Obat ranitidin kerap dikonsumsi untuk mengatasi gangguan lambung, seperti tukak lambung, gastritis, atau penyakit asam lambung. Obat ini sempat menuai kontroversi dan ditarik dari peredaran karena diduga memiliki kandungan berbahaya. Namun, apa fakta sebenarnya terkait obat ini?
Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala nyeri lambung atau nyeri ulu hati akibat peningkatan asam lambung. Jika tidak diobati, jumlah asam lambung yang berlebihan ini bisa menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari tukak lambung, penyakit asam lambung (GERD), hingga sindrom Zollinger-Ellison.
Obat ranitidin bekerja dengan cara menghambat produksi asam lambung, sehingga luka pada lambung perlahan-lahan akan pulih.
Selain mengobati, ranitidin juga berperan untuk mencegah munculnya gejala gangguan pencernaan akibat mengonsumsi makanan atau minuman tertentu yang dapat meningkatkan asam lambung.
Alasan Penarikan Obat Ranitidin dari Peredaran
Pada 17 September 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan instruksi kepada seluruh industri farmasi dan apotek yang memegang izin edar produk tersebut untuk menghentikan produksi, distribusi, serta menarik kembali seluruh produk obat ranitidin yang sudah beredar.
Hal ini merupakan tindak lanjut dari peringatan yang dikeluarkan oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicine Agency (EMA) yang menemukan adanya kandungan berbahaya dalam ranitidin, yaitu senyawa N-nitrosodimethylamine (NDMA). Pada kadar tertentu, senyawa ini berpotensi meningkatkan risiko kanker.
Sebenarnya, senyawa NDMA tidak berbahaya selama berada dalam batas aman, yaitu di bawah 96 nanogram per hari. Namun, hasil uji sebagian sampel merek obat ranitidin menunjukkan adanya jumlah NDMA yang melebihi batas tersebut.
Apabila NDMA yang melebihi batas aman dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, risiko terbentuknya sel kanker akan semakin tinggi.
Pengembalian Izin Edar Beberapa Merek Obat Ranitidin
Setelah melakukan pengujian sampel terhadap ranitidin, pada 21 November 2019, BPOM mengeluarkan keputusan bahwa beberapa merek obat ranitidin sudah dapat diedarkan kembali. Daftar obat yang dikeluarkan ini terbukti mengandung NDMA di bawah ambang batas.
Sedangkan, merek yang tidak tercantum dalam daftar tersebut tetap ditarik dari peredaran dan dilakukan pemusnahan sesuai peraturan.
Meski begitu, Anda tidak perlu khawatir menanggapi hal ini bila hanya sesekali saja mengonsumsi ranitidin, sebab risiko kanker hanya terjadi jika obat tersebut digunakan secara terus-menerus dalam jangka panjang.
Selain itu, kanker tidak hanya terjadi karena penggunaan ranitidin saja. Banyak faktor lain yang bisa menyebabkan seseorang terkena kanker, seperti kebiasaan merokok, pola makan tidak sehat, konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, paparan zat pemicu kanker dari lingkungan, bahkan faktor keturunan.
Jika sebelumnya Anda diresepkan obat ranitidin oleh dokter dan merasa khawatir terhadap kemungkinan efek samping yang dapat ditimbulkan, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan obat tersebut aman untuk Anda konsumsi.