Kecanduan nikotin adalah kondisi ketika seseorang mengalami ketergantungan terhadap nikotin. Nikotin umumnya terdapat pada produk tanaman tembakau, seperti rokok. Penderita kecanduan nikotin biasanya sulit berhenti merokok karena efek ketergantungan dari zat nikotin serta adanya gejala putus nikotin.

Nikotin dapat menimbulkan efek senang yang bersifat sementara di otak. Efek nikotin ini bisa membuat seseorang merasa nyaman, tetapi justru berisiko menjadi ketergantungan. Para pecandu nikotin biasanya akan merasa cemas dan mudah marah ketika tidak mendapat asupan nikotin, misalnya ketika mereka berhenti merokok.  

Doctor breaking cigarette on white background

Rokok merupakan salah satu sumber nikotin yang paling umum dikonsumsi. Namun, tak hanya nikotin, rokok juga mengandung zat beracun yang dapat menyebabkan para perokok lebih berisiko terkena serangan jantung, stroke, dan kanker.

Penyebab Kecanduan Nikotin

Kecanduan nikotin umumnya disebabkan oleh kebiasaan merokok atau menggunakan produk tembakau lainnya, seperti permen karet yang mengandung tembakau, cerutu, atau rokok elektrik. Orang yang tidak terlalu sering merokok juga bisa mengalami kecanduan nikotin karena sifat nikotin yang sangat adiktif.  

Setiap kali seseorang merokok, nikotin akan diserap oleh darah lalu mengalir ke otak. Umumnya, perokok menyerap 1–1,5 mg nikotin dari satu batang rokok. Setelah berada di otak, nikotin akan meningkatkan pelepasan dopamin, yaitu zat kimia yang berfungsi membantu memperbaiki suasana hati dan menimbulkan rasa puas.

Faktor risiko kecanduan nikotin

Siapa pun yang merokok atau menggunakan produk yang mengandung nikotin berisiko mengalami kecanduan. Namun, beberapa faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kecanduan nikotin:

  • Berusia muda atau remaja saat mulai merokok
  • Menderita gangguan mental, seperti depresi, skizofrenia, atau PTSD
  • Tumbuh atau bertempat tinggal di lingkungan perokok
  • Mengalami kecanduan alkohol
  • Mengalami ketergantungan pada NAPZA
  • Memiliki riwayat kecanduan nikotin dalam keluarga

Gejala Kecanduan Nikotin

Gejala berikut ini dapat menjadi tanda seseorang kecanduan nikotin:

  • Tidak sanggup berhenti merokok meski telah mencoba untuk berhenti beberapa kali
  • Tetap merokok saat menderita gangguan paru-paru atau jantung meski tahu merokok dapat memperburuk kondisi tersebut
  • Menghindari berkunjung ke tempat-tempat bebas rokok dan enggan berkumpul dengan orang-orang yang membuatnya tidak bisa merokok

Ketika kadar nikotin di dalam tubuh berkurang, misalnya akibat tidak bisa merokok saat sedang berada di dalam ruangan bebas rokok, penderita kecanduan nikotin juga dapat mengalami beberapa gejala, seperti:

  • Sakit kepala
  • Insomnia
  • Sulit berkonsentrasi
  • Diare
  • Sembelit (konstipasi)
  • Masalah psikologis, seperti cemas, gelisah, frustasi, depresi, dan mudah marah

Kapan harus ke dokter

Banyak perokok yang sering gagal saat mencoba melepaskan diri dari kecanduannya terhadap nikotin. Oleh karena itu, konsultasikan ke dokter jika Anda mengalami kecanduan nikotin dan ingin memperoleh bantuan dalam membuat rencana yang tepat untuk mengatasinya.

Dengan menjalani program untuk mengatasi kecanduan nikotin, peluang pasien untuk sembuh dari kecanduan nikotin juga akan meningkat.

Diagnosis Kecanduan Nikotin

Kecanduan nikotin dapat disebut juga sebagai gangguan penggunaan tembakau. Untuk mendiagnosis kecanduan nikotin, dokter akan bertanya kepada pasien terkait kebiasaannya dalam menggunakan produk yang mengandung zat nikotin, juga tentang riwayat kesehatan pasien.

Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, yang meliputi pemeriksaan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, serta suara napas dan suara jantung.

