Cuti melahirkan bisa dijadikan sebagai momen untuk mempersiapkan persalinan dan merawat Si Kecil pada bulan-bulan pertama kehidupannya. Agar cuti melahirkan berkualitas dan tidak terganggu dengan urusan kantor, ada beberapa hal yang perlu Bumil persiapkan.
Di Indonesia, berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja perempuan berhak mendapat cuti selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan atau sekitar 90 hari kerja.
Meski sudah ditetapkan aturan tersebut, sebagian perusahaan ada yang membebaskan waktu cuti melahirkan kepada karyawannya yang hamil dengan akumulasi cuti yang sama, yaitu 90 hari kerja atau 3 bulan.
Kapan Waktu Tepat Mengambil Cuti Melahirkan?
Tidak ada patokan pasti kapan waktu tepat untuk mengambil cuti melahirkan. Pasalnya, setiap ibu hamil punya pertimbangan tersendiri mengenai kapan sebaiknya cuti melahirkan diambil. Ada yang memutuskan untuk mengambil cuti sejak usia kehamilan 7−8 bulan, ada juga yang baru cuti menjelang hari perkiraan lahir (HPL).
Keputusan untuk mengambil cuti melahirkan biasanya didasari pada kondisi kesehatan dan kesepakatan dengan perusahan tempat Bumil bekerja. Pasalnya, untuk beberapa kondisi, dokter kandungan mungkin untuk menyarankan Bumil mengambil cuti melahirkan sejak beberapa minggu sebelum HPL tiba.
Misalnya, Bumil berisiko untuk mengalami komplikasi kehamilan, maka disarankan untuk cuti lebih awal agar Bumil mendapatkan istirahat yang cukup. Diharap dengan istirahat yang cukup, tubuh menjadi lebih fit sehingga persalinan dapat berjalan lancar dan kesehatan Bumil dan Si Kecil tetap terjaga.
Bagi Bumil yang tidak memiliki keluhan atau gangguan kesehatan, mengambil waktu cuti mendekati hari perkiraan lahir (HPL) mungkin dapat dilakukan. Biasanya ini dipilih karena ada keinginan untuk menghabiskan waktu lebih lama bersama Si Kecil setelah persalinan.
Adapun terkait lamanya waktu cuti, pasal 82 ayat (1) menjelaskan bahwa jika diperlukan, Bumil dapat meminta perpanjangan waktu istirahat dengan melampirkan surat keterangan dokter kandungan sebelum maupun setelah melahirkan.
Surat keterangan dokter kandungan ini bisa dijadikan sebagai lampiran untuk mendapatkan cuti tambahan jika kondisi kesehatan Bumil tidak memungkinkan untuk kembali bekerja, meski masa cuti melahirkan yang ditentukan telah habis.
Apa Saja yang Perlu Dilakukan Sebelum Cuti Melahirkan?
Setiap pekerja tentu ingin waktu cutinya berkualitas dan tidak diganggu oleh pekerjaan, termasuk ketika mengambil cuti melahirkan. Nah, agar Bumil dapat menikmati waktu cuti melahirkan dengan nyaman tanpa meninggalkan sikap profesionalisme dalam bekerja, berikut adalah panduan yang dapat diikuti:
1. Periksa kebijakan perusahaan
Bumil bisa berdiskusi dengan bagian Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Resources (HR) di kantor untuk menanyakan hal-hal seputar cuti melahirkan. Hal ini penting dilakukan karena kebijakan untuk karyawan yang bekerja secara kontrak berbeda dengan yang menjadi pegawai tetap.
Dengan memahami kebijakan perusahaan, Bumil bisa menyesuaikan rencana cuti melahirkan dengan peraturan yang berlaku.
2. Komunikasikan dengan atasan
Jika diperlukan, Bumil dapat berkomunikasi dengan atasan perihal rencana kerja sebelum cuti. Hal ini mencakup peralihan tugas serta tanggung jawab pekerjaan pada karyawan lain yang akan menggantikan.
3. Atur cara kontak selama cuti
Terkadang Bumil masih diperlukan untuk bisa dihubungi selama masa cuti. Pikirkan cara rekan kerja atau atasan untuk menghubungi Bumil ketika diperlukan, tanpa membuat Bumil merasa terganggu.
Misalnya, hanya melalui surat elektronik (surel) atau kontak telepon pada jam-jam tertentu. Selain itu, Bumil juga bisa memasang notifikasi pengingat di surel bahwa Bumil sedang cuti.
4. Siapkan dokumen untuk karyawan pengganti atau rekan kerja
Untuk memudahkan kerja karyawan pengganti dan rekan kerja, Bumil bisa menyiapkan dokumen atau kumpulan catatan yang berkaitan dengan pekerjaan Bumil. Terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya berkelanjutan atau masih dalam proses penyelesaian.
5. Informasikan kepada klien
Jika pekerjaan mengharuskan Bumil untuk sering berinteraksi dengan klien atau pihak ketiga, maka Bumil perlu menginformasikan masa cuti kepada pihak-pihak tersebut. Pastikan mereka tahu siapa yang akan menggantikan Bumil, sehingga rencana mereka akan tetap terlaksana.
6. Bereskan meja
Bumil bisa mulai membereskan meja agar karyawan pengganti Bumil selama cuti dapat bekerja dengan nyaman. Bumil juga bisa membawa pulang barang-barang yang dianggap penting.
7. Cari pengasuh atau tempat penitipan bayi/daycare
Menemukan pengasuh atau daycare yang tepat untuk Si Kecil yang akan lahir bisa jadi perlu waktu panjang. Agar tidak terburu-buru, Bumil bisa memulai pencarian ini lebih awal, sebelum memasuki masa cuti. Dengan begitu, setelah masa cuti melahirkan sudah habis, Bumil sudah tahu ke mana akan mempercayakan pengasuhan Si Kecil.
Untuk yang berencana menitipkan anak di daycare selama pandemi COVID-19, pastikan daycare yang dipilih mempekerjakan pengasuh bersertifikasi dan juga mengikuti protokol kesehatan sesuai dengan arahan dari pemerintah.
Sementara bila ingin mempekerjakan pengasuh pribadi atau babysitter, pastikan bahwa ia dalam keadaan yang sehat. Selama bekerja pun pastikan ia selalu mengikuti protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menggunakan masker, dan membatasi kontak dengan orang lain di luar rumah.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, semoga cuti melahirkan Bumil menjadi nyaman dan pekerjaan di kantor tetap dapat terselesaikan. Selamat mempersiapkan cuti melahirkan ya, Bumil!