Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah peradangan pada paru-paru yang berlangsung dalam jangka panjang. PPOK umumnya ditandai dengan kesulitan bernapas, batuk berdahak, dan mengi (bengek). PPOK merupakan penyakit yang sering terjadi pada perokok aktif dan pasif.
Dua kondisi yang paling sering berkembang menjadi PPOK adalah bronkitis kronis dan emfisema. Pada bronkitis kronis, kerusakan terjadi pada saluran pernapasan (bronkus). Sedangkan pada emfisema, kerusakan terjadi pada kantung paru-paru (alveolus).
PPOK atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) lebih sering menyerang orang usia paruh baya yang merokok. Seiring waktu, penyakit ini akan memburuk dan berisiko menyebabkan penderitanya terkena penyakit jantung dan kanker paru-paru.
Selain itu, penyakit paru obstruktif kronis juga bisa meningkatkan risiko penderitanya terkena COVID-19. Menurut sebuah penelitian, penderita PPOK memiliki risiko 5 kali lipat lebih tinggi terkena COVID-19 daripada orang yang tidak menderita PPOK.
Penyebab Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronis terjadi ketika saluran pernapasan dan paru-paru rusak serta mengalami peradangan. Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita penyakit ini antara lain:
- Memiliki kebiasaan merokok atau sering terpapar asap rokok (perokok pasif)
- Terpapar polusi udara, misalnya dari debu jalanan, asap dari kendaraan, atau asap pabrik dan industri, bahkan sebagai salah satu efek dari global warming
- Menderita penyakit asma, tuberkulosis, infeksi HIV, dan kelainan genetik yang menyebabkan kekurangan protein alpha-1-antitrypsin (AAt)
- Memiliki keluarga dengan riwayat PPOK
- Berusia 40 tahun ke atas
Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis
PPOK berkembang secara perlahan dan tidak menunjukkan gejala khusus pada tahap awal. Gejalanya baru muncul setelah bertahun-tahun ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru.
Sejumlah gejala yang biasanya dialami oleh penderita PPOK adalah:
- Napas tersengal-sengal, terutama saat melakukan aktivitas fisik
- Batuk tidak kunjung sembuh yang dapat disertai dahak
- Berat badan menurun
- Mengi (bengek)
- Nyeri dada
- Lemas
- Pembengkakan di tungkai
Kapan harus ke dokter
Segera lakukan pemeriksaan ke dokter apabila mengalami gejala di atas, terutama jika disertai dengan keluhan berikut:
- Demam
- Jantung berdebar
- Bibir dan ujung jari berwarna kebiruan
- Napas tersengal sampai tidak bisa berbicara
- Linglung dan sulit berkonsentrasi
Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan menanyakan gejala dan riwayat kesehatan pasien, termasuk mencari tahu faktor yang memicu PPOK. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada paru-paru dengan menggunakan stetoskop.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang di bawah ini:
- Tes fungsi paru-paru (spirometri), untuk mengukur volume udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh pasien, serta untuk mengetahui apakah paru-paru dapat mengirimkan oksigen dalam jumlah cukup ke dalam darah
- Tes darah, untuk mengukur kadar protein alpha-1-antitrypsin dalam darah dan menyingkirkan kemungkinan gejala disebabkan oleh penyakit lain, seperti anemia atau polisitemia
- Analisis gas darah arteri, untuk mengukur kadar oksigen dan karbon dioksida dalam darah
- Pemindaian dengan foto Rontgen dan CT scan, untuk mendeteksi emfisema atau gangguan lain di paru-paru
Selain tes-tes di atas, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan lain untuk menentukan tingkat keparahan PPOK yang diderita pasien. Pemeriksaan tersebut dapat berupa:
- Elektrokardiogram (EKG) dan USG jantung (ekokardiogram), untuk memeriksa konduksi listrik dan struktur jantung
- Tes sampel dahak, untuk mendeteksi kemungkinan adanya infeksi bakteri atau jamur
Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronis belum bisa disembuhkan sepenuhnya. Namun, dokter dapat melakukan pengobatan untuk membantu meredakan gejala dan menghambat perkembangan penyakit ini. Tujuannya adalah agar pasien bisa beraktivitas dengan normal.
Berikut ini adalah beberapa metode penanganan PPOK:
1. Obat-obatan
Obat yang biasanya digunakan untuk meredakan gejala PPOK adalah obat hirup (inhaler) berupa:
- Bronkodilator, seperti umeclidinium, aclidinium, salbutamol, salmeterol, dan terbutaline
- Kortikosteroid, seperti fluticasone dan budesonide
Tergantung pada kondisi pasien, dokter dapat meresepkan obat-obatan di atas sebagai obat tunggal atau obat kombinasi.
