Tes alergi adalah prosedur untuk mengetahui apakah pasien memiliki respons imun yang berlebihan (alergi) terhadap zat atau benda tertentu. Tes alergi bisa dilakukan dalam bentuk tes darah, tes kulit, atau dengan diet eliminasi.

Alergi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap zat atau benda yang sebenarnya tidak berbahaya. Reaksi tersebut dapat berupa gejala ringan, seperti bersin, pilek, kulit gatal, atau hidung tersumbat, sampai gejala berat yang mengancam nyawa, yaitu anafilaksis.

Tes Alergi, Ini Yang Harus Anda Ketahui - Alodokter

Jenis Zat Penyebab Alergi (Alergen)

Ada tiga jenis alergen yang umum menyebabkan alergi, yaitu:

  • Alergen hirup
    Alergen hirup adalah jenis alergen yang memicu reaksi alergi ketika masuk ke hidung, tenggorokan, atau paru-paru. Alergen jenis ini antara lain debu, serbuk sari, dan bulu binatang.
  • Alergen kontak
    Jenis alergen ini memicu reaksi alergi pada tubuh ketika berinteraksi dengan kulit. Beberapa contoh alergen kontak adalah nikel pada perhiasan, pewangi pada sabun atau parfum, dan bahan kimia, seperti lateks.
  • Alergen saluran cerna
    Alergen saluran cerna adalah zat yang memicu reaksi alergi ketika masuk ke dalam sistem pencernaan. Alergen ini umumnya terdapat pada makanan, seperti kacang-kacangan, makanan laut, dan kedelai. Obat-obatan tertentu, seperti antibiotik penisilin dan sulfonamida, juga termasuk alergen saluran cerna.

Tujuan dan Indikasi Tes Alergi

Dokter akan menyarankan tes alergi pada orang yang mengalami gejala berikut:

  • Bersin-bersin
  • Pilek atau hidung tersumbat
  • Mata berair dan gatal
  • Muntah
  • Batuk
  • Diare
  • Sesak napas
  • Mengi atau bengek

Namun, gejala-gejala ini juga perlu disertai dengan adanya kecurigaan terhadap alergen tertentu atau adanya riwayat alergi, asma, dan eksim dalam keluarga.

Peringatan dan Larangan Tes Alergi

Tes darah, tes kulit, dan diet eliminasi tergolong relatif aman. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pasien sebelum menjalani tes alergi sesuai jenisnya. Berikut adalah penjelasannya:

Tes kulit

Tes tusuk kulit tidak disarankan bagi anak usia di bawah 1 tahun, ibu hamil, dan orang dengan kondisi berikut:

  • Pernah mengalami reaksi alergi berat (anafilaksis)
  • Menderita asma yang tidak terkontrol
  • Menderita eksim dan psoriasis yang menutupi sebagian besar area kulit di tangan dan punggung
  • Pernah mengalami reaksi yang berlebihan saat tes tusuk kulit sebelumnya

Selain itu, ada beberapa hal lain yang perlu diketahui:

  • Tes alergi melalui kulit hanya boleh dilakukan dalam pengawasan dokter karena terdapat risiko terjadi syok anafilaksis selama tes berlangsung.
  • Jika Anda pernah mengalami reaksi yang berlebihan saat tes alergi dengan tes kulit, beri tahu dokter terkait hal tersebut.
  • Pasien yang baru mengalami reaksi anafilaksis terhadap alergen yang tidak diketahui secara pasti bisa menjalani tes alergi kulit untuk keperluan diagnosis. Namun, tes sebaiknya dilakukan 4–6 minggu setelah reaksi anafilaksis terjadi.
  • Beberapa obat perlu dihentikan setidaknya 2 hari sebelum tes alergi kulit. Oleh karena itu, informasikan semua obat maupun suplemen yang sedang digunakan saat berkonsultasi dengan dokter.
  • Dokter mungkin akan menyarankan pasien untuk tidak menjalani tes kulit dan menggantinya dengan tes lain apabila menghentikan pengobatan tertentu akan lebih berisiko bagi pasien.

Tes darah

  • Tidak perlu menghentikan pengobatan apa pun sebelum menjalani tes alergi dengan tes darah
  • Tes alergi melalui darah dinilai kurang akurat bila dibandingkan dengan tes alergi melalui kulit
  • Hasil tes alergi menggunakan darah juga keluar lebih lama daripada tes alergi melalui kulit
  • Beberapa orang mungkin perlu melanjutkan pemeriksaan dengan tes alergi jenis lain untuk memastikan diagnosis

Diet eliminasi

  • Diet eliminasi hanya boleh dilakukan selama 4–8 minggu. Lebih dari itu dapat meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi.
  • Pelaksanaan diet eliminasi harus diawasi oleh dokter atau ahli nutrisi, terutama jika dijalankan pada anak-anak, ibu hamil, atau ibu menyusui.
  • Fase pengenalan kembali berisiko menyebabkan reaksi alergi yang parah, terutama pada anak-anak, sehingga perlu diawasi oleh dokter.

