Zat aditif kerap ditambahkan ke dalam berbagai jenis makanan olahan sebagai penambah cita rasa atau pengawet makanan. Meski memiliki beragam fungsi, konsumsi makanan dengan kandungan zat ini sebaiknya dibatasi karena dapat berbahaya bagi kesehatan, terutama bila dikonsumsi berlebihan.

Zat aditif merupakan zat yang ditambahkan ke dalam makanan selama atau setelah proses pengolahan makanan. Penambahan zat ini umumnya dilakukan guna mengawetkan, menambah cita rasa, memperbaiki tesktur, atau mempercantik tampilan makanan.

7 Zat Aditif pada Makanan yang Perlu Dihindari - Alodokter

Jenis zat aditif yang digunakan pun beragam, bahkan vitamin dan mineral juga bisa termasuk dalam zat aditif. Vitamin atau mineral kerap ditambahkan dengan alasan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi makanan tertentu.

Zat Aditif yang Sebaiknya Dihindari

Meski ada beberapa zat aditif yang bermanfaat untuk meningkatkan asupan gizi, sebagian zat ini dinilai berbahaya jika dikonsumsi secara terus-menerus dan berlebihan.

Berikut ini adalah beberapa zat aditif yang sering digunakan dalam pembuatan makanan beserta potensi bahayanya terhadap kesehatan:

1. Pengawet

Berdasarkan penelitian, zat aditif atau bahan kimia yang ditambahkan agar makanan dapat bertahan lama, seperti benzoat, nitrat, dan sulfit, diduga dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan bila dikonsumsi secara berlebihan.

Berbagai gangguan kesehatan dari zat pengawet meliputi peningkatan bahaya oksidasi, risiko kanker, reaksi alergi, dan nafsu makan bertambah.

2. MSG atau monosodium glutamate

Beberapa penelitian mengemukakan adanya efek negatif dari konsumsi MSG bagi kesehatan. Sebagian orang dapat lebih sensitif terhadap zat aditif ini, sehingga pada kadar tertentu, MSG bisa menyebabkan sakit kepala, keringat berlebih, dan mati rasa.

Selain itu, zat aditif yang membuat makanan terasa gurih ini juga sering kali dikaitkan dengan peningkatan risiko kenaikan berat badan dan sindrom metabolik.

3. Sirop jagung tinggi fruktosa

Sirop jagung tinggi fruktosa merupakan pemanis yang sering digunakan dalam produk makanan dan minuman kemasan, seperti minuman bersoda, kue, dan permen.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila dikonsums secarai berlebihan, zat aditif ini dapat menurunkan fungsi hormon insulin, serta meningkatkan risiko obesitas dan tekanan darah tinggi.

4. Pemanis buatan

Pemanis buatan, seperti aspartam, sering kali ditemukan di dalam permen karet, sereal, agar-agar, dan minuman bersoda.

Berdasarkan hasil uji klinis pada hewan, pemanis buatan bisa memicu kanker jika dikonsumsi secara berlebihan. Selain itu, konsumsi aspartam berlebihan juga diduga bisa memicu gejala depresi pada orang yang memiliki gangguan mood.

5. Sodium nitrat

Zat aditif ini sering kali digunakan sebagai bahan pengawet, penyedap, sekaligus pemberi warna kemerahan pada daging olahan. Ketika dipanaskan, sodium nitrat akan berubah menjadi nitrosamine, yang dianggap sebagai pemicu risiko kanker di saluran cerna.

6. Gula

Meski zat tambahan yang digunakan dalam pengolahan makanan adalah gula alami, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan, gula juga bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Alasannya, konsumsi gula secara berlebih dan terus-menerus, dapat menimbulkan diabetes, obesitas, serta penyakit jantung.

7. Garam

Garam atau sodium sangat umum ditambahkan pada makanan sebagai pemberi rasa asin. Selain fungsinya sebagai pemanis makanan, mengonsumsi banyak garam juga dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan berupa meningkatnya risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan diabetes.

Beragam jenis zat aditif dalam makanan memang bisa menyebabkan masalah kesehatan. Namun, perlu diingat pula bahwa faktor gaya hidup yang buruk juga mengurangi timbulnya berbagai penyakit.

Oleh karena itu, mulailah untuk menjalani pola hidup sehat, seperti berolahraga rutin, mencukupi waktu tidur, mengelola stres dengan baik, menghindari kebiasaan merokok, dan mengurangi konsumsi minuman beralkohol.

Selain itu, dalam rangka mengurangi zat aditif dalam makanan, konsumsi makanan yang diolah sendiri lebih disarankan daripada makanan olahan atau cepat saji. Dengan mengolah makanan sendiri, Anda bisa menentukan seberapa banyak bahan atau porsi makanan yang diperlukan sesuai kondisi tubuh.

Agar lebih tepat dalam mencegah asupan zat aditif berbahaya dan memenuhi asupan nutrisi sesuai kebutuhan, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu.