Tes HIV bertujuan untuk mendeteksi infeksi HIV di dalam tubuh seseorang. Tes ini bisa dilakukan pada siapa saja, terutama pada orang yang berisiko tinggi terkena HIV, misalnya yang pernah berhubungan intim tanpa pengaman. Tes HIV penting dilakukan untuk deteksi dini dan pengobatan HIV serta mencegah infeksi HIV berkembang menjadi AIDS.

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sel-sel sistem kekebalan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit. Ketika jumlah sel-sel tersebut rusak dan berkurang, tubuh akan mudah terkena infeksi dan penyakit lainnya, misalnya kanker.

Tes HIV dan Hal-hal Penting yang Ada di Dalamnya - Alodokter

Infeksi HIV merupakan penyakit yang berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, tes HIV sangat disarankan pada kelompok yang berisiko terkena penyakit HIV. Makin cepat infeksi HIV terdeteksi, makin baik pula pengendalian virus HIV di dalam tubuh.

Tujuan dan Indikasi Tes HIV

Tes HIV perlu dilakukan pada seseorang yang berisiko tinggi terkena HIV, seperti:

  • Bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK)
  • Menyalahgunakan narkoba, terutama narkoba suntikan dengan jarum suntik yang tidak steril
  • Menderita infeksi menular seksual
  • Pernah berhubungan seksual dengan penderita HIV
  • Sering berganti pasangan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual
  • Menjalani transfusi darah secara rutin
  • Pernah menggunakan jarum tato yang tidak steril

Selain pada beberapa orang di atas, tes HIV juga perlu dilakukan pada bayi yang terlahir dari ibu penderita HIV/AIDS, serta bayi yang mengalami malnutrisi berat, infeksi TBC, atau mengalami tanda dan gejala HIV.

Berdasarkan rekomendasi WHO, tes HIV bisa dilakukan di wilayah dengan angka kejadian HIV yang tinggi atau rendah. Di wilayah dengan angka kejadian tinggi, tes HIV harus dilakukan pada:

  • Semua orang yang mengunjungi fasilitas kesehatan
  • Pasangan yang akan menikah, telah berpisah, serta memiliki pasangan yang menderita HIV
  • Ibu hamil
  • Orang dewasa yang aktif berhubungan seksual
  • Petugas medis

Sementara di wilayah dengan angka kejadian rendah, tes HIV dapat dilakukan pada seseorang yang mengalami kondisi berikut:

  • Mengalami tanda dan gejala HIV
  • Memiliki pasangan yang menderita HIV/AIDS
  • Aktif secara seksual dan sering berganti-ganti pasangan

Selain kondisi-kondisi di atas, tes HIV juga boleh dilakukan atas inisiatif dan permintaan pasien sendiri. Tes HIV secara sukarela ini merupakan bagian dari program voluntary counselling and testing (VCT).

Peringatan dan Larangan Tes HIV

Ada beberapa hal yang dapat memengaruhi hasil tes HIV, yaitu:

  • Menjalani tes ketika masih berada di masa jendela (window period), yaitu ketika antibodi terhadap HIV belum terbentuk
  • Menderita gangguan kesehatan, seperti penyakit autoimun, leukemia, atau sifilis
  • Belum lama menjalani vaksinasi
  • Mengonsumsi obat kortikosteroid

Beberapa kondisi di atas dapat membuat hasil tes HIV positif walaupun pasien tidak terinfeksi HIV (positif palsu). Sebaliknya, hasil tes HIV juga bisa negatif meski pasien terinfeksi HIV (negatif palsu).

Sebelum Tes HIV

Umumnya, pasien tidak memerlukan persiapan khusus untuk menjalani tes HIV. Akan tetapi, dokter dapat melakukan sesi konseling sebelum dan setelah tes untuk membahas beberapa hal di bawah ini:

  • Prosedur tes HIV yang akan dilakukan, interpretasi hasil tes, dan tes jenis lain yang mungkin dilakukan
  • Diagnosis infeksi HIV yang dapat memengaruhi pandangan sosial, emosional, profesional, dan finansial pasien
  • Berbagai manfaat diagnosis dan pengobatan sejak dini.

