Pemerkosaan dan kekerasan seksual jenis apa pun merupakan tindak kriminal yang bisa dialami siapa saja, baik itu perempuan maupun laki-laki. Pemerkosaan tidak bisa dianggap sepele karena tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga luka batin yang sulit untuk disembuhkan. 

Pemerkosaan dapat dilakukan baik oleh orang yang tidak dikenal maupun oleh orang yang dekat dengan korban. Namun, berbagai studi menunjukkan bahwa sebagian besar kasus justru dilakukan oleh orang yang dikenal korban, misalnya pasangan, mantan pasangan, kerabat, rekan kerja, atau teman.

Pemerkosaan, Inilah Dampak yang dapat Terjadi pada Psikis dan Fisik Korbannya - Alodokter

Dalam banyak kasus, korban pemerkosaan enggan untuk menceritakan hal yang dialaminya. Alasannya beragam, mulai dari merasa malu, takut akan adanya pembalasan, hingga takut ceritanya tidak dipercaya. Hal ini sering kali membuat korban menanggung beban psikologis seorang diri.

Dampak Pemerkosaan secara Psikologis

Tindak pemerkosaan dapat mendatangkan trauma psikologis atau tekanan batin bagi yang mengalaminya. Korban kekerasan seksual atau pelecehan seksual cenderung akan mengalami beberapa masalah psikologis berikut: 

1. Menyalahkan diri sendiri 

Korban pemerkosaan sering kali cenderung menyalahkan diri sendiri atas musibah yang dialaminya. Misalnya, wanita yang menjadi korban kekerasan seksual kerap berpikir bahwa gaya berpakaiannya yang memicu pelaku. Sementara pada laki-laki, rasa malu membuat korban enggan mencari pertolongan karena ada anggapan bahwa pria harus tangguh dan mampu melindungi diri.

Akibatnya, banyak korban memilih bungkam dan memendam pengalaman traumatis yang dialaminya. Padahal, jika hal ini dibiarkan, korban berisiko mengalami stres berat dan masalah psikologis lainnya. Tidak jarang, kekerasan seksual juga meninggalkan dampak berupa trust issue pada korban.

2. Gangguan mental

Korban pemerkosaan berisiko tinggi mengalami beberapa gangguan mental, seperti depresi, post-traumatic stress disorder (PTSD), dan gangguan cemas. Ini dapat terjadi karena korban selalu teringat akan kejadian traumatis tersebut, sehingga ia merasa selalu dalam bahaya.

Tak hanya itu, sebagian korban juga bisa merasa cemas dan panik berlebihan hingga akhirnya memicu perubahan perilaku, seperti gangguan tidur, sering bermimpi buruk, sering menangis, menyendiri, menghindari bertemu dengan orang lain, bahkan menjadi pendiam atau justru menjadi pemarah.

3. Keinginan untuk bunuh diri

Bunuh diri merupakan salah satu dampak psikologis paling fatal yang bisa dialami korban pemerkosaan. Faktor utama yang kerap memicu tindakan ini karena korban telah mengalami depresi atau PTSD berkepanjangan, sehingga ia berpikir bahwa tidak ada gunanya lagi menjalani hidup.

Selain itu, perasaan malu dan bersalah yang dipendam cukup lama kerap kali menjadi alasan korban pemerkosaan untuk melakukan bunuh diri. 

Dampak Pemerkosaan secara Fisik

Selain menyebabkan trauma psikologis, tindak pemerkosaan juga dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan dan cedera fisik pada korbannya. Berikut ini adalah beberapa dampak fisik yang bisa dialami oleh korban pemerkosaan:

Penyakit menular seksual

Penyakit menular seksual, seperti klamidia, herpes, HIV, dan hepatitis B, bisa saja dialami oleh korban pemerkosaan. Oleh karena itu, penting bagi para korban pemerkosaan untuk segera mendapatkan pertolongan medis dari dokter setelah pemerkosaan terjadi, agar penyakit ini bisa dideteksi dan diobati sedini mungkin. 

Kondisi medis lainnya

Selain penyakit menular seksual, korban pemerkosaan juga berisiko mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti:

  • Peradangan pada vagina atau vaginitis 
  • Infeksi atau perdarahan pada vagina atau anus
  • Nyeri saat berhubungan seksual atau dispareunia
  • Sakit tenggorokan atau luka pada area mulut, bila terjadi penetrasi seks secara oral 
  • Gangguan hasrat seksual hipoaktif (HSDD), yaitu keengganan esktrem untuk berhubungan seksual atau bahkan menghindari semua kontak seksual 

Kehamilan yang tidak diinginkan

Korban pemerkosaan juga dapat hamil jika pemerkosaan terjadi saat korban sedang dalam masa subur dan pemerkosa mengalami ejakuasi di dalam vagina. 

Meskipun risiko ini ada, para korban bisa melakukan langkah pencegahan dengan mengonsumsi kontrasepsi darurat secepatnya. Jika diminum pada 5 hari pertama sejak pemerkosaan terjadi, potensi untuk terjadinya kehamilan bisa dicegah hingga 95%. 

Namun, bila korban pemerkosaan telah dinyatakan hamil, dokter bisa menyarankan untuk melakukan prosedur aborsi. Berdasarkan hukum di Indonesia, korban pemerkosaan berhak untuk melakukan aborsi apabila ada indikasi kedaruratan medis atau menyebabkan trauma psikologis. 

Dampak fisik dari pemerkosaan mungkin dapat sembuh lebih cepat daripada dampak psikologis. Oleh karena itu, peran keluarga, kerabat, dokter maupun terapis menjadi kunci penting dalam membantu proses penyembuhan dan pemulihan para korban pemerkosaan. 

Mengingat pemerkosaan adalah tindakan kriminal yang membahayakan kehidupan korban, siapa pun pelaku pemerkosaan harus diproses secara hukum. Oleh karena itu, korban harus berani melapor ke polisi jika mengalami percobaan pemerkosaan maupun pemerkosaan.

Jika tidak dilaporkan dan ditangkap, pelaku pemerkosaan mungkin tidak merasa jera dan bisa saja melakukan tindak kriminal yang sama terhadap korban lainnya.

Apabila Anda atau orang terdekat Anda ada yang menjadi korban pemerkosaan, jangan sungkan untuk mencari pertolongan ke pihak berwajib. Selain itu pendampingan dari psikolog disertai dengan penanganan dari dokter juga sangat penting dilakukan untuk membantu korban pemerkosaan pulih.

Jika membutuhkan akses cepat, Anda juga bisa berkonsultasi langsung dengan dokter melalui layanan Chat Bersama Dokter di aplikasi ALODOKTER.