Self diagnosis mungkin saja dilakukan sebagian orang tanpa sadar. Misalnya, “Kenapa dadaku berdebar ya, jangan-jangan ini penyakit jantung.” Kalau kamu pernah melakukannya, hati-hati ya. Soalnya, ada bahaya self diagnosis yang bisa berdampak buruk bagi kesehatanmu.
Self diagnosis merupakan upaya untuk mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang diperoleh secara mandiri. Informasi ini bisa didapat dari mana pun, misalnya teman, keluarga, internet, atau pengalaman yang pernah dimiliki.
Padahal, diagnosis suatu penyakit sebenarnya hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis, seperti dokter, psikiater, atau psikolog.
Bahaya Self Diagnosis yang Perlu Diwaspadai
Ada beberapa dampak buruk yang mungkin muncul ketika kamu melakukan self diagnosis, yaitu:
Salah diagnosis
Menetapkan diagnosis suatu penyakit tidaklah mudah. Diagnosis ditentukan berdasarkan analisis yang menyeluruh dari gejala, riwayat kesehatan terdahulu, faktor lingkungan, serta temuan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Tidak jarang, dibutuhkan berbagai pemeriksaan lanjutan serta observasi mendalam untuk mengetahui apakah ada masalah fisik maupun mental seseorang.
Ketika melakukan self diagnosis, kamu sangat bisa melewatkan faktor-faktor penting tersebut sehingga akhirnya kamu menyimpulkan diagnosis yang salah. Terlebih, jika informasi yang kamu peroleh berasal dari sumber-sumber yang tidak terpercaya.
Perlu kamu ketahui bahwa mengalami satu atau dua gejala dari sebuah penyakit bukan berarti kamu menderita penyakit tersebut. Belum lagi, ada banyak penyakit yang memiliki gejala serupa.
Misalnya, irritable bowel syndrome dan kanker usus besar yang sama-sama memiliki gejala diare serta sembelit. Contoh lainnya, perasaan sedih yang mendalam bisa merupakan gejala bipolar atau depresi, tetapi bisa juga merupakan respons psikis yang normal dari suatu kejadian.
Salah penanganan
Jika penetapan diagnosisnya tidak tepat, kemungkinan besar penanganannya juga akan keliru. Setelah self diagnosis, seseorang bisa saja membeli obat atau melakukan pengobatan lain yang salah. Padahal, setiap penyakit memiliki penanganan, jenis obat, dan dosis obat yang berbeda-beda.
Konsumsi obat yang salah justru dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang baru, memicu efek samping dan interaksi obat, atau bahkan ketergantungan obat. Meski ada beberapa obat yang tidak menimbulkan efek samping apa pun yang berbahaya, jika sampai salah penggunaan obat, keluhan yang kamu rasakan tidak akan membaik dengan obat tersebut.
Gangguan kesehatan yang lebih parah
Karena salah mendiagnosis dan tidak mendapatkan penanganan yang tepat, penyakit yang kamu derita justru bisa menjadi lebih parah atau menambah masalah baru (komplikasi). Hal ini karena obat kamu yang konsumsi tidak berdampak apa-apa terhadap penyakit yang kamu alami.
Misalnya, setelah mencari tahu sendiri, seseorang bisa saja mendiagnosis dan mengobati keluhan nyeri dada, sesak napas, dan batuk berdahak yang dialaminya sebagai bronkitis. Padahal, keluhan-keluhan tersebut juga bisa menjadi gejala penyakit yang lebih parah, misalnya pneumonia atau bahkan penyakit jantung.
Anggaplah yang sebenarnya ia alami adalah pneumonia. Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, pneumonia dapat menimbulkan berbagai komplikasi, mulai dari efusi pleura hingga gagal napas.
Sebaliknya, jika orang tersebut menganggap keluhannya sebagai pneumonia meski sebenarnya yang dialami hanyalah bronkitis, bisa saja ia mengonsumsi obat-obatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini tentu saja bisa menyebabkan efek samping.
Jika dilihat dari sisi lain, self diagnosis bisa berupa bentuk kepedulian terhadap diri sendiri dan sikap cermat akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Akan tetapi, bentuk kepedulian ini akan sia-sia jika pada akhirnya malah membahayakan diri sendiri.
Untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat, lebih baik konsultasikan ke dokter jika kamu merasakan suatu gejala yang mengganggu. Bila ingin pendapat lain, kamu bisa bertanya kepada dokter atau spesialis lain, kok.
Kamu tetap bisa mencari informasi mengenai keluhanmu atau solusi apa yang terbaik untukmu. Namun, jadikan ini sebagai bekal untuk berdiskusi dengan dokter, bukan self diagnosis, agar kamu benar-benar mengerti apa yang terjadi pada dirimu dan mendapatkan pengobatan yang tepat.