jika ada. Setelah operasi, fascia akan dibiarkan tetap terbuka sampai beberapa hari untuk mencegah sindrom kompartemen kambuh kembali.

Selain operasi fasciotomy, dokter akan mempertimbangkan operasi transplantasi saraf, jika terdapat saraf yang rusak.

Komplikasi Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen yang tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi serius, terutama pada kasus sindrom kompartemen akut. Beberapa komplikasi yang bisa terjadi adalah:

  • Infeksi
  • Penurunan fungsi otot
  • Jaringan parut di otot
  • Kerusakan otot dan saraf permanen
  • Kelumpuhan
  • Gagal ginjal akibat kematian jaringan otot (rhabdomyolysis)
  • Amputasi akibat jaringan yang mati

Walaupun jarang terjadi, sindrom kompartemen yang terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian.

Pencegahan Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen tidak dapat dicegah, tetapi Anda bisa mengurangi risiko terjadinya komplikasi dengan segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami cedera, baik ringan maupun berat.

Jika terjadi cedera saat berolahraga, beberapa penanganan awal yang bisa Anda lakukan adalah:

  • Posisikan bagian tubuh yang cedera lebih tinggi dari bagian dada dan ganjal menggunakan bantal atau selimut yang dilipat.
  • Jika menggunakan perban, pastikan perban yang digunakan tidak terlalu ketat.
  • Kompres area yang cedera dengan es atau air es untuk mengurangi bengkak.
  • Kurangi intensitas olahraga dan berhenti saat tubuh sudah merasa lela
  • Konsultasikan ke dokter bila mengalami cedera.
  • Hindari pemijatan jika terjadi patah tulang.