Antenatal care (ANC) merupakan pemeriksaan kehamilan yang penting dilakukan untuk mengoptimalkan kesehatan ibu hamil dan janin. Dengan melakukan antenatal care secara rutin, dokter dapat memantau kondisi kesehatan ibu hamil dan janin.
Selama pemeriksaan antenatal care, dokter atau bidan tidak hanya fokus dalam perawatan kesehatan di masa kehamilan, tetapi juga di masa setelah melahirkan (postpartum). Pemeriksaan antenatal care juga bertujuan untuk mencegah terjadinya baby blues maupun depresi postpartum.
Tujuan Antenatal Care
Selain memantau kondisi kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang janin, berikut ini adalah beberapa tujuan melakukan antenatal care secara rutin:
- Mengetahui adanya komplikasi kehamilan yang mungkin dialami di masa kehamilan, termasuk adanya riwayat penyakit dan operasi
- Mempersiapkan proses persalinan hingga ibu dapat melahirkan bayi lahir dengan sehat dan selamat.
- Mencegah terjadinya risiko komplikasi maupun kematian ibu saat proses persalinan
- Mempersiapkan ibu untuk melewati masa nifas dengan baik serta dapat memberikan ASI eksklusif pada bayi
- Mempersiapkan perubahan peran sebagai ibu, serta kesiapan keluarga dalam mengasuh anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal
Antenatal care idealnya dilakukan setiap 4 minggu sekali pada usia kehamilan 4–28 minggu, setiap 2 minggu sekali pada usia kehamilan 28–36 minggu, dan setiap minggu ketika sudah memasuki usia kehamilan 36–40 minggu.
Jika disimpulkan, ibu hamil setidaknya harus melakukan antenatal care sebanyak 6 kali, yaitu 1 kali pada trimester pertama, 2 kali pada trimester kedua, dan 3 kali pada trimester ketiga.
yaitu 1 kali pada trimester pertama, 2 kali pada trimester kedua, dan 3 kali pada trimester ketiga.
Pelayanan Standar Selama Antenatal Care
Di Indonesia, proses antenatal care memiliki pelayanan standar yang dikenal dengan istilah “10 T”. Berikut ini adalah penjelasan pelayanan standar 10 T beserta tujuan pemeriksaannya:
1. Timbang berat badan
Menimbang berat badan penting dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan janin.
Selain itu, tinggi badan ibu hamil juga akan diukur pada pemeriksaan antenatal care pertama untuk mengetahui ada atau tidaknya faktor risiko penyulit persalinan yang mungkin terjadi. Misalnya, tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm bisa meningkatkan risiko terjadinya cephalopelvic disproportion (CPD).
2. Cek tekanan darah
Pengukuran tekanan darah di awal antenatal care dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya risiko preeklamsia yang berbahaya untuk kehamilan. Kondisi tersebut dapat terjadi ketika tekanan darah ibu hamil lebih dari 140/90 mmHg, padahal tekanan darah normal adalah dalam kisaran 90–120/60–80 mmHg.
3. Tentukan nilai status gizi dengan pengukuran lingkar lengan atas
Pengukuran ini hanya dilakukan 1 kali, yaitu pada trimester pertama. Nilai normal lingkar lengan atas (LILA) kurang dari 23,5 cm, ibu hamil kemungkinan mengalami kekurangan energi kronis (KEK) yang dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
4. Tinggi fundus uteri (puncak rahim)
Mengukur tinggi fundus uteri biasanya dilakukan sebagai perkiraan perkembangan bayi di dalam kandungan. Tinggi fundus normal pada ibu hamil adalah sesuai dengan usia kehamilan.
5. Tentukan presentasi dan denyut jantung janin
Penentuan posisi janin baru bisa dilakukan setidaknya pada akhir trimester kedua. Pemeriksaan ini penting dilakukan, terutama saat menjelang waktu persalinan, untuk memastikan apakah kepala janin sudah masuk panggul atau belum.
Mengukur denyut jantung janin juga menjadi bagian penting dari antenatal care yang berguna untuk mendeteksi gawat janin. Pemeriksaan denyut jantung dan presentasi janin dapat dilakukan secara bersamaan saat pemeriksaan USG.
6. Vaksinasi tetanus
Pemberian vaksin tetanus toxoid juga penting dilakukan untuk membangun kekebalan tubuh ibu hamil terhadap infeksi tetanus. Pemberian vaksin ini biasanya akan disesuaikan dengan status imunisasi ibu hamil yang diskrining saat antenatal care pertama kali dilakukan.
7. Pemberian tablet zat besi
Pemberian tablet zat besi atau tablet tambah darah juga dilakukan sebagai upaya pencegahan anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi minimal 60 tablet zat besi selama kehamilan.
8. Tes atau pemeriksaan laboratorium
Selain melakukan pemeriksaan tes darah lengkap, ibu hamil mungkin juga perlu melakukan serangkaian pemeriksaan laboratorium, mulai dari golongan darah, resus, hemoglobin, protein dalam urin, kadar gula darah, hingga pemeriksaan sifilis dan HIV.
9. Tata laksana atau penanganan khusus
Jika selama antenatal care ditemukan kelainan atau masalah kehamilan, dokter mungkin akan memberikan penanganan yang sesuai dengan kondisi tersebut, termasuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
10. Konseling
Setiap kali kunjungan antenatal care, ibu hamil bisa melakukan konseling mengenai kesehatan bayi dalam kandungan dan berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan. Konseling ini juga bisa dilakukan secara online melalui Chat Bersama Dokter, lho.
Beberapa hal yang dapat ibu hamil tanyakan selama konseling adalah penerapan pola hidup bersih dan sehat selama mengandung, pemenuhan asupan gizi seimbang, mengenali tanda maupun gejala bahaya pada kehamilan, perencanaan persalinan, hingga pemilihan KB pascapersalinan.
Dengan demikian, antenatal care tidak hanya berperan penting dalam memastikan kehamilan yang sehat, tetapi juga dalam mempersiapkan ibu secara fisik dan mental menghadapi persalinan dan masa pascapersalinan. Rutin melakukan antenatal care dapat memberikan dukungan menyeluruh bagi kesehatan ibu dan janin, serta mencegah komplikasi yang dapat berdampak pada kesehatan keduanya.