Dermatofibrosarkoma protuberans (DFSP) adalah jenis kanker kulit yang bermula dari jaringan di lapisan tengah kulit (dermis). Awalnya, kanker ini ditandai dengan memar atau luka yang kemudian berkembang menjadi benjolan di permukaan kulit. DFSP biasanya muncul di badan, lengan, dan kaki.

Dermatofibrosarkoma protuberans (DFSP) merupakan kanker kulit yang sangat jarang terjadi. Kanker ini dialami oleh 1 dari 100.000–1.000.000 orang per tahun. Meski dapat dialami oleh siapa saja, DFSP paling sering terjadi pada laki-laki usia 20–50 tahun.

dermatofibrosarkoma protuberans

Pertumbuhan DFSP cenderung lambat dan jarang menyebar ke bagian tubuh lain. Oleh karena itu, penderita DFSP memiliki peluang kesembuhan yang tinggi. Sebaliknya, jika tidak diobati, kanker ini dapat tumbuh ke dalam lapisan lemak, otot, atau tulang, sehingga akan lebih sulit ditangani.

Penyebab Dermatofibrosarkoma Protuberans

Dermatofibrosarkoma protuberans (DFSP) terjadi akibat perubahan atau mutasi pada gen COL1A1 dan PDGFB. Mutasi gen tersebut menyebabkan produksi sel menjadi tidak terkendali sehingga menumpuk di kulit dan membentuk sel kanker. Akan tetapi, belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya mutasi gen tersebut.

Faktor risiko dermatofibrosarkoma protuberans

Meski penyebab pastinya belum diketahui, ada faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya DFSP, antara lain:

  • Berjenis kelamin laki-laki
  • Berusia 20–50 tahun
  • Memiliki luka terbuka akibat terbakar atau operasi
  • Pernah menjalani terapi radiasi (radioterapi)

Gejala Dermatofibrosarkoma Protuberans

Dermatofibrosarkoma protuberans tumbuh dengan lambat sehingga gejala awalnya kadang terabaikan. Gejala awal DFSP meliputi:

  • Kulit menebal
  • Permukaan kulit terasa kenyal atau keras saat disentuh
  • Permukaan kulit berwarna merah kecoklatan
  • Benjolan sebesar jerawat pada kulit dan tidak terasa sakit
  • Kulit terasa kasar

Gejala awal tersebut dapat berkembang selama beberapa bulan hingga beberapa tahun, tetapi pada wanita hamil cenderung berkembang lebih cepat.

Dalam perkembangannya, keluhan yang dialami dapat berupa:

  • Benjolan yang membesar dan membuat kulit semakin meregang
  • Kulit di tempat benjolan menjadi retak dan berdarah
  • Warna kulit menjadi biru atau merah pada anak-anak, dan coklat kemerahan pada orang dewasa

Sebagian besar benjolan DFSP tumbuh di bahu dan dada, tetapi sebagian kecil dapat muncul di kepala atau area leher. Gejala lebih parah dapat timbul saat kanker menjadi benjolan yang lebih besar.

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami perubahan pada kulit seperti yang telah disebutkan di atas. Namun, perlu diketahui, keluhan tersebut juga dapat menandakan kondisi medis lain. Oleh sebab itu, pemeriksaan sejak dini sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang akurat.

Diagnosis Dermatofibrosarkoma Protuberans

Untuk mendiagnosis dermatofibrosarkoma protuberans, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai gejala dan keluhan yang dialami pasien, serta riwayat kesehatannya. Setelah itu, dokter akan menjalankan pemeriksaan fisik, terutama pada area kulit yang mengalami gejala.

Dokter juga akan melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan diagnosis, yaitu:

  • Biopsi kulit
    Biopsi kulit dilakukan dengan mengambil sampel jaringan kulit untuk diperiksa di laboratorium, guna mengetahui keberadaan sel kanker.
  • Magnetic resonance imaging (MRI)
    Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan gelombang magnet, untuk melihat ada atau tidaknya penyebaran sel kanker.
  • Tes genetik
    Meski jarang dilakukan, tes genetik dapat mendeteksi adanya perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan sel-sel tumbuh secara tidak terkendali.