Seseorang dinyatakan menderita kecanduan nikotin jika dalam 12 bulan terakhir mengalami atau memiliki setidaknya 2 dari 11 kriteria di bawah ini:

  • Merokok dalam jumlah besar atau periode waktu yang lama
  • Berupaya untuk berhenti merokok tetapi gagal
  • Membutuhkan waktu yang lama untuk mengerjakan sesuatu karena dilakukan sambil merokok
  • Memiliki keinginan yang mendesak untuk segera merokok
  • Merokok berulang-ulang hingga menyebabkan kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan atau pendidikan
  • Terus merokok meski sering terlibat masalah dengan lingkungan sosialnya, misalnya berdebat dengan orang lain karena masalah rokok
  • Mengurangi interaksi sosial jika kegiatan itu mencegahnya untuk merokok
  • Tetap merokok meski di lingkungan yang memungkinkan munculnya bahaya, misalnya di tempat tidur
  • Tidak berhenti merokok meski sudah mengetahui bahayanya dan merasakan dampak buruk karena merokok
  • Terus mengisap lebih banyak rokok untuk mencapai kepuasan
  • Mengalami sindrom putus zat atau gejala putus nikotin, yaitu gejala yang timbul ketika perokok berat mulai berhenti merokok, sehingga ia merokok lagi untuk menghindari gejala tersebut

Pengobatan Kecanduan Nikotin

Pengobatan pada penderita kecanduan nikotin dapat dilakukan dengan atau tanpa obat. Keinginan, motivasi dan komitmen yang kuat, serta konsisten dalam menjalani pengobatan, merupakan faktor-faktor penting untuk mengatasi kecanduan nikotin.

Kecanduan nikotin dalam bentuk rokok dapat diatasi dengan menghentikan kebiasaan merokok. Hal ini dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu:   

  • Berhenti seketika
    Penderita berhenti merokok saat itu juga tanpa mengurangi rokok secara bertahap. Untuk perokok berat, cara ini membutuhkan bantuan medis guna mengatasi efek ketagihan.
  • Menunda
    Penderita menunda mengisap rokok pertama 2 jam setiap harinya. Misalnya, jika penderita terbiasa mengisap rokok pertama pukul 7 pagi, esoknya baru boleh mulai merokok jam 9 pagi, kemudian lusa mulai merokok pukul 11 siang. Dengan cara ini, berhenti merokok bisa direncanakan dalam 7 hari.
  • Mengurangi
    Penderita secara bertahap mengurangi jumlah rokok yang diisap setiap harinya. Jika penderita terbiasa mengisap rokok 24 batang sehari, kurangi 2–4 batang setiap hari.

Sekitar 90% penderita kecanduan nikotin mencoba berhenti dari kecanduannya tanpa bantuan obat atau terapi. Namun, metode ini dinilai kurang efektif, karena hanya 5–7% penderita yang benar-benar bisa berhenti.  

Oleh karena itu, beberapa metode di bawah ini mungkin diperlukan guna meningkatkan keberhasilan dalam berhenti merokok dan mengatasi kecanduan nikotin:

1. Konseling

Dalam konseling, dokter akan menilai riwayat kecanduan pasien, tingkat kecanduan, dan kondisi kesehatan pasien. Berdasarkan penilaian tersebut, dokter akan memberi saran dan bantuan yang sesuai kepada pasien agar makin termotivasi untuk berhenti merokok.

Jika diperlukan, dokter juga akan merujuk pasien untuk konseling secara berkelompok dengan penderita lain atau mengikuti terapi perilaku.

Konseling bertujuan untuk membangkitkan motivasi pasien agar ia mau mengubah kebiasaannya. Dokter akan membantu pasien membuat rencana untuk berhenti merokok, sekaligus memberi saran mengenai cara untuk menghindari situasi yang membuat pasien ingin merokok.

Tidak hanya itu, pasien juga akan dibantu dalam mengatasi masalah mental yang timbul karena berhenti merokok. 

2. Terapi perilaku

Dokter akan membantu pasien mencari faktor yang menyebabkan pasien merokok, serta menyusun rencana untuk menghindari faktor tersebut dan menghadapi gejala putus zat.

Ada lima fase perubahan perilaku dari seorang perokok, yaitu:

  • Fase prakontemplasi
    Pada fase ini, pasien belum berniat untuk berhenti sehingga harus diarahkan untuk berhenti merokok. Pasien akan dijelaskan kerugian merokok dan keuntungan dari berhenti merokok agar memiliki niat untuk berhenti.
  • Fase kontemplasi
    Pada fase kontemplasi, dokter akan mendorong pasien untuk percaya bahwa berhenti merokok bisa dilakukan dan dokter akan membantu pasien untuk mulai berhenti merokok.
  • Fase persiapan
    Pada fase persiapan, pasien sudah siap berhenti merokok. Dokter akan membantu pasien mengenali hambatan untuk melakukannya dan memberikan solusinya.
  • Fase aksi
    Pada tahap ini, pasien sudah berhenti merokok hingga 6 bulan. Dokter akan membantu pasien agar tetap konsisten dan mencegah keinginan merokok datang kembali.
  • Fase pemeliharaan
    Pasien sudah berhenti merokok lebih dari 6 bulan dan terbiasa tidak merokok dalam kesehariannya. Dokter akan membantu agar pasien tidak merokok lagi dan siap membantu jika pasien membutuhkan dukungan.

