Kista vagina adalah kantung berisi cairan, minyak, atau lendir yang tumbuh pada vagina. Kista tersebut biasanya berukuran kecil dan terkadang tidak bergejala. Namun, pada beberapa kondisi, kista vagina bisa membesar dan menimbulkan nyeri atau rasa tidak nyaman ketika berhubungan intim.

Kista vagina umumnya tampak seperti jerawat besar yang tumbuh di vagina bagian luar (vulva) maupun bagian dalam (dinding vagina). Beberapa kista vagina bisa membaik dalam hitungan hari atau minggu tanpa perlu ditangani. Namun, pada sejumlah kasus, kista vagina perlu diobati atau diangkat oleh dokter. 

Kista Vagina

Penyebab Kista Vagina

Penyebab kista vagina bisa bermacam-macam, tergantung pada jenisnya. Berikut adalah beberapa jenis kista vagina beserta kondisi yang mengakibatkannya:

1. Kista inklusi

Kista inklusi disebabkan oleh cedera pada dinding vagina, misalnya robekan alami yang terjadi ketika persalinan. Saat proses penyembuhan, sebagian permukaan vagina dapat tertanam dan membentuk kista. Kista inklusi merupakan jenis kista vagina yang umum terjadi.  

2. Kista Bartholin

Kista Bartholin tumbuh di bukaan kedua sisi vagina. Bartholin sendiri adalah kelenjar yang berfungsi mengeluarkan pelumas untuk berhubungan seksual. Jika kelenjar ini tersumbat, cairan yang seharusnya dikeluarkan justru kembali ke dalam dan mengakibatkan tumbuhnya kista Bartholin.

Kista Bartholin dapat terbentuk jika cairan vagina yang dihasilkan kelenjar terlalu kental dan menyebabkan sumbatan pada kelenjar. Selain itu, infeksi (termasuk infeksi menular seksual), cedera, atau operasi pada vagina juga bisa memicu terjadinya kista Bartholin.

3. Kista sebasea 

Ketika kelenjar penghasil minyak pada area vulva tersumbat, minyak yang seharusnya dikeluarkan justru menumpuk di bawah permukaan kulit dan membentuk kista sebasea. Jenis kista vagina ini ditandai dengan tumbuhnya kantung berisi cairan berminyak yang berwarna kuning keputihan. 

4. Kista Gartner

Saluran Gartner normalnya muncul pada proses perkembangan janin dan akan hilang setelah bayi lahir. Jika saluran Gartner tidak hilang atau masih tersisa sebagian, saluran ini bisa membentuk kista Gartner di dinding vagina pada masa yang akan datang. 

5. Kista Müllerian

Saluran Müllerian merupakan struktur pada awal perkembangan janin yang nantinya akan menjadi sistem reproduksi wanita. Pada kondisi tertentu, kista Müllerian dapat terbentuk dari sisa-sisa jaringan di saluran Müllerian. Kista ini sering kali ditemukan di dinding vagina dan mengandung lendir.

Gejala Kista Vagina

Kista vagina kadang tidak menimbulkan gejala dan baru diketahui saat pemeriksaan panggul rutin. Namun, kista vagina juga bisa menyebabkan keluhan, seperti:

  • Benjolan di vagina
  • Pembengkakan di bagian luar vagina
  • Nyeri atau rasa tidak nyaman ketika berhubungan intim, berjalan, duduk, atau membersihkan area kewanitaan setelah buang air kecil

Jika kista vagina sampai terinfeksi, penderita dapat mengalami gejala berikut ini: 

  • Bengkak dan kemerahan pada kista
  • Nyeri atau rasa panas di vagina
  • Keluar nanah atau cairan berwarna kuning kehijauan
  • Demam atau menggigil
  • Lemah dan lesu

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala yang disebutkan di atas. Dengan begitu, dokter bisa mencari tahu penyebab keluhan dan mendeteksi sedini mungkin bila ada kondisi yang lebih serius.