Pasien juga perlu memberi tahu dokter jika mengalami kondisi mudah memar atau gangguan perdarahan, seperti hemofilia, sebelum menjalani tes HIV. Hal ini untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping setelah tes.

Di luar dua kondisi di atas, pasien juga harus memberi tahu dokter sebelum menjalani tes HIV apabila sedang mengonsumsi obat pengencer darah atau antikoagulan, seperti aspirin dan warfarin.

Jenis Tes HIV

Terdapat beragam jenis tes HIV. Meski begitu, tidak ada tes HIV yang sempurna. Oleh karena itu, terkadang perlu dilakukan beberapa tes atau mengulang tes untuk memastikan diagnosis.

Secara umum, ada tiga jenis utama tes HIV, yaitu:

Tes antibodi

Tes HIV ini dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV dalam darah. Antibodi HIV adalah protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respons terhadap infeksi HIV, biasanya 1–3 bulan setelah terinfeksi. Umumnya, tes ini digunakan untuk skrining awal.

Tes antibodi terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

  • ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
    ELISA dilakukan dengan memasukkan sampel darah ke dalam wadah yang berisi antigen HIV. Jika darah mengandung antibodi HIV, warna darah akan mengalami perubahan.
  • Rapid HIV test
    Secara prosedur, rapid HIV test hampir sama dengan ELISA. Bahkan, tes ini cenderung lebih mudah dilakukan. Hasil tes pun dapat keluar pada hari yang sama. Hanya saja, rapid HIV test memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah, sehingga memerlukan tes lanjutan.

Umumnya, tes HIV yang mendeteksi antibodi HIV memerlukan tes lanjutan (confirmatory assay) untuk memperkuat hasil tes. Selain untuk mengonfirmasi hasil tes, confirmatory assay juga dilakukan untuk membedakan jenis virus HIV, yaitu HIV-1 atau HIV-2.

Tes PCR (polymerase chain reaction)

Tes PCR digunakan untuk mendeteksi materi genetik (RNA atau DNA) HIV dalam darah. Sama seperti tes antibodi, tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk kemudian diperiksa lebih lanjut di laboratorium.

Tes PCR adalah tes HIV yang paling akurat. Tes ini bahkan bisa mendeteksi infeksi HIV walaupun sistem kekebalan tubuh belum memproduksi antibodi terhadap virus tersebut. Namun, tes ini jarang digunakan karena memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang lebih lama.

Tes kombinasi antibodi-antigen (Ab-Ag test)

Ab-Ag test dilakukan untuk mendeteksi antigen HIV yang dikenal dengan p24 dan/atau antibodi HIV-1 atau HIV-2. Antigen dalam darah bisa didapatkan lebih cepat daripada antibodi. Oleh karena itu, tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi HIV sekitar 2–6 minggu setelah waktu perkiraan infeksi.

Prosedur Tes HIV

Tes HIV umumnya dilakukan melalui prosedur pengambilan sampel darah. Tes ini hanya memakan waktu kurang dari 5 menit. Pengambilan sampel darah biasanya dilakukan di lipatan siku. Berikut ini adalah langkah-langkah yang akan dilakukan dokter dalam pengambilan sampel darah:

  • Mengikat lengan atas pasien untuk membendung aliran darah sehingga pembuluh darah di sekitar ikatan lebih terlihat dan mudah untuk ditusuk
  • Membersihkan area kulit yang akan ditusuk jarum suntik dengan menggunakan alkohol
  • Menusukkan jarum yang terhubung dengan tabung penampung darah ke pembuluh darah vena pasien
  • Melepaskan tali elastis dari lengan pasien jika jumlah darah yang diambil sudah cukup
  • Meminta pasien untuk menekan area suntikan dengan kapas atau kain kasa beralkohol ketika jarum dikeluarkan agar perdarahan berhenti
  • Menutup area suntikan dengan perban atau plester luka

Hasil Tes HIV dan Setelah Tes HIV

Sampel darah yang telah diambil dokter akan dianalisis di laboratorium. Tergantung pada jenis tes yang dilakukan, hasil tes HIV bisa keluar dalam beberapa hari hingga beberapa minggu.

