Sawan adalah kondisi ketika seseorang mengalami kejang akibat adanya aktivitas listrik yang tidak normal pada otak. Kondisi ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan biasanya ditandai dengan gerakan tubuh yang tidak terkendali, tatapan kosong, hingga penurunan kesadaran.
Sawan bisa dialami oleh siapa saja dan memerlukan penanganan yang tepat agar tidak menimbulkan komplikasi serius. Kondisi ini erat kaitannya dengan gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penting untuk memahami penyebab, gejala, dan cara menanganinya.

Di Indonesia, sawan adalah kondisi yang sering dikaitkan dengan kejang demam pada anak. Padahal, sawan juga dapat terjadi pada orang dewasa akibat kondisi medis tertentu.
Gejala Sawan yang Perlu Diketahui
Gejala sawan bisa berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada bagian otak yang terganggu serta penyebabnya. Berikut ini beberapa gejala sawan yang umum terjadi:
- Gerakan tubuh tersentak atau kaku secara tiba-tiba dan tidak terkendali
- Tatapan kosong dan tidak merespons lingkungan sekitar
- Menggigit lidah atau mengeluarkan air liur secara berlebihan
- Kehilangan kesadaran untuk sementara waktu
- Bingung atau linglung setelah kejang berhenti
Pada anak-anak, sawan sering kali terjadi setelah demam tinggi. Kondisi ini dikenal sebagai kejang demam atau step. Selain gejala utama di atas, penderita sawan kadang juga mengalami buang air kecil atau besar tanpa disadari.
Inilah Beberapa Penyebab Sawan
Sawan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang memengaruhi otak. Beberapa penyebab sawan yang sering ditemukan, antara lain:
1. Epilepsi
Epilepsi terjadi karena gangguan listrik pada otak, sehingga sawan muncul berulang kali tanpa penyebab yang jelas. Kondisi ini bisa disebabkan karena faktor keturunan, cedera otak, atau infeksi yang pernah terjadi sebelumnya. Penderitanya sering memerlukan pengobatan jangka panjang agar kejang dapat dikendalikan.
2. Demam tinggi
Pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun, demam tinggi akibat infeksi bisa memicu sawan, yang dikenal sebagai kejang demam atau step. Kejang biasanya berlangsung singkat dan berhenti sendiri saat suhu tubuh mulai turun. Kondisi ini tidak selalu membahayakan, tetapi tetap perlu diawasi.
3. Cedera kepala atau otak
Benturan keras, jatuh, atau kecelakaan yang mengenai kepala dapat merusak jaringan otak dan memicu sawan. Sawan bisa terjadi segera setelah cedera atau muncul beberapa hari kemudian, tergantung tingkat kerusakan otak. Cedera berat juga bisa meningkatkan risiko sawan di masa depan.
Selain menyebabkan sawan, cedera kepala berat atau cedera otak juga bisa menimbulkan gejala lain, seperti mual muntah, sakit kepala, penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak, hingga koma atau kelumpuhan.
4. Infeksi otak
Infeksi akibat virus atau bakteri yang menyerang otak (ensefalitis) atau selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan peradangan hebat. Gejalanya meliputi demam, sakit kepala, leher kaku, dan sawan secara tiba-tiba. Kondisi ini membutuhkan penanganan medis segera.
Selain itu, di Indonesia, beberapa infeksi lain yang dapat menyebabkan sawan adalah infeksi Toxoplasma (toksoplasmosis), malaria, tuberkulosis otak (meningitis TB), cacingan pada otak, sifilis pada otak (neurosifilis), serta HIV.
Beberapa penyakit tersebut bisa menimbulkan beberapa gejala lain, meliputi demam tinggi yang berkepanjangan, sakit kepala berat, penurunan kesadaran, kekakuan pada leher, serta gangguan penglihatan.
5. Gangguan metabolik
Ketidakseimbangan zat kimia tubuh, seperti gula darah sangat rendah (hipoglikemia), kadar natrium rendah atau tinggi, gangguan ginjal, serta gangguan hati, dapat memengaruhi fungsi otak. Akibatnya, aktivitas listrik otak menjadi tidak stabil dan sawan pun bisa terjadi.
