Mononukleosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr (EBV). Virus ini menyebar melalui cairan tubuh, terutama air liur. Penyakit ini sering dikenal dengan nama “kissing disease”.

Mononukleosis atau demam kelenjar dapat dialami oleh siapa saja, tetapi lebih sering menyerang remaja. Pada kebanyakan orang, mononukleosis bukan termasuk kondisi serius dan bisa sembuh dengan sendirinya. Namun, jika dibiarkan, gejalanya dapat memburuk dan menghambat aktivitas sehari-hari.

Mononukelosis - alodokter

Penyebab Mononukleosis

Penyebab utama mononukleosis adalah virus Epstein-Barr (EBV). Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan air liur dari orang yang terinfeksi. Selain itu, virus Epstein-Barr juga dapat menular melalui cairan tubuh lain, seperti dahak, darah, sperma, atau cairan vagina. 

Beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan risiko penyebaran mononukleosis adalah:

  • Berciuman
  • Batuk atau bersin
  • Hubungan seksual
  • Menggunakan peralatan makan atau minum yang sama
  • Transfusi darah
  • Transplantasi organ

Selain EBV, mononukleosis juga bisa disebabkan oleh jenis virus lainnya, seperti Cytomegalovirus (CMV), Toxoplasma, HIV, Rubella, Hepatitis (A, B, atau C), dan Adenovirus. Namun, mononukleosis akibat virus-virus tersebut jarang terjadi jika dibandingkan dengan EBV.

Ada beberapa kelompok orang yang rentan terhadap mononukleosis, yaitu:

  • Dewasa muda berusia 15–30 tahun, terutama yang sering melakukan kontak langsung dengan banyak orang dan sibuk beraktivitas
  • Pasien yang mengonsumsi obat imunosupresif
  • Dokter dan perawat

Gejala Mononukleosis

Virus EBV yang masuk ke dalam tubuh akan menetap selama 4–6 minggu sebelum menimbulkan gejala, tetapi hal ini dapat terjadi lebih cepat pada anak-anak. Gejala yang muncul hampir serupa dengan infeksi virus lain, seperti pilek dan flu, sehingga sulit dikenali. 

Gejala mononukleosis sering kali berkembang secara perlahan. Sejumlah gejala yang dapat muncul adalah:

  • Badan terasa lemas dan mudah lelah
  • Demam
  • Radang tenggorokan
  • Pembengkakan kelenjar getah bening di leher, bawah ketiak, dan selangkangan
  • Pembengkakan pada amandel
  • Sakit kepala
  • Ruam kulit
  • Hilang nafsu makan
  • Nyeri otot

Sebagian penderita mononukleosis juga dapat mengalami pembengkakan pada limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali), yang dapat terjadi 2 atau 3 minggu setelah mengalami penyakit ini. Hal ini dapat ditandai dengan nyeri perut.

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala mononukleosis, atau bila gejala tidak kunjung membaik dalam waktu 1–2 minggu, terlebih jika muncul keluhan sulit menelan makanan atau minuman, nyeri perut hebat, atau sesak napas. Dokter mungkin akan menyarankan rawat inap.

Diagnosis Mononukleosis

Untuk mendiagnosis mononukleosis, dokter akan terlebih dahulu mengajukan beberapa pertanyaan berikut:

  • Usia pasien
  • Gejala yang dialami dan durasinya
  • Riwayat kesehatan pasien

Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat tanda yang dialami pasien, misalnya:

  • Pembengkakan amandel
  • Pembengkakan kelenjar getah bening di leher
  • Pembesaran organ limpa dan hati

Dokter juga akan menyarankan pasien untuk menjalani tes darah, seperti:

Hitung darah lengkap

Melalui hitung darah lengkap, dokter dapat mendeteksi beberapa tanda pada pasien yang terinfeksi mononukleosis, seperti:

  • Peningkatan kadar salah satu jenis sel darah putih (limfosit) atau limfositosis
  • Sel limfosit terlihat abnormal
  • Penurunan jumlah sel keping darah (trombosit)
  • Gangguan fungsi hati

Tes monospot (tes antibodi heterofil)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang dihasilkan tubuh sebagai respons dari infeksi virus. Tes ini tidak secara langsung mendeteksi keberadaan antibodi EBV, tetapi antibodi lain yang timbul ketika tubuh terinfeksi EBV.

Tes monospot dilakukan antara minggu ke–2 dan ke–4 sejak gejala muncul. Hal ini karena pada minggu-minggu awal terjadinya infeksi, antibodi belum terbentuk secara sempurna.

Tes antibodi EBV

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan antibodi spesifik terhadap virus EBV. Tes ini dapat dilakukan pada minggu pertama ketika muncul gejala, tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya.

Pengobatan Mononukleosis

Mononukleosis tidak memerlukan tindakan medis karena penyakit ini umumnya dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu. 