Jangan tunda ke dokter jika tumbuh benjolan di vagina yang disertai dengan gejala-gejala berikut:

  • Benjolan dari dalam vagina bisa terasa dari luar
  • Kista mengalami gejala infeksi
  • Demam tinggi (38°C)
  • Nyeri panggul
  • Keluar cairan seperti keputihan yang tidak normal atau perdarahan dari vagina

Diagnosis Kista Vagina

Untuk mendiagnosis kista vagina, dokter akan terlebih dahulu melakukan tanya jawab dengan pasien, antara lain mengenai:

  • Gejala yang terjadi
  • Penyakit yang pernah atau sedang diderita
  • Prosedur medis yang pernah dijalani pada vagina
  • Aktivitas seksual 

Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, dengan melihat dan meraba benjolan pada area vagina. Jika diperlukan, dokter dapat menjalankan pemeriksaan lanjutan di bawah ini untuk menegakkan diagnosis:

  • Tes cairan vagina, untuk mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi vagina atau infeksi menular seksual 
  • USG atau MRI, untuk melihat kondisi kista vagina lebih jelas
  • Biopsi, untuk memastikan bahwa benjolan yang tumbuh bukan kanker
  • Tes darah, untuk mendeteksi infeksi menular seksual secara lebih akurat

Pengobatan Kista Vagina

Kista vagina umumnya tidak memerlukan penanganan medis, terutama jika tidak menyebabkan muncunya keluhan. Namun, pasien mungkin akan diminta untuk menjalani pemeriksaan jika kista terasa membesar atau menimbulkan gejala. 

Jika kista vagina menimbulkan keluhan, penanganan awal yang dapat dilakukan adalah dengan sitz bath, yaitu merendam area vagina di air hangat, sebanyak 2–3 kali sehari selama 3–4 hari.

Namun, jika setelah itu keluhan tidak membaik, dokter akan melakukan cara lain untuk menangani kista vagina, misalnya dengan:

  • Memberikan obat-obatan untuk nyeri atau antibiotik jika kista vagina terinfeksi
  • Mengeluarkan cairan dari dalam kista, dengan menaruh selang kecil ke dalam kista selama 4–6 minggu agar cairan bisa keluar dengan sempurna
  • Membuat lubang permanen pada kista, agar kista selalu terbuka dan tidak menumpuk cairan lagi
  • Membuang kista secara menyeluruh jika kista sering kambuh

Komplikasi Kista Vagina

Kista vagina jarang menyebabkan komplikasi. Namun, pada beberapa kasus, ukuran kista bisa makin besar dan menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri. Kista vagina juga dapat terinfeksi bakteri dan membentuk abses.

Pencegahan Kista Vagina

Beberapa jenis kista vagina sulit untuk dicegah. Namun, jika terdeteksi lebih awal, kondisi ini bisa ditangani dengan lebih cepat. Di samping itu, ada upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terkena kista vagina, yaitu:

  • Kenakan pakaian dalam yang nyaman, tidak ketat, dan menyerap keringat untuk menghindari lecet pada vagina.
  • Jangan membersihkan vagina dengan metode douching.
  • Bila menggunakan sabun untuk area intim, pastikan sabun tersebut bebas pewangi, memiliki pH yang sesuai dengan pH vagina (pH 3,8–4,2), dan hanya digunakan untuk bagian luar vagina (tidak masuk ke dalam vagina).
  • Segera ganti pakaian olahraga atau baju renang yang basah untuk mencegah terjadinya infeksi.
  • Ganti pembalut atau tampon secara rutin, setiap 4 jam atau lebih sering, jika darah menstruasi sedang lebih banyak.
  • Hindari penggunaan pembalut yang dilengkapi dengan pewangi.
  • Terapkan perilaku seks yang sehat, dengan tidak bergonta-ganti pasangan seksual atau menggunakan kondom saat berhubungan intim.