Terapi oksigen biasanya diberikan kepada orang yang menderita penyakit atau gangguan pernapasan, dan salah satunya adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Metode pengobatan ini bertujuan untuk memberikan oksigen tambahan sehingga memudahkan penderitanya bernapas.

Terapi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan selang yang ditempatkan di depan hidung, sungkup yang menutupi hidung dan mulut, atau selang yang dipasang secara khusus melalui trakeostomi, yaitu prosedur operasi di tenggorokan.

Terapi Oksigen untuk Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis - Alodokter

Selang tersebut dapat dihubungkan ke sumber oksigen sesuai kebutuhan, misalnya tabung oksigen, CPAP, atau ventilator. Terapi ini umumnya dilakukan bila kadar oksigen dalam darah berada di bawah batas normal.

Kadar oksigen darah yang normal berkisar antara 95–100%. Apabila kadarnya di bawah 90% dalam waktu lama, hal ini bisa mengganggu fungsi tubuh dan menimbulkan kerusakan organ.

Alasan Penderita PPOK Membutuhkan Terapi Oksigen

Salah satu gangguan pernapasan yang memerlukan terapi oksigen adalah penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK, yaitu peradangan di paru-paru yang bisa kian memburuk seiring berjalannya waktu.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok, paparan polusi udara atau zat kimia berbahaya, faktor genetik, atau asma berulang yang tidak terkontrol dengan baik.

Hal tersebut dapat memicu peradangan di saluran napas yang membuat saluran menjadi bengkak, produksi lendir bertambah, serta kantung udara di paru-paru menjadi rusak secara permanen. Kondisi ini menyebabkan oksigen sulit masuk ke dalam tubuh dan penderitanya mengalami sesak napas.

Melalui terapi oksigen, penderita PPOK akan memperoleh jumlah oksigen yang lebih banyak sehingga kadar oksigen tubuh dapat terpenuhi dan terhindar dari risiko terjadinya gangguan fungsi organ akibat kekurangan oksigen.

Pemberian Terapi Oksigen untuk Mengobati PPOK

Untuk menentukan perlu atau tidaknya terapi oksigen, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menilai kadar oksigen di dalam darah menggunakan alat oximeter atau analisis gas darah.

Terapi oksigen umumnya dilakukan ketika kadar oksigen darah 92% atau di bawah nilai tersebut. Kadar oksigen, durasi, dan waktu pemberian terapi ini disesuaikan dengan kondisi penderita PPOK.

Ketika kondisi sedang akut, terapi oksigen umumnya diberikan di rumah sakit. Namun, bila kondisi sudah stabil, terapi oksigen terkadang dapat dilakukan di rumah. Hal ini bertujuan untuk memastikan kebutuhan oksigen penderita PPOK tetap terpenuhi.

Terapi oksigen di rumah disebut juga dengan long term oxygen therapy (LTOT) dan umumnya dilakukan selama 15 jam setiap harinya. Terapi ini bisa berlangsung selama 3 bulan. Namun, pada kasus yang berat, terapi oksigen perlu dilakukan seumur hidup.

Selain PPOK, terapi oksigen juga dapat digunakan sebagai pengobatan untuk penderita asma, pneumonia, fibrosis paru, fibrosis kistik, sleep apnea, dan pneumothorax.

Efek Samping dari Terapi Oksigen

Terlepas dari manfaatnya, terapi oksigen juga dapat memberikan sejumlah efek samping, seperti:

  • Iritasi kulit di sekitar wajah dan hidung
  • Hidung kering
  • Kelelahan
  • Mimisan
  • Sakit kepala

Disarankan pula untuk tidak merokok di sekitar tabung oksigen dan menjauhkan tabung oksigen dari sumber api, seperti korek api atau kompor. Hal ini perlu diperhatikan karena bisa mengakibatkan tabung oksigen meledak dan memicu kebakaran.

Terapi oksigen merupakan prosedur pengobatan yang terbilang aman dilakukan, termasuk pada penderita penyakit paru obstruktif kronis. Namun, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, terapi ini sebaiknya tetap dilakukan di bawah pengawasan dokter.