Daddy issues adalah efek psikologis yang dialami seseorang karena ia memiliki hubungan yang tidak sehat dan kurang harmonis dengan ayahnya, atau bahkan tidak merasakan kehadiran sosok ayah dalam hidupnya. Meski dapat dialami oleh siapa saja, daddy issues lebih sering terjadi pada wanita.

Kehadiran sosok ayah memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan psikologis dan sosial seorang anak. Ini karena pola ikatan antara ayah dan anak yang terbentuk sejak kecil akan memengaruhi cara anak membangun hubungan dengan orang lain di masa depan.

Daddy Issues, Ini Tanda Seseorang Mengalaminya - Alodokter

Beberapa riset menunjukkan, anak yang memiliki ikatan yang sehat dengan ayah dan ibunya umumnya akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri, lebih cerdas, dan memiliki empati serta karakter yang baik.

Sebaliknya, ikatan ayah dan anak yang kurang baik berisiko membuat anak sulit mempercayai orang lain, ingin selalu mencari perhatian, dan haus kasih sayang. Anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dari ayahnya juga lebih berisiko terjebak dalam toxic relationship. Nah, kondisi inilah yang disebut daddy issues.

Seseorang berisiko mengalami daddy issues jika ia memiliki ayah yang bersifat dingin, ditinggal mati oleh ayah ketika masa anak-anak, atau terjebak dalam hubungan yang toxic dengan ayahnya.

Sementara itu, faktor tertentu, seperti gangguan kepribadian, depresi, atau toxic masculinity pada sang ayah, juga bisa membuat hubungannya dengan anak-anaknya menjadi kurang harmonis, sehingga membuat anak berisiko mengalami daddy issues.

Tanda-tanda Seseorang Mengalami Daddy Issues

Daddy issues memang bukan masalah kesehatan mental, tetapi kondisi ini bisa memengaruhi pola pikir, sikap, karakter, dan perilaku seseorang. Daddy issues juga bisa memengaruhi hubungan romantis atau percintaan orang yang mengalaminya.

Berikut ini adalah beberapa tanda seseorang mengalami daddy issues:

1. Tertarik pada orang yang lebih tua

Seseorang yang mengalami daddy issues biasanya cenderung lebih tertarik untuk menjalin hubungan romantis, baik pacaran atau menikah, dengan orang yang usianya lebih tua.

Ini karena mereka mendambakan kehadiran sosok ayah atau father figure yang bisa memberikan perhatian, kasih sayang, dan rasa aman, yang tidak mereka dapatkan pada masa anak-anak.

2. Selalu butuh kepastian dan perhatian

Saat menjalani sebuah hubungan, orang yang mengalami daddy issues kerap kali merasa insecure dan takut akan ditinggalkan oleh pasangannya.

Pasalnya, mereka cenderung sulit untuk mempercayai orang lain dan hal ini akan mendorong mereka untuk selalu menuntut kepastian, perhatian, dan kasih sayang dari pasangannya secara terus-menerus. Orang yang memiliki daddy issues juga biasanya akan merasa sangat bergantung pada pasangannya.

3. Cenderung bersifat posesif

Karena tidak dibesarkan dalam keluarga yang sempurna, orang yang memiliki daddy issues biasanya akan berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan hubungannya. Mereka bahkan akan mencoba untuk menjadi pribadi yang “sempurna” agar tidak ditinggalkan oleh orang kesayangannya.

Namun terkadang, usaha tersebut dilakukan secara berlebihan, sehingga mereka kerap kali mencurigai pasangannya, mudah cemburu, atau bahkan bersikap posesif, seperti melarang pasangannya berteman dengan lawan jenis, atau mengecek ponsel pasangannya setiap waktu.

4. Tidak suka sendiri dan mudah kesepian

Orang yang memiliki daddy issues umumnya juga tidak suka kesendirian dan tidak nyaman ketika menghabiskan waktu seorang diri. Mereka pun bisa mudah merasa kesepian, jika tidak memiliki partner hidup yang bisa memberi perhatian dan mengayomi mereka.

Oleh karena itu, mereka akan selalu mencari cara untuk terus berada dalam suatu hubungan, baik dengan mempertahankan hubungan yang ada maupun mencari hubungan yang baru.

Meski memang bukan gangguan mental, daddy issues bisa menyebabkan kualitas hidup seseorang terganggu, khususnya dalam segi asmara. Jadi, apabila kamu mengenal seseorang atau justru dirimu sendiri yang menunjukkan tanda-tanda daddy issues seperti di atas, janganlah ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog, ya.

Psikolog akan membantumu mengatasi masalah atau trauma terkait hubungan dengan ayah di masa lalu, sekaligus melatih kemampuanmu untuk mengatur emosi dengan lebih baik. Dengan begitu, kamu bisa memulai hubungan yang sehat dan penuh kasih di masa depan.