Saat ini kasus bully (perundungan) kian merajalela di lingkungan masyarakat. Tidak sedikit dampak negatif dari perilaku ini, baik bagi yang mem-bully (pelaku) maupun yang di-bully (korban). Oleh karena itu, kebiasaan melakukan bully ini harus segera dihentikan.

Bully adalah perilaku kekerasan fisik ataupun mental yang dilakukan satu orang atau lebih dengan cara melakukan penyerangan atau mengintimidasi orang lain.

Efek Bully dan Cara Mengatasinya - Alodokter

Perilaku kekerasan ini biasa terjadi di lingkungan sekolah, baik sekolah regular maupun sekolah inklusi, SLB atau sekolah khusus lainnya, dan umumnya menimpa anak-anak atau remaja yang secara fisik lebih lemah dari teman-teman sebayanya.

Selain itu, bully juga bisa terjadi di keluarga, dan pelakunya bisa orang tua ataupun saudara. Terkadang, anak yang dibully mungkin akan berbohong agar hal tersebut tidak diketahui oleh orang lain.

Mengenali Efek dan Ciri-ciri Anak Korban Bully

Tindakan bully tidak hanya terjadi ketika pelaku melakukan kekerasan secara fisik kepada korban, seperti memukul, menampar, atau menendang. Bully juga bisa dilakukan tanpa melakukan kekerasan fisik, yakni secara verbal seperti mengejek, memanggil seseorang dengan sebutan yang hina, menyebarkan gosip tentang korban, atau mempermalukan di depan banyak orang.

Di era teknologi seperti sekarang ini tindakan bully makin mudah terjadi, kerap dikenal sebagai cyber bullying. Pelaku cukup memakai media sosial untuk menjatuhkan korbannya, seperti menyebarkan teks, foto, atau video bertema negatif tentang korban. Perilaku bully tersebut menimbulkan banyak efek negatif bagi korban, di antaranya:

  • Mengalami gangguan mental, seperti depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak, ingin menyakiti diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri.
  • Menjadi pengguna obat-obatan terlarang.
  • Takut atau malas berangkat ke sekolah.
  • Prestasi akademik menurun.
  • Melakukan maladaptive daydreaming untuk lari dari kenyataan
  • Ikut melakukan kekerasan atau melakukan balas dendam. Sebagai contoh, pria yang pernah dibully oleh wanita bisa menjadi seorang misoginis.

Oleh karena itu, sebagai orang tua Anda harus jeli melihat ciri perubahan tingkah laku anak, misalnya tidak semangat berangkat ke sekolah, prestasi belajar menurun, atau nafsu makan berkurang. Perubahan lainnya yang bisa tampak, seperti:

  • Tiba-tiba kehilangan teman atau menghindari ajakan pertemanan.
  • Barang-barang miliknya sering hilang atau hancur.
  • Mengalami gangguan tidur.
  • Kabur dari rumah.
  • Terlihat stres saat pulang sekolah atau usai mengecek ponselnya.
  • Mungkin ada luka di tubuhnya.

Jika ciri-ciri tersebut ada pada diri anak Anda, coba ajak dia bicara dari hati ke hati. Mulailah obrolan dengan cara yang halus agar anak mau mengutarakan isi hatinya.  Ajari dia bagaimana cara menyikapi orang-orang yang berlaku kasar kepadanya, seperti menghindar ketika bertemu dengan mereka atau katakan, “Jangan ganggu saya.”

Satu hal lain yang perlu diingat adalah jangan mengajari untuk balas melawan atau melakukan kekerasan kepada para pelaku. Namun ajarkan agar ia tetap tangguh, dan jangan beri kesempatan para bully untuk merasa menang karena berhasil membuatnya putus asa. Berikan juga semangat untuk tetap percaya diri dan tetap bergaul dengan anak-anak lain yang baik.

Cara Menghentikan Tindakan Bully

Dalam menghentikan bully, sebenarnya Anda juga bisa turun tangan dengan datang ke sekolah, lalu melaporkan orang yang melakukan kekerasan pada anak Anda. Dengan begitu, pihak sekolah bisa menanganinya secara langsung dan melaporkan kepada orang tua yang  bersangkutan.

Para pelaku bully harus segera dihentikan. Jika terus dibiarkan, perilaku ini bisa merusak anak Anda dan generasi muda. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa orang tua lakukan untuk mencegah tindakan bully:

  • Tanamkan nilai-nilai moral sejak dini.
  • Ajak anak untuk bersama-sama menilai dan membedakan perbuatan yang baik dengan perbuatan yang tidak patut dilakukan pada sesama.
  • Bangun komunikasi yang baik dengan anak, serta dampingi ia dalam proses tumbuh kembangnya.
  • Ajarkan anak cara bersikap asertif, alias tegas tapi selalu sopan, agar ia tidak mudah ditindas dan menjadi people pleaser.
  • Anda juga bisa menasihati anak Anda agar berani melaporkan kepada pengajar di sekolah saat mengalami perilaku bully.
  • Jika anak Anda merasa tidak dapat berbicara langsung, mungkin dia bisa menulis surat atau mengirim email kepada mereka.
  • Bila anak Anda adalah pelaku bullying, maka ajaklah anak berdiskusi dan cari tahu penyebabnya. Beri ia penjelasan bahwa hal ini bukanlah perilaku terpuji, dan tidak dapat diterima.
  • Orangtua bisa mengajak anak (baik pelaku maupun korban) untuk menjalani konseling agar pola pikir dan tingkah lakunya bisa lebih terarah dengan baik.
  • Yang tak kalah penting, jadilah contoh teladan yang baik bagi anak. Sebab sadar atau tidak, anak akan mencontoh orang tua sebagai tolok ukur dalam bersikap.

Dengan dukungan dan kerja sama dari orang tua dan guru, anak bisa menikmati proses belajar di sekolah tanpa tindakan bully. Bila Anda khawatir permasalahan bully memberi efek atau pengaruh yang mengganggu tumbuh kembang anak Anda, jangan ragu untuk berkonsultasi pada psikolog anak.