Kemoterapi adalah pemberian obat-obatan untuk menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker. Kemoterapi juga digunakan untuk mengatasi penyakit sumsum tulang dan penyakit autoimun, seperti lupus atau rheumatoid arthritis.

Kemoterapi dapat dikombinasikan dengan metode pengobatan lain, seperti terapi hormon, operasi, dan radioterapi. Pasien bisa menjalani prosedur ini di rumah dengan mengonsumsi obat kemoterapi, atau menerima cairan infus yang dilakukan di rumah sakit dengan pengawasan dokter.

Kemoterapi, Ini yang Harus Anda Ketahui - Alodokter

Kemoterapi dapat berlangsung selama beberapa bulan dan terbagi menjadi beberapa sesi. Perlu diketahui, kemoterapi dapat memengaruhi seluruh tubuh dan menimbulkan efek samping yang berat.

Tujuan dan Indikasi Kemoterapi

Kemoterapi umumnya menjadi metode pengobatan utama kanker yang dianjurkan oleh dokter. Beberapa tujuan dilakukannya prosedur ini adalah:

  • Meredakan gejala kanker, termasuk pada kanker stadium akhir (kemoterapi paliatif)
  • Menghambat penyebaran sel kanker
  • Menyembuhkan kanker secara keseluruhan
  • Meningkatkan keberhasilan metode pengobatan lain, seperti operasi atau radioterapi (kemoterapi neoadjuvant)
  • Membunuh sel kanker yang masih tersisa dalam tubuh setelah radioterapi atau operasi (kemoterapi adjuvant)

Peringatan dan Kontraindikasi Kemoterapi

Kemoterapi merupakan pengobatan untuk kondisi yang serius. Oleh sebab itu, perlu perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi metode yang digunakan, efek samping yang mungkin muncul, dan tingkat keberhasilan kemoterapi.

Perencanaan kemoterapi dapat dilakukan setelah pasien menjalani pemeriksaan, misalnya tes darah dan pemindaian dengan foto Rontgen, untuk mengetahui apakah pasien mampu untuk menjalani kemoterapi. Pemeriksaan infeksi gigi juga dibutuhkan, karena infeksi gigi berisiko menyebar ke seluruh tubuh akibat kemoterapi.

Setelah mengetahui kondisi pasien, tim dokter dapat menetapkan metode dan jangka waktu pelaksanaan kemoterapi. Kemoterapi biasanya diberikan dalam hitungan siklus, yang terdiri dari masa kemoterapi ditambah dengan masa istirahat. Sebagai contoh, kemoterapi bisa dilakukan selama 1 minggu, diikuti masa istirahat selama 3 minggu.

Perlu diketahui bahwa kemoterapi tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena dapat menyebabkan cacat lahir pada bayi. Bagi wanita yang hendak menjalani kemoterapi, sebaiknya gunakan kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan. Bila pasien curiga sedang hamil saat menjalani kemoterapi, segera beri tahu tim medis.

Selain itu, pasien yang mengonsumsi obat-obatan lain, termasuk obat herbal juga dianjurkan untuk memberi tahu dokter. Hal ini karena obat-obatan tersebut dapat menyebabkan reaksi yang berbahaya untuk kesehatan pasien.

Obat-obatan kemoterapi yang diberikan oleh dokter dapat dibedakan berdasarkan cara kerjanya dalam membunuh sel kanker. Jenis obat-obatan tersebut meliputi:

  • Alkylating agent, contohnya cisplatin atau cyclophosphamide, yang bekerja dengan cara menghalangi pembelahan sel kanker
  • Antimetabolit, misalnya hydroxyurea atau azacitidine, yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan gen sel kanker sehingga menghambat perbanyakan sel kanker
  • Antibiotik antitumor, seperti daunorubicin atau doxorubicin, yang bekerja dengan cara mengubah gen dalam sel kanker sehingga perkembangannya terhambat
  • Enzim, seperti asparaginase atau pegaspargase

Sebelum Kemoterapi

Pasien bisa merasa lemas setelah menjalani kemoterapi. Oleh sebab itu, pasien dianjurkan meminta bantuan keluarga atau teman untuk mengantar dan menemani selama kemoterapi.

Pasien juga disarankan beristirahat setelah menjalani kemoterapi. Jika diperlukan, pasien dapat meminta bantuan keluarga untuk melakukan pekerjaan rumah atau mengurus anak.

Sebagian pasien dapat tetap bekerja selama menjalani kemoterapi, tergantung pada peraturan perusahaan dan bidang pekerjaannya. Pasien bisa mengajukan diri untuk work from home atau mengatur waktu kerja agar tidak terlalu lama.

