Apa kamu selalu merasa ingin membeli sesuatu yang sedang tren? Atau kamu ingin mengikuti style selebgram yang lagi naik daun? Fenomena ini dikenal dengan istilah bandwagon effect. Meski umumnya tidak berbahaya, namun perilaku ini bisa menimbulkan dampak buruk bagi kehidupanmu, lho.

Bandwagon effect adalah istilah untuk menggambarkan fenomena di mana seseorang cenderung mengikuti suatu tren, mulai dari gaya hidup, perilaku, cara berpakaian, cara berbicara, atau konten di media sosial.

Bandwagon Effect, Istilah untuk Orang yang Suka Ikutan Tren - Alodokter

Dalam dunia psikologi, bandwagon effect termasuk dalam bias kognitif, yakni kondisi ketika pemikiran dipengaruhi oleh sesuatu yang sering dilakukan banyak orang. Hal ini kadang kala dapat memicu kesalahan dalam berpikir dan mengambil keputusan.

Contoh perilaku bandwagon effect adalah mengikuti pola diet yang sedang dijalani oleh selebgram, mengikuti model berpakaian para influencer, atau membuat konten media sosial yang sedang ramai diperbincangkan.

Penyebab Bandwagon Effect

Ada beberapa faktor yang bisa membuat seseorang berperilaku ikut-ikutan, yaitu:

1. Pemikiran kelompok

Perilaku seseorang dapat terbentuk dari lingkungannya. Adanya norma atau tekanan yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya bisa memicu seseorang terjerat dalam bandwagon effect.

Jadi, ketika seseorang tidak berperilaku, bersikap, atau bergaya sesuai dengan lingkungannya, itu bisa menyulitkannya untuk bersosialisasi. Karena tekanan inilah mau tidak mau ia harus menyesuaikan diri.

Selain itu, tren yang dilakukan oleh banyak orang juga bisa membuat seseorang menjadi “latah” ingin ikut-ikutan. Misalnya, tren membuat konten prank yang sedang laris di media sosial, membuat orang lain ikut-ikutan memproduksi dan mengunggah konten serupa demi popularitas.

2. Keinginan diterima di suatu kelompok

Perasaan ingin diterima atau diakui dalam kelompok dapat menjadi salah satu penyebab bandwagon effect. Contohnya, orang-orang dalam kelompok tersebut memiliki pakaian dengan merek tertentu. Ini bisa membuatmu juga membeli merek pakaian yang serupa agar kamu bisa masuk dan diterima di dalam kelompok itu.

3. Ketakutan akan dikucilkan

Mungkin masih ada beberapa orang yang memandang aneh dan mengucilkan (bully) orang yang tidak mengikuti tren. Nah, terkadang, seseorang melakukan bandwagon effect agar tidak menerima perlakukan yang tidak menyenangkan atau agar tidak dikucilkan.

Dampak Bandwagon Effect

Perilaku ikut-ikutan sekilas memang tidak ada salahnya, ya? Ini juga sudah menjadi hal yang umum bagi manusia untuk meniru suatu tren, baik itu secara sengaja maupun tidak. Namun, bandwagon effect bisa menjadi hal yang merugikan jika kamu tidak selektif dalam memilih tren mana yang sebaiknya diikuti.

Contoh tren yang tidak layak untuk ditiru adalah challenge yang bisa melukai dan membahayakan diri hanya untuk mendapatkan jumlah penonton yang banyak. Tren mengungkap data pribadi di media sosial juga tidak patut ditiru, karena bisa memancing terjadinya tindak kriminal yang dikenal juga dengan social engineering.

Contoh lainnya adalah kamu berada di suatu kelompok yang percaya tentang tidak perlunya vaksinasi COVID-19. Nah, agar tidak dipandang berbeda, kamu pun ikut-ikutan menolak untuk vaksinasi. Padahal, menjalani vaksin COVID-19 adalah hal yang penting guna melindungi diri dari infeksi virus ini.

Tetapi, di sisi lain, bandwagon effect juga bisa memberikan dampak yang positif, kok. Misalnya, jika kamu berada di lingkungan teman-teman yang suka berolahraga. Hal ini bisa membuatmu terdorong untuk melakukan olahraga secara rutin. Tentunya, ini bisa berdampak baik bagi kesehatanmu.

Bandwagon effect bisa menjadi sesuatu yang baik atau buruk, tergantung bagaimana kamu menyikapinya dan di lingkungan seperti apa kamu berada.

Ingat, jangan sampai jati dirimu hilang dan keselamatanmu terabaikan hanya karena ingin eksis dan merasa diterima, ya. Lakukanlah sesuatu yang positif agar bisa bermanfaat baik untuk dirimu.

Jika kamu masih pertanyaan mengenai bandwagon effect atau merasa kesulitan untuk mengontrol perilaku ikut-ikutan, cobalah berkonsultasi ke psikolog atau psikiater agar bisa mendapat solusi yang tepat dari permasalahanmu.