Hasil tes HIV bisa berupa negatif, positif, atau tidak dapat ditentukan. Berikut ini adalah penjelasannya:

1. Negatif

Hasil tes HIV dapat dikatakan negatif jika tidak ditemukan antibodi, antigen, atau materi genetik HIV di dalam darah pasien.

2. Positif

Sebaliknya dari hasil negatif, hasil tes HIV dapat dikatakan positif jika ditemukan antibodi, antigen, atau materi genetik HIV di dalam darah pasien.

3. Tidak dapat ditentukan (indeterminate result)

Pada beberapa kasus, hasil tes HIV tidak secara jelas menunjukkan pasien terinfeksi HIV atau tidak. Kondisi ini dapat terjadi ketika antibodi HIV belum berkembang atau ketika jenis antibodi lain mengganggu hasil tes.

Jika ini terjadi, tes PCR dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis. Pasien yang tetap memiliki hasil tes tidak tentu selama 6 bulan atau lebih disebut stable indeterminate dan dianggap tidak terinfeksi HIV.

Perlu diketahui, hasil tes HIV yang negatif bukan berarti pasien tidak terinfeksi HIV. Pasien mungkin masih dalam masa inkubasi virus atau dalam masa jendela (window period). Dokter akan menganjurkan pasien untuk menjalani tes ulang 3 bulan setelah tes pertama, terutama jika pasien termasuk yang berisiko terinfeksi HIV.

Jika tes HIV ulang tetap menunjukkan hasil negatif, pasien dapat dinyatakan tidak terinfeksi HIV. Namun, dokter mungkin akan menyarankan tes HIV secara berkala untuk mendeteksi infeksi HIV secara dini.

Jika pasien dinyatakan positif terinfeksi HIV, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, seperti:

  • Pemeriksaan CD4, untuk menghitung jumlah sel kekebalan tubuh bernama CD4 yang dapat menurun akibat infeksi HIV
  • Viral load, untuk menghitung jumlah virus HIV di dalam tubuh

Berdasarkan hasil dua pemeriksaan lanjutan tersebut, dokter dapat menentukan dan merencanakan langkah serta jenis pengobatan yang tepat bagi pasien.

Selain itu, ada beberapa langkah awal yang akan dianjurkan dokter setelah pasien terdiagnosis HIV, yaitu:

  • Berdiskusi dengan sesama penderita HIV untuk membantu beradaptasi dengan kondisi yang dialami
  • Mengonsumsi obat antiretroviral (ART) untuk menghambat perkembangan HIV, melindungi sistem imunitas tubuh, dan menekan risiko penularan kepada orang lain
  • Menjalani tes lanjutan untuk mendeteksi dan mencegah kemungkinan adanya infeksi menular seksual lain
  • Meminta pasangan untuk menjalani tes HIV
  • Memakai kondom ketika berhubungan seksual dengan pasangan

Komplikasi atau Efek Samping Tes HIV

Prosedur pengambilan darah untuk tes HIV umumnya aman dan jarang menimbulkan efek samping. Apabila ada, pasien mungkin hanya mengalami efek samping ringan, seperti:

  • Pusing atau sakit kepala
  • Memar kecil (hematoma) di area suntikan
  • Lengan terasa mati rasa dan lemas
  • Bengkak, panas, dan nyeri di area bekas suntikan

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami beberapa kondisi di atas.