Sebelum pemberian obat kemoterapi, pasien dapat diberikan obat antiemetik, misalnya palonosetron atau ondansetron, untuk mencegah efek samping mual dan muntah yang umum terjadi akibat obat kemoterapi. Pasien juga bisa mengurangi porsi makan atau menunda makan sebelum prosedur untuk mencegah efek samping ini.

Hal lain yang perlu diketahui terkait kemoterapi adalah biayanya. Prosedur ini bisa memerlukan biaya yang banyak. Jika tidak memiliki kecukupan finansial, pasien bisa saja mengalami tekanan batin atau bahkan membuatnya tidak bisa lagi menjalani kemoterapi.

Oleh sebab itu, penting untuk memiliki asuransi, bahkan sebelum sakit, agar terhindar dari hal tersebut. Pilihlah asuransi atau asuransi kesehatan karyawan yang dapat menjamin konsultasi dan pengobatan, baik rawat jalan maupun rawat inap.

Prosedur Kemoterapi

Kemoterapi umumnya dilakukan di rumah sakit dengan pengawasan dokter. Obat-obat kemoterapi dapat disalurkan langsung melalui selang ke pembuluh darah. Metode ini disebut kemoterapi intravena.

Jenis selang yang digunakan dalam kemoterapi intravena dapat berbeda-beda, antara lain:

  • PICC (peripherally inserted central catheter), yang dimasukkan ke dalam vena lengan pasien selama beberapa minggu atau beberapa bulan
  • Central line, yang dimasukkan ke dalam dada dan disambungkan ke salah satu vena dekat jantung
  • Selang cannula, yang dipasang dalam jangka pendek pada vena di punggung tangan atau lengan bawah
  • Implanted port, yaitu alat yang ditanam di bawah kulit selama periode terapi sebagai jalan untuk menyalurkan obat melalui jarum

Selain intravena, kemoterapi juga dapat dilakukan melalui arteri di sekitar lokasi kanker (intraarterial). Sedangkan untuk kanker di organ seperti usus, lambung, hati, dan indung telur, kemoterapi dilakukan di rongga perut (intraperitoneal chemotherapy).

Meskipun jarang dilakukan, kemoterapi dapat diberikan melalui suntikan, seperti:

  • Subcutaneous chemotherapy atau suntikan di bawah permukaan kulit
  • Intramuscular chemotherapy atau suntikan ke dalam otot
  • Intrathecal chemotherapy atau suntikan langsung ke tulang belakang

Sementara pada kasus kanker kulit, kemoterapi yang diberikan umumnya adalah dalam bentuk krim.

Setelah Kemoterapi

Usai menjalani kemoterapi, kondisi fisik pasien akan selalu dipantau oleh tim dokter. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan kemoterapi. Pemantauan atau monitoring tersebut bisa berupa tes darah dan pemindaian secara teratur.

Pemantauan juga bertujuan untuk mengetahui kemungkinan efek samping yang muncul setelah kemoterapi. Dengan begitu, tim dokter dapat melakukan penyesuaian terhadap pelaksanaan kemoterapi.

Efek Samping Kemoterapi

Kemoterapi bermanfaat untuk membunuh sel kanker, tetapi dapat menimbulkan efek samping yang menurunkan kualitas hidup pasien. Beberapa efek samping yang bisa terjadi akibat prosedur kemoterapi adalah:

  • Mual dan muntah
  • Badan terasa lelah atau lemas
  • Rambut rontok
  • Mudah terkena infeksi
  • Anemia
  • Hilang nafsu makan
  • Perubahan di kulit dan kuku
  • Demam
  • Sariawan atau luka di dalam mulut
  • Sembelit
  • Diare
  • Gangguan konsentrasi dan ingatan
  • Hipogonadisme, yang ditandai dengan penurunan gairah seksual atau sulit hamil

Ada juga sejumlah efek samping yang muncul beberapa bulan atau tahun setelah kemoterapi. Efek samping tersebut dapat berupa timbulnya kanker baru, gangguan jantung, kerusakan paru-paru, gangguan ginjal, dan gangguan saraf tepi (neuropati perifer).

Banyak efek samping kemoterapi yang dapat dicegah dan diobati. Sebagian besar efek samping tersebut akan hilang begitu kemoterapi dihentikan. Kendati demikian, tindakan medis perlu segera dilakukan jika pasien mengalami berbagai keluhan berikut:

  • Nyeri dada
  • Nyeri otot
  • Gusi berdarah atau mimisan
  • Sariawan yang mengakibatkan sulit makan atau minum
  • Diare
  • Muntah terus-menerus
  • Menggigil
  • Sesak napas