Defisiensi protein C adalah kondisi ketika tubuh kekurangan protein C. Kondisi ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih mudah menggumpal, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah.

Protein C merupakan pengencer darah alami di dalam tubuh. Protein C biasanya terdapat di dalam darah dengan keadaan tidak aktif dan hanya aktif ketika tubuh memerlukannya.

Defisiensi Protein C - alodokter

Bersama dengan protein lain di dalam darah, protein C mengatur keseimbangan pembekuan darah, sehingga proses pembekuan darah dapat terkontrol dan tidak terbentuk gumpalan darah. Selain itu, protein C juga diduga memiliki fungsi untuk mencegah peradangan dan melindungi sel dari kerusakan (sitoprotektif).

Gumpalan darah yang terbentuk akibat defisiensi protein C seringkali terjadi pada pembuluh darah yang alirannya lambat, yaitu pembuluh vena. Kondisi ini menyebabkan penderita defisiensi protein C lebih mudah mengalami penyakit deep vein thrombosis (DVT).

Jenis-jenis Defisiensi Protein C

Terdapat dua jenis defisiensi protein C, yaitu:

  • Tipe 1
    Defisiensi protein C tipe 1 terjadi akibat kurangnya jumlah protein C di dalam darah.
  • Tipe 2
    Defisiensi protein C tipe 2 terjadi akibat aktivitas atau kerja protein C tidak maksimal dalam sistem pembekuan darah, meskipun jumlahnya masih normal. Dibandingkan dengan tipe 1, defisiensi tipe 2 lebih jarang terjadi.

Penyebab Defisiensi Protein C

Defisiensi protein C terjadi karena adanya perubahan atau mutasi genetik yang menyebabkan produksi dan fungsi protein C menjadi tidak normal. Mutasi genetik ini dapat diturunkan dari orang tua ke anak.

Oleh karena itu, seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat defisiensi protein C akan lebih berisiko menderita penyakit ini. Meski demikian, mutasi genetik ini juga dapat terjadi dengan sendirinya, hanya saja kasusnya lebih jarang dibandingkan dengan mutasi genetik yang diturunkan.

Biasanya, seseorang yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat defisiensi protein C, dapat mengalami penyakit ini jika memiliki faktor-faktor pemicu, seperti:

  • Menderita kekurangan vitamin K
  • Menderita gagal hati
  • Menderita infeksi berat, seperti septikemia meningokokus
  • Menderita kanker yang sudah menyebar (metastasis)
  • Mengalami DIC (disseminated intravascular coagulation), yaitu keadaan di mana terjadi penggumpalan darah yang menyebar di seluruh tubuh serta perdarahan di saat yang bersamaan
  • Menjalani kemoterapi
  • Menjalani transplantasi sel sumsum tulang (stem cell)
  • Mengonsumsi obat pengencer darah, misalnya warfarin

Gejala Defisiensi Protein C

Umumnya, defisiensi protein C tidak menimbulkan gejala yang signifikan (asimptomatik) hingga terjadi penggumpalan darah. Namun, ketika penggumpalan darah sudah terjadi, kondisi ini dapat menimbulkan gejala yang beragam, di antaranya:

  • Deep vein thrombosis (DVT)
    DVT atau dikenal juga dengan trombosis vena dalam, yaitu terbentuknya gumpalan darah pada pembuluh darah vena dalam. Jika gumpalan darah terjadi pada pembuluh vena di tungkai, dapat muncul gejala berupa pembengkakan, nyeri, perubahan warna, dan pengerasan di daerah tungkai yang mengalami penggumpalan darah.
  • Emboli paru
    Emboli paru terjadi akibat gumpalan darah pada tungkai lepas lalu menyumbat pembuluh arteri paru-paru hingga menyebabkan tidak berfungsinya jaringan paru-paru. Gejala emboli paru dapat berupa sesak napas, nyeri dada, batuk, demam, dan pusing.
  • Tromboflebitis
    Tromboflebitis terjadi ketika gumpalan darah memicu timbulnya peradangan pada pembuluh vena yang mengalami penggumpalan. Gejalanya dapat berupa pembengkakan, kemerahan, nyeri, dan sensasi hangat pada daerah yang mengalami penggumpalan darah.
  • Purpura fulminan
    Purpura fulminan terjadi akibat terbentuknya gumpalan darah pada pembuluh darah halus di seluruh tubuh yang menyebabkan penyumbatan aliran darah dan kematian jaringan (nekrosis). Gejala umum purpura fulminan adalah lebam ungu gelap pada kulit di daerah yang mengalami penyumbatan aliran darah. Purpura fulminan biasanya terjadi pada anak-anak. Bila terjadi pada bayi baru lahir, kondisi ini disebut purpura fulminan neonatal.