Pengobatan Dermatofibrosarkoma Protuberans

Penanganan utama dermatofibrosarkoma protuberans (DFSP) adalah dengan operasi pengangkatan tumor untuk menghilangkan sel kanker. Beberapa teknik operasi yang dapat dilakukan adalah:

  • Bedah eksisi
    Prosedur ini dilakukan untuk mengangkat kanker pada kulit dan jaringan kulit sehat yang berada di sekelilingnya. Prosedur ini dilakukan untuk memastikan semua sel kanker terangkat.
  • Bedah Mohs
    Teknik ini dilakukan dengan mengangkat sel kanker dan sedikit jaringan sehat di sekitarnya. Pada bedah Mohs, jaringan yang diangkat lebih sedikit dibanding pada bedah eksisi. Dokter juga bisa meneliti tepi jaringan yang dipotong dengan mikroskop, untuk memastikan tidak ada sel kanker yang tersisa.

Selain operasi, metode lain yang dapat dilakukan dokter untuk mengatasi DFSP adalah:

Terapi radiasi atau radioterapi

Radioterapi adalah penggunaan sinar khusus untuk membunuh sel kanker. Terapi ini dilakukan saat lapisan yang mengandung sel kanker tidak dapat diangkat seluruhnya melalui operasi.

Terapi target

Terapi target dilakukan pada pasien yang tidak bisa menjalani operasi. Pada terapi ini, dokter akan memberikan obat-obatan yang menargetkan sel-sel kanker secara spesifik agar sel kanker melemah, seperti imanitib.

Imanitib secara khusus menyerang gen yang bermutasi sehingga sel-sel kanker mati. Tidak seperti kemoterapi pada umumnya, obat ini dapat mencegah kerusakan serius pada sel-sel sehat. Meski begitu, dokter akan memeriksa mutasi pada gen terlebih dahulu sebelum memberikan imatinib.

Pada kasus DFSP yang tumbuh di lapisan dalam kulit, dokter akan melakukan operasi rekonstruksi untuk memperbaiki luka akibat operasi pengangkatan kanker.

Perlu diketahui bahwa DSFP dapat kambuh kembali. Oleh sebab itu, dokter akan melakukan upaya untuk menurunkan risiko kekambuhan DFSP, antara lain:

  • Menjalankan operasi rekonstruksi, untuk memperbaiki luka yang timbul akibat operasi pengangkatan kanker
  • Menjalankan terapi radiasi (radioterapi), untuk membunuh sel kanker
  • Meminta pasien menjalani kontrol rutin setiap 6 bulan sekali selama 3 tahun, karena DSFP umumnya kambuh 3 tahun setelah ditangani

Komplikasi Dermatofibrosarkoma Protuberans

Jika tidak ditangani, dermatofibrosarkoma protuberans (DSFP) dapat menyebabkan komplikasi berupa penyebaran sel-sel kanker ke jaringan, otot, lemak, atau tulang di sekitarnya. Selain itu, sel kanker juga bisa menyebar ke organ tubuh lainnya, seperti paru-paru, otak, jantung, atau kelenjar getah bening.

Pencegahan Dermatofibrosarkoma Protuberans

Dermatofibrosarkoma protuberans (DFSP) sulit dicegah, karena penyebabnya belum diketahui. Akan tetapi, karena DFSP dapat disebabkan oleh luka terbuka atau luka bakar, upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

  • Menjaga kebersihan kulit
  • Melakukan perawatan kulit bila memiliki kulit kering agar tidak mudah teriritasi
  • Berhati-hati ketika melakukan aktivitas yang menggunakan api, seperti memasak
  • Menghindari paparan sinar matahari yang terlalu terik
  • Menghindari paparan bahan kimia