Jatuh cinta ternyata tidak sesederhana ungkapan dari mata turun ke hati. Ada peran feromon yang turut memengaruhi seseorang saat merasakan jatuh cinta. Senyawa yang dihasilkan secara alami oleh tubuh ini diketahui dapat mendorong daya tarik seksual.
Feromon merupakan senyawa kimia tubuh yang dapat memengaruhi respons sosial dan seksual orang lain. Feromon termasuk dalam golongan protein dan bersifat volatil atau mudah menguap. Deteksi feromon pada manusia dilakukan melalui hidung yang kemudian direspons oleh otak.
Keringat yang keluar dari tubuh manusia juga diduga mengandung feromon. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa keringat akan memengaruhi emosi dan perilaku seseorang yang menghirup aroma keringat orang lain.
Jenis-Jenis Feromon
Ada beberapa jenis feromon yang dihasilkan oleh tubuh, di antaranya:
- Releaser pheromones, yaitu feromon yang menimbulkan respons cepat dan biasanya dikaitkan dengan ketertarikan seksual.
- Primer pheromones, yaitu feromon yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan respons dan dapat memengaruhi siklus menstruasi, pubertas, dan bahkan terjadinya kehamilan.
- Signaler pheromones, yaitu feromon yang dapat membantu ibu untuk mengenali bayinya yang baru lahir melalui aroma.
- Modulator pheromones, yaitu feromon yang dapat mengubah atau menyesuaikan fungsi tubuh dengan kondisi sekitar dan biasanya ditemukan dalam keringat.
Feromon untuk Mendorong Daya Tarik Seksual
Feromon diketahui melatari berbagai perilaku hewan dari spesies yang sama, misalnya untuk mengikuti jejak makanan, menandai daerah yang ditempati, menumbuhkan rasa waspada, hingga mendorong daya tarik seksual.
Sementara itu, feromon pada manusia sangat berbeda, tergantung individu masing-masing dan sering kali tidak disadari keberadaannya. Hingga kini, masih dilakukan berbagai penelitian mengenai feromon pada manusia dan perannya terhadap daya tarik seksual.
Penelitian ahli saraf mengungkap bahwa feromon dapat memicu pelepasan hormon seks tertentu, seperti testosteron dan estrogen. Hal ini dibuktikan oleh perilaku dua individu yang awalnya tidak tertarik satu sama lain, seiring waktu bisa dekat dan mulai saling tertarik setelah rutin bertemu dan berkomunikasi secara intens.
Selain itu, feromon dalam keringat pria juga diketahui dapat memengaruhi suasana hati dan kadar kortisol. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa keringat pria dikaitkan dengan peningkatan libido wanita, terutama jika mendekati masa ovulasi.
Feromon yang Berperan dalam Masa Subur
Sebuah studi menunjukkan bahwa wanita yang rutin melakukan hubungan seksual memiliki siklus menstruasi lebih teratur daripada wanita yang hanya sesekali melakukan hubungan seksual. Kelompok wanita itu juga lebih subur karena terjadi penundaan penurunan kadar estrogen.
Peneliti kemudian menemukan bahwa penyebabnya adalah feromon yang dihasilkan pria dapat memengaruhi naik-turunnya estrogen wanita.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang tinggal bersama dapat memiliki siklus menstruasi yang sama atau berdekatan. Hal ini dipercaya bahwa ada efek komunikasi feromon melalui aroma tubuh atau keringat wanita.
Selain memengaruhi siklus menstruasi, feromon juga diketahui dapat digunakan sebagai terapi medis untuk program kehamilan atau kontrasepsi. Sebagian ahli berpendapat bahwa feromon bisa bermanfaat untuk mengatasi stres dan depresi, sekaligus memperbaiki suasana hati.
Meski feromon dipercaya dapat memengaruhi perilaku manusia, terutama saat sedang jatuh cinta, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mendukung bukti dan pendapat yang ada. Selain itu, ada berbagai hal yang juga bisa menjadi alasan seseorang jatuh cinta.
Jika ingin mengetahui lebih lanjut hubungan antara feromon dan jatuh cinta atau mengalami masalah psikologis saat sedang jatuh cinta atau patah hati, Anda bisa berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog untuk mengetahui solusi terbaik.