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda atau anak Anda mengalami gejala di atas, terutama jika gejala muncul secara tiba-tiba.

Bagi ibu hamil yang memiliki faktor risiko defisiensi protein C, pemeriksaan ke dokter terkait kondisi ini perlu dilakukan secara rutin. Hal ini bertujuan untuk merencanakan proses persalinan yang aman bagi ibu dan janin. Pasalnya, defisiensi protein C dapat meningkatkan risiko terjadinya keguguran pada masa awal dan akhir kehamilan.

Diagnosis Defisiensi Protein C

Diagnosis defisiensi protein C dilakukan berdasarkan gejala yang dialami, serta riwayat kesehatan pasien dan keluarga. Proses diagnosis kemudian dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

Guna memastiksan diagnosis, umumnya dilakukan juga pemeriksaan lanjutan berupa tes darah yang meliputi:

  • Tes imunologi
    Tes ini dilakukan untuk mengetahui jumlah protein C di dalam darah dengan menggunakan reaksi antibodi tertentu. Umumnya, bayi dan balita memiliki kandungan protein C yang lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa.
  • Tes fungsi protein C
    Tes ini dilakukan untuk memeriksa aktivitas protein C di dalam darah.

Perlu diingat bahwa hasil dari kedua tes tersebut dapat berubah jika pasien sedang mengonsumsi obat pengencer darah warfarin. Oleh karena itu, bagi pasien yang akan menjalani tes darah untuk mendeteksi protein C, akan diminta untuk menghentikan konsumsi obat tersebut selama beberapa hari.

Selain itu, tes deteksi protein C juga dapat dilakukan beberapa kali untuk memberikan hasil yang lebih akurat.

Pengobatan Defisiensi Protein C

Pengobatan defisiensi protein C bertujuan untuk menangani penggumpalan darah yang terjadi. Pengobatan juga dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan pada pasien yang berisiko mengalami penggumpalan darah, seperti pasien yang mengalami sepsis, sedang hamil, atau akan menjalani operasi.

Untuk menangani defisiensi protein C, dokter penyakit dalam konsultan darah (KHOM) dapat memberikan obat antikoagulan, seperti:

  • Heparin
  • Warfarin
  • Edoxaban
  • Enoxaparin
  • Fondaparinux
  • Dalteparin
  • Dabigatran
  • Rivaroxaban
  • Apixaban

Selain diberikan obat antikoagulan, pasien juga dapat diberikan protein C tambahan untuk menambah kandungan protein C dalam darah. Protein C tambahan ini dapat bersumber dari protein C murni dalam bentuk konsentrat atau kombinasi dengan protein lain yang berasal dari transfusi darah jenis fresh frozen plasma (FFP).

Bagi pasien purpura fulminan neonatal, dibutuhkan pemberian protein C dengan segera. Pasien purpura fulminan neonatal akan diberikan protein C dalam bentuk konsentrat untuk meningkatkan kandungan protein C dalam darah.

Setelah kandungan protein C kembali normal, pasien dapat diberikan obat antikoagulan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah kembali. Jika diperlukan, pasien dapat diberikan protein C tambahan kembali sewaktu-waktu. Sebagai solusi permanen, pasien juga dapat menjalani transplantasi hati.

Komplikasi Defisiensi Protein C

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat defisiensi protein C adalah:

  • Keguguran pada ibu hamil
  • Gangguan kulit akibat penggunaan warfarin
  • Gangguan kesehatan serius akibat emboli paru, seperti kematian jaringan paru-paru dan henti jantung
  • Purpura fulminan neonatal pada bayi

Pencegahan Defisiensi Protein C

Pada kasus yang disebabkan oleh kelainan genetik, defisiensi protein C tidak bisa dicegah sepenuhnya. Namun, risiko terjadinya penggumpalan darah akibat penyakit tersebut dapat dikurangi. Beberapa langkah untuk mengurangi risiko penggumpalan darah akibat defisiensi protein C adalah:

  • Lakukan olahraga secara rutin.
  • Minum air putih yang cukup setiap hari guna menghindari dehidrasi.
  • Hindari berdiri atau duduk dalam waktu yang
  • Konsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter secara teratur.
  • Gunakan kaus kaki (stocking) khusus yang direkomendasikan oleh dokter untuk mencegah penggumpalan darah.
  • Lakukan medical check up secara rutin, terutama jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat defisiensi protein C.