Dysphoria adalah kondisi ketika seseorang mengalami perasaan tidak nyaman atau ketidakpuasan secara mendalam. Dysphoria merupakan kebalikan dari euforia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita usia 25–44 tahun.         

Pada dasarnya, dysphoria bukanlah tergolong sebagai gangguan kesehatan mental. Namun, dysphoria sering kali merupakan bagian dari gejala berbagai penyakit mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan penggunaan zat psikoaktif.

Mengenali Penyebab Dysphoria dan Cara Mengatasinya - Alodokter

Tanda-Tanda Dysphoria

Studi menyebutkan bahwa tanda umum orang dengan dysphoria adalah sering memikirkan tentang masa depan yang berlebihan. Biasanya, pikiran lebih banyak mengandung pikiran negatif dan hal yang tidak masuk akal, misalnya merasa tidak berharga, tidak punya harapan, atau tidak punya jalan keluar.

Orang dengan dysphoria mungkin juga mengalami gejala depresi atau kelainan mental lainnya, mulai dari menangis, hilang nafsu makan, gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, malas bersenang-senang, hingga kehilangan gairah hidup. Mereka juga akan sering tampak sedih, seperti terbebani, mati rasa, dan terkadang mudah tersinggung.

Penderita dysphoria yang merokok biasanya akan memiliki kebiasaan merokok yang lebih buruk. Bahkan, ia bisa mengalami ketergantungan pada rokok, kesulitan berhenti merokok, dan mengalami gejala putus nikotin yang lebih berat ketika berusaha mengurangi rokok.

Berbagai Penyebab Dysphoria

Di bawah ini ada beberapa faktor yang diduga menjadi pemicu munculnya dysphoria:

Gangguan psikologis

Gangguan psikologis yang paling sering dikaitkan dengan dysphoria adalah gender dysphoria. Pada kondisi ini, dysphoria muncul karena seseorang merasakan ketidakcocokan antara jenis kelamin biologisnya dengan identitas gendernya.

Dysphoria terkadang hilang ketika ia sudah bertransisi atau mulai hidup dengan jenis kelamin yang baru, sebagai transgender. Akan tetapi, beberapa pelaku transgender terkadang masih ada yang terus mengalami dysphoria setelah masa transisi.

Tak hanya gender dysphoria, ada juga beberapa gangguan lain yang bisa memicu timbulnya dysphoria, di antaranya depresi, gangguan bipolar, gangguan kepribadian, dan gangguan skizoafektif.

Kondisi medis

Kondisi kesehatan yang paling sering dikaitkan dengan dysphoria adalah premenstrual dysphoric disorder (PMDD). Kondisi ini merupakan versi lebih berat dari PMS yang ditandai dengan mudah marah, cemas, ketakutan, sulit berkonsentrasi. Gejala yang dirasakan bisa sangat berat hingga menghalangi penderitanya dari aktivitas normal.

Beberapa kondisi lainnya yang dapat memicu timbulnya dysphoria,antara lain kekurangan nutrisi, penyakit tiroid, keracunan, dan efek samping dari obat-obatan tertentu.

Konsumsi minuman beralkohol

Studi menyebutkan bahwa 70% orang dengan kecanduan alkohol dan gangguan mood sangat mungkin mengalami dysphoria. Biasanya, dysphoria muncul ketika pecandu tiba-tiba menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol.

Selain yang telah disebutkan di atas, dysphoria juga dapat terjadi akibat adanya tekanan psikologis, misalnya stres akibat tekanan pekerjaan, konflik keluarga, atau kematian orang yang dicintai.

Cara Mengatasi Dysphoria

Pada dasarnya, dysphoria bisa diatasi dengan baik, tergantung penyebab yang mendasarinya. Dalam kasus konsumsi minuman beralkohol berlebihan, dysphoria umumnya akan mereda setelah kebiasaan tersebut dihentikan. Hanya saja, mungkin butuh waktu berminggu-minggu hingga suasana hati benar-benar membaik.

Pada PMDD, gejala dysphoria juga dapat membaik dengan menerapkan perubahan pada gaya hidup, misalnya mengonsumsi makanan bergizi, aktif bergerak atau berolahraga, mengontrol stres dengan baik. Namun, PMDD juga bisa diatasi dengan obat-obatan yang diresepkan dokter.

Kasus dysphoria yang diakibatkan oleh gangguan psikologis, seperti depresi, gangguan bipolar, atau gender dysphoria, akan membutuhkan konseling dan pengobatan dari psikiater. Pengobatan atau penanganan yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkatan gangguan psikologis yang dialami.

Meski bukan tergolong gangguan kesehatan mental, dysphoria tidak boleh disepelekan. Jika tidak diatasi dalam jangka panjang, risiko terburuk yang bisa terjadi adalah percobaan bunuh diri.

Jadi, jika Anda merasakan tanda-tanda dysphoria, berkonsultasilah dengan psikolog atau psikiater. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.