Meski begitu, ada berbagai upaya mandiri yang perlu Anda lakukan di rumah untuk membantu meredakan gejala penyakit ini, yaitu:

  • Beristirahat yang cukup
    Istirahat yang cukup dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu tubuh melawan infeksi. Perbanyak istirahat, terutama pada minggu ke-1 sampai ke-2 sejak gejala awal muncul.
  • Mencukupi kebutuhan cairan tubuh
    Banyak minum air putih dapat membantu meredakan demam, mengatasi radang tenggorokan, dan mencegah dehidrasi.
  • Menghindari aktivitas berat
    Aktivitas berat dapat memberi banyak tekanan pada limpa yang bengkak. Akibatnya, limfa tersebut berisiko lebih besar untuk pecah. Untuk itu, hindari aktivitas berat selama 4 minggu setelah terdiagnosis mononukleosis.
  • Berkumur dengan air garam
    Berkumur dengan air garam beberapa kali dalam sehari dapat meredakan sakit tenggorokan. Caranya adalah dengan melarutkan 1/4 sendok teh garam ke dalam segelas air hangat.
  • Melakukan kompres dingin atau panas
    Kompres dingin atau panas dapat dilakukan untuk meredakan gejala pegal atau nyeri otot. Namun, jika gejala tidak juga mereda, lakukan pemeriksaan ke dokter.
  • Menghindari konsumsi minuman beralkohol
    Konsumsi minuman beralkohol dapat memperburuk gangguan pada fungsi hati. Oleh sebab itu, kebiasaan tersebut harus dihindari.

Selain upaya mandiri di atas, dokter juga akan meresepkan obat untuk meredakan gejala yang dialami pasien, yaitu:

  • Obat pereda nyeri, seperti paracetamol atau ibuprofen, untuk meredakan nyeri otot dan demam
  • Kortikosteroid, untuk meredakan pembengkakan pada amandel dan peradangan di tenggorokan

Penting untuk diingat, jangan mengonsumsi aspirin tanpa seizin dokter. Penggunaan aspirin yang tidak disertai anjuran dokter dapat memicu sindrom Reye. Kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan hati, bahkan kematian.

Perlu diketahui bahwa virus EBV akan tetap berada di dalam tubuh meski penderita telah dinyatakan sembuh dari mononukleosis, hanya saja dalam kondisi yang tidak aktif. Namun, virus ini dapat aktif kembali dan menular ke orang lain jika daya tahan tubuh penderitanya menurun. 

Komplikasi Mononukleosis

Mononukleosis bukan penyakit yang serius. Namun, pada kasus yang jarang terjadi, komplikasi dapat terjadi pada penderita yang daya tahan tubuhnya lemah, misalnya karena menderita HIV/AIDS atau sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat mononukleosis antara lain:

  • Gangguan pernapasan
    Pembengkakan amandel (tonsillitis) pada penderita mononukelosis berisiko menyebabkan penyempitan di saluran pernapasan sehingga menyebabkan penderitanya sulit bernapas.
  • Robekan pada limpa
    Mononukleosis dapat menyebabkan organ limpa membengkak. Pada kasus yang parah, kondisi tersebut bisa mengakibatkan limpa robek. Hal ini akan menyebabkan perdarahan di dalam perut dan dapat membahayakan nyawa penderitanya.
  • Peradangan hati
    Penderita mononukleosis berisiko mengalami peradangan hati (hepatitis), yang ditandai dengan penyakit kuning (jaundice).
  • Penurunan jumlah sel darah dalam tubuh
    Kekurangan sel darah merah (anemia hemolitik) dapat menyebabkan sesak napas dan kelelahan. Sementara penurunan jumlah sel keping darah (trombositopenia) bisa menyebabkan tubuh rentan mengalami perdarahan.
  • Gangguan jantung
    Penderita mononukleosis dapat mengalami gangguan pada jantung, seperti peradangan pada otot jantung (miokarditis) yang dapat menyebabkan nyeri dada, sesak napas, atau gangguan irama jantung (aritmia).
  • Gangguan saraf
    Contoh gangguan saraf yang dapat terjadi akibat mononukleosis antara lain sindrom Guillain-Barré, radang selaput otak (meningitis)multiple sclerosis, radang otak (ensefalitis), dan kejang.

Pencegahan Mononukleosis

Mononukleosis sulit dicegah karena belum ada vaksin untuk penyakit ini. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit ini adalah menghindari kontak langsung dengan penderita. 

Berikut ini adalah beberapa hal yang yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terinfeksi mononukleosis:

  • Tidak berciuman dengan penderita 
  • Tidak berbagi pakai sikat gigi atau peralatan makan dan minum dengan penderita 
  • Menghindari percikan air liur ketika penderita batuk atau bersin
  • Menggunakan kondom setiap berhubungan seksual
  • Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan sehat, berolahraga teratur, dan tidur yang cukup
  • Mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air mengalir
  • Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala