Leptospirosis dapat muncul ketika terjadi banjir. Penyakit yang bisa ditularkan melalui air banjir yang terkontaminasi ini dapat menimbulkan berbagai gejala, mulai dari demam tinggi, sakit kepala, muntah, nyeri otot, hingga diare.

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan hewan. Jika tidak diobati, leptospirosis dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti gagal ginjal atau hati, meningitis, gagal bernapas, bahkan kematian.

Waspadai Leptospirosis, Penyakit di Kala Banjir - Alodokter

Kasus leptospirosis biasanya meningkat setelah banjir atau di musim hujan. Hal ini karena pada musim tersebut, masyarakat lebih sering kontak dengan air banjir. Air banjir ini berpotensi terkontaminasi oleh urine hewan yang mengandung kuman penyebab leptospirosis.

Cara Penularan Leptospirosis

Anda dapat tertular leptospirosis ketika bersentuhan dengan air atau tanah yang mengandung cairan tubuh, misalnya urine atau darah, dari hewan yang terinfeksi bakteri Leptospira. Hewan-hewan yang dapat menyebarkan leptospirosis adalah tikus, anjing, dan hewan ternak, seperti sapi atau babi.

Saat terjadi hujan lebat, urine hewan yang terdapat di tanah dan permukaan lainnya dapat larut dalam genangan air atau banjir. Jika Anda terpapar air tersebut, misalnya saat berjalan menerobos banjir, Anda berisiko terkena leptospirosis.

Gejala Leptospirosis

Gejala leptospirosis biasanya baru muncul setelah 5–14 hari terpapar bakteri Leptospira. Meski demikian, gejala bisa saja muncul lebih cepat, yaitu pada hari ke-2, atau justru muncul lebih lambat, hingga hari ke-30 setelah terpapar bakteri.

Gejala awal leptospirosis adalah:

  • Demam
  • Sakit kepala
  • Nyeri otot
  • Mata merah
  • Muntah
  • Diare
  • Nyeri perut
  • Penyakit kuning (kulit dan mata menguning)
  • Ruam kulit
  • Batuk

Kelompok yang Berisiko Terserang Leptospirosis

Selain penduduk di daerah banjir, leptospirosis juga sering menyerang orang yang bekerja di luar ruangan atau sering melakukan kontak dengan hewan. Selain itu, penyakit ini juga dapat menyerang orang-orang yang terpapar air atau tanah saat beraktivitas, seperti berenang, mendayung, atau berkebun.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terjangkit infeksi leptospirosis adalah:

  • Minum dari sumber air yang berpotensi terkontaminasi bakteri, seperti air banjir, air sungai, atau air ledeng yang tidak bersih
  • Mengonsumsi makanan yang telah terkena air yang terkontaminasi
  • Mandi atau berendam dalam air banjir atau air tawar yang terkontaminasi, terutama ketika menyelam atau jika memiliki luka terbuka saat kontak dengan air

Langkah Pencegahan dan Pengobatan Leptospirosis

Cara mencegah penularan leptospirosis adalah menghindari kontak atau konsumsi air yang mungkin telah terkontaminasi bakteri. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, Anda dapat mengikuti langkah-langkah berikut ini untuk mengurangi risiko terkena infeksi leptospirosis:

  • Merebus air minum hingga matang, terutama jika air diambil dari sumber yang mungkin terkontaminasi urine hewan atau limpahan air banjir
  • Menutup luka atau lecet pada kulit dengan perban atau penutup lain yang kedap air
  • Tidak menelan, berenang, atau mandi di air banjir atau sumber air apa pun yang mungkin terkontaminasi urine hewan atau limpahan air banjir
  • Mengenakan pakaian yang tahan air atau sepatu bot jika mengunjungi area banjir atau tanah yang mungkin terkontaminasi urine hewan
  • Menyimpan makanan, air, dan sampah di wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi hewan pengerat
  • Tidak mengonsumsi makanan yang mungkin sudah bersentuhan dengan tikus

Jika Anda memiliki keluhan yang mengarah ke leptospirosis, jangan menunda untuk memeriksakan diri ke dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan tes penunjang, seperti tes darah dan urine, untuk mendiagnosis leptospirosis.

Jika benar Anda terinfeksi leptospirosis, dokter akan memberikan pengobatan dengan antibiotik. Sementara untuk kasus leptospirosis berat, Anda mungkin perlu dirawat inap di rumah sakit untuk dilakukan pengawasan dan perawatan lebih lanjut.

Ditulis oleh:

dr. Nadhira Nuraini Afifa