Jika obat hirup belum dapat meredakan gejala PPOK, dokter akan meresepkan obat minum berupa kapsul atau tablet, seperti:
- Teofilin, untuk mengurangi pembengkakan di saluran napas
- Mukolitik, seperti ambroxol atau carbocisteine untuk mengencerkan dahak atau lendir
- Penghambat enzim fosfodiesterase-4, seperti roflumilast, untuk melegakan saluran napas
- Kortikosteroid, untuk mengurangi peradangan di saluran pernapasan
- Antibiotik, jika terdapat tanda-tanda infeksi paru
2. Terapi oksigen
Terapi ini bertujuan untuk memberikan pasokan oksigen ke paru-paru. Pasien bisa menggunakan tabung oksigen portabel yang bisa dibawa ke mana saja.
Lamanya penggunaan tabung oksigen tergantung pada kondisi pasien. Sebagian pasien hanya menggunakannya saat sedang beraktivitas atau saat tidur. Namun, sebagian lain harus menggunakannya sepanjang hari.
3. Rehabilitasi paru
Rehabilitasi paru-paru atau fisioterapi dada bertujuan untuk mengajarkan pasien pola makan yang tepat, terapi fisik yang sesuai dengan kondisinya, serta untuk memberikan dukungan secara emosional dan psikologis. Terapi ini dilakukan atas saran dari dokter spesialis rehabilitasi medis.
4. Alat bantu napas
Jika gejalanya cukup serius, pasien harus menggunakan alat bantu napas berupa mesin ventilator. Ventilator adalah mesin pemompa udara untuk membantu pasien bernapas. Ventilator terhubung ke saluran pernapasan pasien lewat selang yang dimasukkan hingga ke trakea dengan cara intubasi.
5. Operasi
Operasi dilakukan jika gejala PPOK tidak dapat diredakan dengan obat-obatan atau terapi. Jenis operasi yang dapat dilakukan antara lain:
-
Operasi pengurangan volume paru-paru
Operasi ini bertujuan untuk mengangkat bagian paru-paru yang sudah rusak sehingga jaringan paru-paru yang sehat bisa berkembang.
-
Transplantasi paru-paru
Transplantasi paru-paru adalah operasi pengangkatan paru-paru yang rusak untuk diganti dengan paru-paru sehat dari pendonor.
-
Bullektomi
Bullektomi adalah operasi untuk mengangkat kantong udara (bullae) yang terbentuk akibat rusaknya alveolus, agar aliran udara menjadi lebih baik.
Selain penanganan di atas, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pasien untuk memperlambat kerusakan pada paru-paru, yaitu:
- Berhenti merokok dan menjauhi paparan asap rokok
- Menghindari polusi udara, seperti asap kendaraan atau pembakaran
- Menggunakan pelembap udara ruangan (air humidifier)
- Menjaga pola makan yang sehat, minum air putih yang cukup, dan berolahraga secara rutin
- Menjalani vaksinasi secara rutin, seperti vaksin flu dan pneumokokus
- Memeriksakan diri ke dokter secara berkala agar kondisi kesehatan terpantau
Komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronis menyebabkan penderitanya sulit bernapas. Bila terus dibiarkan, penderita juga dapat mengalami komplikasi serius, seperti:
- Gagal napas
- Sleep apnea
- Diabetes
- Demensia
- Hipertensi pulmonal
- Berat badan turun drastis
- Malnutrisi
- Pneumonia
- Pneumothorax
- Kanker paru-paru
- Atrial fibriasi
- Gagal jantung
- Depresi dan cemas
Pencegahan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah. Cara utama yang harus dilakukan adalah berhenti merokok dan hindari asap rokok. Jika Anda perokok aktif, segeralah berhenti merokok agar Anda dapat terhindar dari komplikasi yang mungkin terjadi di kemudian hari.
Selain itu, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi, yaitu:
- Mendapatkan vaksinasi flu tahunan dan vaksin pneumonia secara rutin
- Mencuci tangan dengan air dan sabun secara rutin, misalnya sebelum makan, saat menyiapkan makanan, dan setelah dari kamar mandi
- Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai standar jika bekerja di tempat yang banyak debu, asap, dan gas
- Beristirahat dan tidur yang cukup
- Menerapkan pola makan yang sehat, bergizi lengkap dan seimbang
- Mengelola stres dengan baik
- Berolahraga rutin minimal 30 menit setiap hari