Perbedaan narkotika dan psikotropika sering kali belum diketahui secara jelas oleh banyak orang, padahal keduanya memiliki dampak serius bagi kesehatan dan kehidupan sosial. Memahami masing-masing zat ini menjadi langkah penting untuk mencegah penyalahgunaan serta menjaga keluarga dan lingkungan tetap aman.
Istilah narkotika dan psikotropika kerap terdengar serupa, bahkan kadang digunakan secara bergantian dalam percakapan sehari-hari. Padahal, kedua golongan zat ini berbeda dari sisi kandungan, efek, hingga pengaturannya menurut hukum. Mengetahui perbedaan narkotika dan psikotropika akan membantu Anda lebih waspada terhadap bahayanya.

Mengenal Perbedaan Narkotika dan Psikotropika
Berikut ini adalah penjelasan seputar perbedaan narkotika dan psikotropika:
1. Definisi dan kandungan
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, tetapi juga bisa dari bukan tanaman, serta hasil sintetis atau semi sintesis. Zat ini dapat menurunkan kesadaran, menghilangkan rasa nyeri, menimbulkan efek ketergantungan, dan sering digunakan dalam pengobatan tertentu serta penelitian.
Narkotika dikelompokkan menjadi beberapa jenis, seperti:
- Narkotika alamiah: Langsung berasal dari tanaman, misalnya ganja, opium, dan kokain.
- Narkotika semi sintetis: Dihasilkan dari pengolahan narkotika alamiah, contohnya heroin dan kodein.
- Narkotika sintetis: Dibuat sepenuhnya dari bahan kimia di laboratorium, misalnya metadon dan petidin.
Narkotika memiliki kemampuan menimbulkan rasa euforia (senang berlebihan) hingga membuat seseorang tidak sadar diri.
Sementara itu, psikotropika adalah zat atau obat yang bekerja langsung pada otak sehingga dapat memengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku seseorang. Psikotropika bisa alami atau buatan, tetapi utamanya diproduksi melalui proses kimia.
Contoh psikotropika meliputi diazepam dan alprazolam (obat penenang atau anticemas), ekstasi dan LSD (obat halusinogen), serta amfetamin (stimulan).
2. Efek dan risiko penggunaan
Narkotika umumnya memberi efek penekanan kuat pada sistem saraf pusat yang bisa menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis sangat berat. Akibat dari penggunaannya, tubuh akan merasa sangat rileks atau justru tidak sadar, sehingga rentan menyebabkan overdosis yang bisa fatal.
Resiko lain adalah kerusakan organ tubuh, misalnya hati dan ginjal akibat penggunaan jangka panjang. Selain itu, banyak kasus penularan penyakit akibat narkotika, seperti HIV/AIDS dan hepatitis, akibat penggunaan jarum suntik bersama.
Sementara itu, psikotropika bekerja memengaruhi fungsi otak sehingga penggunaannya dapat menyebabkan perubahan perilaku, suasana hati (mood swing), halusinasi, mudah marah, atau depresi.
Selain itu, penggunaan psikotropika juga menimbulkan ketergantungan psikis (emosional), di mana pengguna merasa “tidak bisa hidup” tanpa obat ini, meski tidak selalu timbul efek fisik seperti narkotika. Penyalahgunaannya bisa berujung pada gangguan jiwa, kehilangan kontrol diri, bahkan kelainan fungsi otak permanen.
3. Aturan hukum
Di Indonesia, narkotika dan psikotropika diatur dengan undang-undang berbeda, karena keduanya memiliki karakteristik yang juga berbeda. Ini penjelasannya:
- Narkotika diatur dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Hukumannya termasuk kurungan penjara hingga hukuman mati untuk pelaku pengedaran atau penyalahgunaan dalam skala berat.
- Psikotropika diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Meski hukumannya tidak seberat pelanggaran narkotika, pelanggar tetap bisa dikenakan sanksi pidana dan denda dalam jumlah besar.
Kedua Undang-Undang tersebut juga mengatur penggunaan zat secara legal untuk keperluan medis tertentu di bawah pengawasan ketat dokter spesialis.
4. Contoh narkotika dan psikotropika
Agar lebih mudah membedakan, berikut ini adalah beberapa contoh dari masing-masing kelompok:
- Narkotika: Morfin (obat penghilang nyeri berat di rumah sakit), heroin atau putaw (obat yang sangat adiktif), ganja, kodein (sering digunakan dalam obat batuk tertentu dengan resep dokter)
- Psikotropika: Diazepam dan alprazolam (obat resep untuk gangguan cemas atau sulit tidur), ekstasi atau MDMA (obat halusinogen yang banyak disalahgunakan), LSD (obat halusinogen sintetik yang mengubah persepsi), amfetamin (obat stimulan untuk gangguan ADHD)
Risiko dan Dampak Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika
Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika sama-sama sangat berbahaya bagi kesehatan fisik maupun mental. Efek buruknya dapat berupa gangguan kejiwaan, kerusakan berbagai organ tubuh seperti otak, hati, dan ginjal, kecanduan berat, bahkan kematian.
Selain itu, pelanggaran hukum terkait penggunaan, kepemilikan, atau peredaran kedua jenis zat ini juga bisa berakhir dengan sanksi pidana berat, seperti penjara bertahun-tahun, denda besar, hingga hukuman mati untuk kasus tertentu.
Agar Anda dan keluarga terhindar dari risiko narkotika maupun psikotropika, biasakan untuk mencari informasi dari sumber terpercaya dan selalu waspada terhadap penawaran obat-obatan tanpa resep atau izin dokter.
Jika Anda menemukan anggota keluarga atau orang terdekat yang menunjukkan tanda-tanda ketergantungan narkotika atau psikotropika, lakukanlah pendekatan dengan empati dan jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.
Memahami perbedaan narkotika dan psikotropika penting untuk mencegah penyalahgunaan serta melindungi diri dan orang tercinta dari bahaya fisik, mental, dan sanksi hukum.
Jika Anda merasa bingung atau ingin bertanya lebih lanjut seputar efek maupun penanganan kecanduan narkotika dan psikotropika, manfaatkan fitur Chat Bersama Dokter di aplikasi ALODOKTER. Penanganan dini dan dukungan lingkungan sangat membantu proses pemulihan.