Adjustment disorder adalah kumpulan respons yang terjadi setelah seseorang melewati kejadian yang traumatis. Keluhan yang dialami oleh penderita kondisi ini bisa bervariasi, mulai dari sedih, putus asa, cemas, sampai munculnya gejala fisik, misalnya sakit kepala atau sakit perut.

Normalnya, saat mengalami kejadian yang mengejutkan bahkan traumatis, seseorang bisa mengalami stres dan memicu munculnya sejumlah keluhan. Pada penderita adjustment disorder, gejala-gejala akibat stres tersebut bisa berlangsung berminggu-minggu.

Adjustment Disorder, Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya - Alodokter

Bila dibiarkan, kondisi yang disebut juga sebagai depresi situasional ini bisa menyebabkan penderitanya melakukan penyalahgunaan obat-obatan terlarang hingga menyakiti diri sendiri.

Penyebab dan Gejala Adjustment Disorder

Penyebab utama dari adjustment disorder adalah kejadian traumatis atau situasi yang membuat seseorang merasa sangat stres. Adjustment disorder ini termasuk bentuk mekanisme koping menghadapi situasi yang menyebabkan stres.

Kejadian traumatis yang menjadi pemicunya bisa sangat beragam dan sangat subyektif. Namun, ada beberapa kejadian yang bisa meningkatkan risiko terjadinya adjustment disorder ini, yaitu kecelakaan, mengalami kekerasan seksual, masalah pekerjaan, terkena penyakit kronis, kematian seseorang yang dicintai, bercerai, kesulitan ekonomi, atau pindah ke lingkungan baru.

Pemicu adjustment disorder ini juga bisa berasal dari kejadian traumatis yang terjadi secara berulang-ulang, misalnya pada anak yang melihat orang tuanya bertengkar setiap hari. Walau sekilas mirip dengan PTSD (post-traumatic stres disorder), adjustment disorder diketahui punya gejala dan pemicu yang dianggap lebih ringan tetapi sama-sama bisa mengganggu kehidupan penderitanya.

Biasanya gejala adjustment disorder berlangsung selama waktu 3–6 bulan setelah kejadian yang menjadi pemucunya terjadi. Beberapa gejala yang bisa timbul adalah sebagai berikut:

  • Merasa sangat sedih, sering menangis, putus asa, bahkan tidak lagi merasa bahagia pada hal yang biasanya memberikan kesenangan
  • Cemas, gelisah, sampai susah konsentrasi atau susah tidur (insomnia)
  • Berperilaku impulsif, gegabah, atau melanggar norma, seperti berkelahi dan berkendara kebut-kebutan
  • Gejala fisik, seperti sakit kepala, sakit perut, nyeri di sekujur tubuh, atau mudah lelah

Jika dibiarkan, gejala yang muncul bisa semakin berat hingga mengganggu kehidupan, termasuk menurunkan produktivitas pekerjaan atau menurunkan prestasi sekolah. Beberapa penderita adjustment disorder juga cenderung menarik diri dari orang di sekitarnya.

Cara Mengatasi Kondisi Adjustment Disorder

Adjustment disorder sebaiknya ditangani dengan psikolog atau psikater. Psikoterapi menjadi pilihan pertama yang bisa dilakukan agar penderita adjustment disorder bisa mengenali pemicu stres dan tahu cara menghadapi serta mengelola stres yang lebih baik. Dengan begitu, tingkat keparahan gejala bisa menurun dan penderitanya bisa kembali beraktivitas dengan baik.

Selain itu, penanganan lain dari adjustment disorder akan disesuaikan dengan usia, kondisi, maupun gejala penderitanya. Beberapa jenis perawatan yang bisa dilakukan adalah:

  • Cognitive Behavioral Therapy (CBT), terutama bila adjustment disorder disertai dengan gangguan kecemasan atau depresi
  • Family therapy, dengan melibatkan orang tua saat sesi konseling terutama pada penderita yang masih anak-anak atau remaja
  • Self-help group, dengan melibatkan dukungan dari sekelompok orang terdekat dari penderita adjustment disorder, seperti teman sebaya, saudara, atau guru di sekolah
  • Pemberian obat-obatan sesuai keluhan, misalnya untuk obat untuk mengatasi gangguan tidur atau kecemasan

Seseorang yang mengalami adjustment disorder sering kali tidak menyadari bahwa gejala-gejala dirasakannya muncul karena pemicu stres atau kejadian traumatis. Padahal, dengan mengenali kondisinya, penderita bisa kembali melakukan aktivitasnya dan lebih bahagia.

Oleh karena itu, kalau Anda atau kerabat Anda menunjukkan gejala-gejala adjustment disorder, sebaiknya konsultasilah ke psikolog atau psikiater. Dengan begitu, penyebabnya bisa diidentifikasi dan penanganan bisa segera dilakukan.