Sebelum Tes Alergi

Sebelum merencanakan tes alergi, dokter akan menanyakan kepada pasien terkait beberapa hal berikut ini:

  • Keluhan yang dialami
  • Kapan dan mengapa kira-kira keluhan tersebut muncul
  • Riwayat alergi sebelumnya
  • Riwayat alergi pada keluarga
  • Gaya hidup dan aktivitas sehari-hari
  • Obat apa saja yang sedang dikonsumsi pasien

Dokter mungkin akan menganjurkan pasien untuk berhenti menggunakan obat tertentu yang dapat memengaruhi hasil tes atau berisiko menghambat prosedur yang perlu dijalani. Obat-obat tersebut antara lain:

  • Obat penghambat antibodi, seperti omalizumab, yang biasa digunakan pada pasien asma berat
  • Obat antihistamin, seperti cetirizine
  • Obat penghambat beta, seperti atenolol
  • Obat kortikosteroid, seperti dexamethasone, baik dalam bentuk obat minum maupun salep
  • Obat maag, seperti cimetidine dan ranitidine
  • Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline
  • Obat benzodiazepin, seperti diazepam

Bila diperlukan, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tahu apakah keluhan pasien disebabkan oleh penyakit lain.

Prosedur Tes Alergi

Tahapan-tahapan tes alergi dapat berbeda-beda, tergantung pada jenis yang dipilih. Berikut adalah penjelasannya:

Tes tusuk kulit

Tes tusuk kulit atau skin prick test merupakan jenis tes alergi yang paling umum dilakukan. Berikut ini adalah tahapan tes alergi melalui tusukan kulit:

  • Dokter akan menandai kulit berdasarkan jenis alergen yang akan diteteskan.
  • Dokter akan meneteskan larutan yang telah dicampur dengan alergen ke kulit pasien. Pada tahap ini, ada 10–12 alergen yang mungkin akan diteteskan berdasarkan kecurigaan alergi.
  • Dokter akan menusuk area kulit yang telah ditetesi larutan tadi dengan jarum yang sangat tipis agar alergen dapat masuk ke bawah permukaan kulit.
  • Dokter akan mengamati tanda alergi yang mungkin muncul pada kulit. Jika ada, reaksi alergi umumnya akan timbul dalam 15–20 menit.
  • Reaksi alergi pada tes tusuk kulit bisa berupa kemerahan, gatal-gatal, atau biduran.

Tes kulit intradermal

Tes kulit intradermal (intradermal skin test) biasanya dilakukan jika alergi dicurigai terjadi akibat sengatan lebah atau antibiotik tertentu. Pemeriksaan ini juga disarankan jika tes tusuk kulit pasien menunjukkan hasil negatif tetapi dokter masih menduga pasien menderita alergi terhadap suatu alergen.

Pada tes kulit intradermal, dokter akan menyuntikkan sejumlah kecil alergen persis ke bawah kulit lengan pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemantauan selama 15 menit untuk melihat apakah terjadi reaksi alergi, seperti kemerahan yang besar, bengkak, gatal, atau biduran, di area bekas suntikan.

Tes tempel

Tes tempel atau patch testing umumnya dilakukan untuk mendeteksi alergen yang menyebabkan dermatitis kontak. Alergen tersebut bisa berupa logam, plastik, karet, atau pewangi. Berikut adalah tahapan prosedur patch testing:

  • Dokter akan menempelkan sejumlah tempelan ke punggung pasien. Masing-masing tempelan tersebut telah diberi jenis alergen tertentu yang dicurigai menimbulkan reaksi alergi pada pasien.
  • Tempelan tersebut harus digunakan selama 2 hari. Setelah itu, dokter akan melepasnya dan menilai iritasi di punggung pasien yang menandakan reaksi alergi.
  • Pasien harus kembali ke dokter 2 hari setelah tempelan dilepas,. Dokter akan memeriksa apakah ada reaksi alergi yang terlambat muncul.
  • Selama 4 hari masa pemeriksaan, area punggung yang diperiksa tidak boleh terkena air. Pasien juga disarankan untuk menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan keringat berlebih.

Tes alergi dengan darah

Prosedur tes alergi melalui darah umumnya berlangsung kurang dari 5 menit. Tes alergi melalui darah dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil sampel darah pasien. Sampel darah tersebut kemudian akan dibawa ke laboratorium agar kadar imunoglobulin E (IgE) pasien bisa diperiksa.

IgE adalah antibodi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan zat yang dianggap sebagai ancaman. Saat tubuh mengalami reaksi alergi, jumlah IgE akan meningkat.

IgE yang diukur bisa merupakan jumlah seluruh antibodi IgE dalam tubuh (total IgE test) atau jumlah antibodi IgE spesifik yang muncul atas respons tubuh terhadap suatu alergen (specific IgE test).

