Induksi persalinan dilakukan untuk merangsang kontraksi rahim guna mempercepat proses persalinan. Namun, prosedur ini tidak boleh dilakukan sembarangan karena memiliki beberapa risiko. Oleh karena itu, kenali alasan, metode, dan risiko induksi persalinan sebelum menjalaninya.   

Saat kehamilan melebihi usia 42 minggu, cairan ketuban mulai berkurang. Jika tidak segera dilahirkan, berbagai risiko gangguan pada janin dapat terjadi, mulai dari gawat janin hingga kematian. Oleh karena itu, diperlukan induksi persalinan demi keselamatan ibu dan janin.

Prosedur Induksi Persalinan untuk Mempercepat Kelahiran - Alodokter

Prosedur induksi persalinan bertujuan untuk merangsang kontraksi rahim sebagai upaya melancarkan persalinan melalui vagina.

Alasan Diperlukannya Induksi Persalinan

Ada beberapa kondisi yang mengharuskan dilakukannya induksi persalinan, antara lain:

Kontraksi belum terasa meski air ketuban telah pecah

Air ketuban yang telah pecah lebih dari 24 jam sebelum persalinan dapat meningkatkan risiko infeksi. Oleh karena itu, dokter biasanya akan mempertimbangkan langkah lanjutan, baik itu induksi persalinan atau memantau tanda-tanda persalinan secara normal.

Namun, jika ketuban pecah di bawah usia kehamilan 37 minggu atau prematur, dokter akan memantau kondisi bayi dalam kandungan lebih dulu. Hal ini karena induksi persalinan pada usia kehamilan tersebut hanya akan disarankan bila ada indikasi medis tertentu.

Jika memungkinkan, persalinan dapat dilakukan secara normal selama dianggap aman untuk ibu dan bayinya. Pilihan ini tentunya harus melalui proses diskusi antara dokter dan ibu hamil, karena bayi yang lahir prematur berpotensi mengalami gangguan tumbuh kembang.

Usia kandungan telah melewati waktu perkiraan persalinan

Jika belum juga ada tanda-tanda akan lahir saat usia kandungan melebihi 42 minggu, risiko bayi meninggal dalam kandungan dan masalah kesehatan lain akan semakin tinggi. Oleh karena itu, dokter biasanya akan merekomendasikan prosedur induksi persalinan.

Kehamilan berisiko tinggi

Jika ibu hamil memiliki kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, atau kondisi lain yang bisa berdampak terhadap janin, dokter akan menawarkan prosedur induksi persalinan. Hal ini dilakukan demi keselamatan ibu dan bayi dalam kandungan.

Selain itu, beberapa kondisi lain juga dapat menjadi alasan dilakukannya induksi persalinan, seperti adanya infeksi pada rahim, bayi berhenti berkembang, oligohidramnion, preeklamsia, atau abruptio plasenta.

Berbagai Metode Induksi Persalinan

Ada beberapa jenis induksi persalinan yang akan disesuaikan dengan kondisi ibu hamil dan masalah kehamilan yang dialami. Berikut ini adalah jenisnya:

1. Menggunakan teknik membrane stripping

Dokter atau bidan akan menggunakan jarinya untuk memisahkan lapisan kantung ketuban dengan leher rahim. Cara ini dapat melepaskan hormon prostaglandin yang dapat memicu terjadinya persalinan.

2. Mematangkan leher rahim

Dokter akan memberikan obat berisi hormon untuk menipiskan atau mematangkan leher rahim, baik dalam bentuk obat minum (oral) atau obat yang dimasukkan ke dalam vagina (suppositoria).

Selain dengan pemberian obat, metode ini juga dapat dilakukan dengan memasukkan kateter yang mengandung larutan garam ke dalam leher rahim.

3. Memecahkan air ketuban

Metode yang disebut amniotomi ini dilakukan saat kepala bayi sudah berada di panggul bawah dan leher rahim dalam kondisi setengah terbuka. Metode ini dilakukan dengan membuat lubang kecil di kantung ketuban.

Nantinya, ibu hamil akan merasakan semburan cairan hangat saat kantung ketuban telah dipecahkan.

4. Menggunakan obat-obatan yang diinfuskan ke pembuluh darah

Metode ini menggunakan hormon oksitosin, yaitu hormon sintetis pemicu kontraksi rahim, yang dimasukkan melalui pembuluh darah. Infus hormon oksitosin ini dilakukan jika leher rahim mulai menipis dan melunak.

Tidak jarang, dokter juga menggunakan kombinasi beberapa metode di atas untuk melancarkan persalinan. Jika leher rahim telah melunak dan tidak ada gangguan, persalinan biasanya akan terjadi beberapa jam setelah induksi. Namun, jika induksi tidak berhasil, operasi caesar menjadi pilihan terakhir untuk proses persalinan.

Risiko yang Mungkin Timbul Setelah Induksi Persalinan

Sama seperti tindakan medis lainnya, induksi persalinan juga memiliki risiko. Oleh karena itu, induksi persalinan hanya dilakukan atas pertimbangan dan alasan yang kuat. Ada beberapa risiko yang dapat timbul dari induksi persalinan, di antaranya:

  • Rasa nyeri hebat dibandingkan dengan kontraksi pada persalinan normal
  • Lemahnya detak jantung dan berkurangnya suplai oksigen pada bayi, karena kandungan oksitosin atau prostaglandin pada obat induksi persalinan
  • Infeksi pada ibu dan bayi
  • Perdarahan yang terjadi karena otot rahim tidak berkontraksi setelah proses persalinan (atonia uteri)
  • Pecahnya rahim hingga membutuhkan pengangkatan rahim

Induksi persalinan tidak disarankan untuk dilakukan bila ibu hamil mengalami kondisi tertentu, seperti infeksi herpes genital, riwayat operasi caesar dengan sayatan vertikal, riwayat operasi besar pada rahim, prolaps tali pusat, atau jalan lahir terlalu sempit untuk bayi.

Oleh karena itu, pastikan Bumil dan keluarga telah berdiskusi dengan dokter kandungan sebelum memutuskan untuk menjalani induksi persalinan. Nantinya, dokter akan menentukan metode induksi persalinan yang tepat, sesuai dengan kondisi kesehatan Bumil.