6. Stroke
Stroke membuat pasokan darah ke otak terhambat, baik karena adanya sumbatan di pembuluh darah otak (stroke iskemik) atau karena pecahnya pembuluh darah otak (stroke hemoragik).
Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan mendadak pada sel otak, sehingga memicu sawan, terutama pada orang dewasa atau lansia. Sawan terkadang menjadi gejala awal dari stroke, terutama jika disertai kelemahan salah satu sisi tubuh, bicara pelo, atau penurunan kesadaran.
7. Tumor otak
Tumor menekan jaringan otak sehingga dapat merusak sel-sel otak dan memicu sawan. Tumor otak dapat memunculkan sawan sebagai salah satu gejala pertama sebelum gejala lain muncul, seperti sakit kepala berkepanjangan, perubahan perilaku, atau gangguan fungsi saraf lainnya.
8. Efek samping obat, keracunan, atau putus obat
Beberapa obat, seperti antibiotik atau obat kejiwaan, dan zat berbahaya seperti racun, dapat mengganggu kerja otak. Selain itu, menghentikan konsumsi alkohol atau narkoba secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan sawan sebagai bagian dari gejala putus obat.
9. Kelainan genetik atau struktur otak
Beberapa orang memiliki kelainan bawaan atau kelainan struktur pada otak, yang membuat mereka lebih rentan mengalami sawan sejak kecil. Misalnya, adanya malformasi otak atau sindrom genetik tertentu yang dapat meningkatkan risiko kejang.
10. Halusinasi dan psikosis
Gangguan psikologis yang berat, seperti halusinasi dan psikosis, juga dapat memengaruhi aktivitas otak. Kondisi ini bisa menimbulkan perubahan perilaku, disorientasi, hingga pada kasus yang ekstrem menyebabkan sawan. Ini bisa saja terjadi pada beberapa kondisi, seperti epilepsi dan skizofrenia.
Jika seseorang mengalami perubahan perilaku yang drastis, sering bicara atau tertawa sendiri, atau melihat dan merasakan hal-hal yang tidak nyata, sebaiknya segera periksakan ke dokter karena hal tersebut menandakan adanya gangguan saraf yang lebih berat.
Pertolongan Pertama Mengatasi Sawan
Pertolongan pertama yang tepat sangat penting untuk mencegah cedera saat seseorang mengalami sawan. Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan ketika menghadapi seseorang yang sedang sawan:
- Pastikan penderita berada di tempat yang aman dan jauhkan dari benda-benda berbahaya.
- Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi agar jalan napas tetap terbuka dan mencegah tersedak.
- Jangan memasukkan benda apa pun ke dalam mulut penderita, termasuk jari, sendok, atau kain.
- Longgarkan pakaian di sekitar leher agar pernapasan tidak terhambat.
- Catat durasi terjadinya sawan, terutama jika berlangsung lebih dari 5 menit.
Setelah sawan berhenti, biarkan penderita beristirahat di tempat yang aman. Jangan memandikan penderita atau memberikan minum/makan segera setelah kejang. Jika sawan berlangsung lama atau terjadi untuk pertama kali, segera bawa penderita ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.
Selain itu, Anda harus segera membawa penderitanya ke IGD rumah sakit terdekat jika sawan:
- Berlangsung lebih dari 5 menit
- Terjadi berulang kali dalam waktu dekat, tanpa penderita sadar sepenuhnya di antara kejang
- Disertai kesulitan bernapas atau wajah membiru
- Pertama kali terjadi pada usia dewasa
- Terjadi setelah cedera kepala berat atau jatuh keras
Anda juga bisa memanfaatkan fitur Chat Bersama Dokter di aplikasi ALODOKTER untuk konsultasi lebih lanjut, serta akses buat janji dokter jika butuh pemeriksaan fisik atau penanganan langsung di fasilitas kesehatan.
Jika sawan tidak segera ditangani atau sering terjadi, penderitanya berisiko mengalami komplikasi berupa cedera fisik, gangguan belajar, konsentrasi, dan perilaku, kerusakan otak permanen, atau status epileptikus.
Sawan adalah kondisi yang membutuhkan evaluasi dan penanganan yang sesuai. Oleh karena itu, jika Anda atau anggota keluarga mengalami sawan, jangan ragu untuk segera mencari bantuan medis.