Diet eliminasi

Diet eliminasi dilakukan untuk mendeteksi alergi makanan. Tes alergi jenis ini dapat dijalankan secara mandiri oleh pasien di rumah, tetapi sebaiknya tetap dengan anjuran dan pengawasan dokter.

Prosedur diet eliminasi membutuhkan waktu selama 5–6 minggu, yang terbagi ke dalam dua fase, yaitu:

1. Fase eliminasi (elimination phase)

Fase ini dilakukan dengan menghindari konsumsi makanan yang dicurigai memicu gejala alergi, bisa satu atau beberapa jenis makanan sekaligus. Jenis-jenis makanan yang sering memicu alergi adalah kacang, jagung, kedelai, susu, telur, gandum, dan makanan laut.

Pada fase eliminasi, pasien dapat memperhatikan apakah gejala yang dialami membaik atau tidak setelah berhenti mengonsumsi makanan yang dicurigai. Fase ini umumnya berlangsung 2–3 minggu. Jika gejala tidak hilang, pasien perlu melaporkannya ke dokter.

2. Fase pengenalan kembali (reintroduction phase)

Jika selama fase eliminasi gejala alergi hilang, fase pengenalan kembali bisa mulai dilakukan. Pengenalan kembali makanan harus dilakukan per jenis makanan, masing-masing dalam 3 hari. Selama waktu tersebut, pasien perlu memperhatikan ada tidaknya gejala alergi yang muncul.

Gejala yang perlu diperhatikan antara lain ruam, nyeri sendi, sakit kepala, sulit tidur, sesak napas, kram perut, perut kembung, atau sembelit. Jika tidak terjadi gejala apa pun, bisa disimpulkan bahwa makanan tersebut aman untuk dikonsumsi dan Anda dapat melanjutkan ke pengenalan kembali jenis makanan lain.

Setelah Tes Alergi

Hasil tes alergi melalui kulit dapat diketahui dalam hitungan menit, kecuali untuk tes tempel. Sementara itu, tes alergi melalui darah membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasil analisis di laboratorium. Berikut adalah penjelasan mengenai hasil tes alergi:

Hasil tes alergi melalui kulit

Tes alergi melalui kulit, yaitu tes tusuk kulit, tes kulit intradermal, dan tes tempel, dinyatakan positif jika muncul tanda-tanda alergi. Gejala tersebut misalnya gatal dan kemerahan pada area kulit yang dites, atau muncul bentol berwarna pucat yang ukurannya membesar selama tes berlangsung.

Jika kondisi kulit tetap normal, artinya pasien tidak memiliki alergi terhadap alergen yang digunakan pada tes.

Hasil tes alergi melalui darah

Hasil tes yang menunjukkan total IgE dalam tubuh lebih tinggi dari batas normal bisa menandakan bahwa pasien menderita alergi. Namun, tes IgE total tidak dapat mengidentifikasi jenis alergen penyebab alergi. Untuk mengetahui jenis alergennya, pasien harus menjalani tes IgE spesifik.

Hasil diet eliminasi

Jika pasien tidak mengalami reaksi alergi selama fase pengenalan kembali, makanan tersebut berarti aman untuk dikonsumsi. Sebaliknya, apabila reaksi alergi muncul, penyebab alergi berhasil teridentifikasi. Artinya, pasien harus menghindari makanan tersebut di menu makannya sehari-hari.

Efek Samping dan Komplikasi Tes Alergi

Tes alergi melalui darah bisa dikatakan tidak menimbulkan efek samping serius, kecuali nyeri, memar, atau perdarahan ringan di area bekas suntikan.

Jika dilakukan sesuai prosedur, tes eliminasi diet juga berisiko kecil menyebabkan efek samping. Namun, kelompok yang rentan, seperti anak-anak dan ibu hamil, bisa saja mengalami kekurangan gizi selama fase eliminasi.

Untuk tes alergi kulit, beberapa efek samping yang mungkin muncul setelah menjalani tes ini adalah:

  • Gatal-gatal
  • Kulit kemerahan dan iritasi
  • Pembengkakan di area pemeriksaan
  • Muncul bentol-bentol yang gatal di kulit

Pada beberapa kasus, tes alergi kulit dan fase pengenalan kembali pada diet eliminasi dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Kondisi ini termasuk darurat medis yang dapat mengancam jiwa. Reaksi anafilaksis dapat dikenali dengan sejumlah tanda dan gejala berikut:

  • Pusing
  • Mual, muntah, atau diare
  • Denyut nadi lebih cepat, tetapi terasa lemah
  • Reaksi pada kulit yang meliputi gatal dan kemerahan
  • Sulit bernapas akibat penyempitan pada saluran pernapasan dan pembengkakan pada tenggorokan atau lidah

Jika reaksi anafilaksis muncul saat tidak berada di rumah sakit, segera hubungi dokter atau kunjungi IGD terdekat agar penanganan bisa diberikan secepatnya.