Mendaki gunung umumnya terasa menyenangkan dan seru, karena pemandangan yang indah dan adrenalin yang terpacu. Namun, di balik kegiatan ini, Anda perlu mewaspadai penyakit ketinggian.

Penyakit ketinggian atau altitude sickness (acute mountain sickness) cukup sering menyerang para pendaki yang berada di ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut.

Suka Naik Gunung? Hati-hati dengan Penyakit Ketinggian - Alodokter

Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari penurunan tekanan udara serta jumlah oksigen, hingga udara kering dan bersuhu dingin di dataran tinggi.

Di tempat yang tinggi, seperti di puncak gunung atau bukit, jumlah oksigen yang menipis di udara dapat membuat napas para pendaki menjadi lebih cepat. Ini merupakan respons alami tubuh untuk mencukupi kebutuhan oksigen.

Namun, ketika jumlah oksigen di dalam tubuh pendaki berkurang karena penyakit ketinggian, mereka bisa mengalami beberapa gejala, seperti sakit kepala, pusing, tidak nafsu makan, sesak napas, mual, lemas dan lelah, serta sulit konsentrasi.

Pada kasus yang lebih parah, pendaki bisa mengalami linglung, halusinasi, sulit bergerak, gangguan pendengaran, sakit kepala berat, nyeri dada, dada berdebar, penurunan kesadaran, dan pingsan.

Gejala biasanya muncul sekitar 12–24 jam setelah mencapai ketinggian dan membaik sekitar 2–3 hari saat tubuh telah menyesuaikan diri dengan perubahan ketinggian.

Cara Mengatasi Penyakit Ketinggian

Jika Anda mengalami atau menemukan seseorang yang mengalami penyakit ketinggian, lakukanlah langkah pertolongan berikut:

1. Segera beristirahat

Orang yang merasakan gejala-gejala penyakit ketinggian sebaiknya segera berhenti mendaki dan beristirahat. Jangan mendaki lagi setidaknya selama 24–48 jam atau hingga gejala penyakit ketinggian hilang sepenuhnya.

Jika masih belum membaik setelah 24 jam, pendaki yang mengalami penyakit ketinggian disarankan untuk turun setidaknya 500 meter atau 1.000 kaki dengan dipandu orang lain.

2. Berikan terapi oksigen

Memberikan oksigen murni atau oksigen tambahan dapat membantu masalah pernapasan akibat penyakit ketinggian. Setidaknya, pernapasan akan membaik untuk sementara waktu.

Namun, efek terapi oksigen sebenarnya kurang efektif jika dibandingkan dengan turun ke ketinggian yang lebih rendah. Penderita penyakit ketinggian dengan gejala yang parah atau buruk harus turun gunung paling tidak lebih rendah dari 4.000 kaki, bahkan ketika sudah mendapat terapi oksigen.

3. Gunakan obat-obatan

Obat penghilang rasa sakit, misalnya paracetamol, dapat digunakan untuk mengobati keluhan nyeri, seperti sakit kepala atau nyeri telinga, yang dirasakan akibat penyakit ketinggian.

Jika mengalami keluhan mual atau muntah, pendaki bisa mendapatkan obat antiemetik seperti prometazin. Jika susah bernapas atau memiliki riwayat asma, dianjurkan untuk menghirup obat bronkodilator lewat inhaler atau mengonsumsi obat kortikosteroid.

Untuk mengatasi sekaligus mencegah penyakit ketinggian, Anda juga dianjurkan untuk minum air putih yang cukup, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, tidak berolahraga, tidak merokok, tidak menggunakan obat tidur, dan mengikuti setiap petunjuk keamanan dalam proses pendakian.

Selain itu, mendaki ketinggian secara bertahap dan bejalan perlahan-lahan juga bisa membantu mencegah terjadinya penyakit ketinggian.

Pastikan untuk selalu memberitahukan kondisi apa pun yang Anda rasakan kepada teman-teman atau pemandu yang naik gunung bersama Anda, baik itu gejala ringan maupun berat. Hal ini akan membantu Anda dan mereka menjadi lebih waspada terhadap munculnya gejala penyakit ketinggian.

Jika Anda masih memiliki pertanyaan seputar cara untuk mencegah ketinggian, silakan berkonsultasi dengan dokter.