3. Terapi pengganti nikotin (nicotine replacement therapy)

Dalam terapi ini, dokter bisa memberikan plester, permen karet, obat semprot atau obat isap yang mengandung nikotin dalam kadar rendah, sehingga tubuh pasien secara perlahan mampu terlepas dari kecanduan nikotin.

4. Obat-obatan

Obat yang umum digunakan untuk menghentikan kecanduan nikotin adalah bupropion dan varenicline. Kedua obat tersebut meniru efek nikotin pada tubuh dan mencegah timbulnya gejala putus zat.

Selain dengan menjalani terapi di atas, pasien juga disarankan untuk melakukan berbagai upaya berikut guna membantu proses penyembuhan:

  • Berolahraga secara rutin
  • Memilih makanan sehat untuk dikonsumsi
  • Membuang semua rokok yang dimiliki
  • Menentukan target untuk berhenti dan hadiah jika berhasil mencapai target tersebut
  • Menghindari situasi yang bisa membuat pasien merokok kembali, misalnya berada di sekitar perokok

Untuk penggunaan beberapa terapi lain, seperti hipnosis, akupuntur, dan konsumsi obat herbal, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum menjalaninya.

Komplikasi Kecanduan Nikotin

Rokok dapat merusak hampir semua organ tubuh dan sistem kekebalan tubuh. Hal ini karena rokok mengandung lebih dari 60 zat kimia penyebab kanker dan ribuan unsur berbahaya lainnya.

Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada penderita kecanduan rokok:

  • Penyakit saluran pernapasan
    Perokok lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan, seperti pilek, flu, dan bronkitis.
  • Penurunan daya tahan tubuh
    Rokok dapat melemahkan daya tahan tubuh sehingga perokok lebih rentan terkena penyakit, termasuk penyakit yang menyerang sistem imun.
  • Diabetes
    Merokok bisa meningkatkan risiko seseorang menderita diabetes tipe 2 dan mempercepat terjadinya komplikasi diabetes, seperti gagal ginjal.
  • Gangguan pada mata
    Katarak atau hilang penglihatan karena penyakit degenerasi makula lebih berisiko dialami perokok.
  • Penyakit jantung dan pembuluh darah
    Rokok meningkatkan risiko seseorang terkena serangan jantung, gagal jantung, dan stroke.
  • Kanker paru-paru dan penyakit paru lainnya
    Sembilan dari sepuluh kasus kanker paru-paru disebabkan oleh rokok. Rokok juga menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis dan memperburuk penyakit asma.
  • Berbagai jenis kanker
    Rokok adalah penyebab utama kanker mulut dan kerongkongan, kanker laring, kanker faring, kanker kandung kemih, kanker pankreas, kanker ginjal, kanker serviks, dan kanker darah. Secara keseluruhan, rokok menjadi penyebab 30% dari semua kematian akibat kanker.
  • Infertilitas dan impotensi
    Rokok meningkatkan risiko kemandulan pada wanita dan pria, serta disfungsi ereksi pada pria.
  • Komplikasi kehamilan dan persalinan
    Ibu hamil yang merokok berisiko tinggi mengalami keguguran, melahirkan prematur, memiliki bayi dengan berat lahir rendah atau terlahir cacat. Merokok juga meningkatkan risiko kematian mendadak pada bayi.
  • Penampilan fisik yang memburuk
    Racun kimia dalam rokok bisa membuat kulit tampak menua dan gigi menguning.
  • Risiko pada orang terdekat
    Orang yang tidak merokok tetapi hidup berdekatan dengan perokok lebih berisiko terkena kanker paru-paru dan penyakit jantung daripada orang yang tidak berdekatan dengan perokok.

Pencegahan Kecanduan Nikotin

Cara terbaik untuk mencegah kecanduan nikotin adalah dengan menghindari penggunaan nikotin sejak awal. Jangan pernah mencoba nikotin dalam bentuk apa pun dan dalam jumlah berapa pun.

Pencegahan sebaiknya dilakukan sejak remaja, karena kelompok usia tersebut paling rentan terpengaruh untuk menggunakan nikotin, khususnya dalam bentuk rokok.

Beberapa cara di bawah ini juga dapat dilakukan secara bersama-sama untuk mencegah penggunaan nikotin yang dapat menyebabkan kecanduan:

  • Membatasi akses terhadap rokok untuk anak di bawah umur
  • Membatasi akses merokok di ruang publik
  • Membatasi iklan produk rokok
  • Meningkatkan harga rokok dengan menaikkan pajaknya
  • Meningkatkan kesadaran akan bahaya merokok terhadap kesehatan