Sifat perfeksionisme pada anak memang bisa memotivasinya agar mau belajar dan melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. Namun, jika tidak terkontrol, sifat ini justru bisa mengganggu kesehatan mental dan tumbuh kembang anak, lho.
Orang yang memiliki sifat perfeksionis umumnya selalu berusaha tampil sempurna dan ingin memiliki pencapaian yang paling tinggi. Seorang perfeksionis juga akan menetapkan standar yang terlalu tinggi dan sering mengkritik dirinya atau bahkan orang lain terlalu keras.
Sekilas, menjadi perfeksionis terlihat positif dan bisa menjadi sebuah motivasi, ya? Namun, sikap ini bukan hal yang baik untuk dipelihara, terutama pada anak-anak.
Mengenal Berbagai Tipe Sifat Perfeksionis
Pada dasarnya, sifat prefeksionis terbagi menjadi tiga jenis, yaitu perfeksionisme yang terorientasi diri sendiri, orang lain, dan dorongan dari lingkungan sekitar.
Anak yang memiliki sifat perfeksionis terhadap dirinya sendiri cenderung menganggap bahwa dirinya harus menjadi seseorang yang sempurnya. Jadi, ia akan menetapkan strandar yang tinggi untuk dirinya dan sebisa mungkin menghindari kesalahan saat mengerjakan sesuatu.
Sementara itu, anak dengan perfeksionisme yang berorientasi pada orang lain memiliki standar yang tinggi untuk orang-orang di sekelilingnya.
Beda lagi dengan perfeksionisme karena dorangan dari lingkungan sektiar. Pada jenis ini, anak akan merasa harus membuktikan kemampuannya agar ia bisa dihargai dan diterima oleh orang lain.
Ciri-Ciri Anak Perfeksionis
Pada anak, ciri-ciri sifat perfeksionis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung usia dan jenis perfeksionis yang dialami. Namun, secara umum, anak yang perfeksionis akan menunjukkan tanda atau perilaku berikut ini:
- Takut dan cemas yang berlebihan dengan kegagalan (atychiphobia)
- Kesulitan menyelesaikan dan sering menunda tugas karena takut merasa gagal atau tidak sempurna
- Sulit menerima kesalahan atau kekalahan
- Sering mengkritik diri sendiri dan orang lain
- Kesulitan membuat keputusan dan memprioritaskan tugas
- Sering merasa tidak puas dengan suatu hal yang sudah dilakukan
- Cepat marah dan tersinggung
- Kritis terhadap kinerja orang lain
Penyebab Perfeksionis pada Anak
Penyebab seorang anak menjadi perfeksionis memang sulit untuk bisa diketahui secara pasti. Meski begitu, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko atau menumbuhkan sifat perfeksionisme pada anak, yaitu:
- Tuntutan akademik
- Harga diri yang rendah atau kurang percaya diri
- Keinginan yang berlebihan untuk menyenangkan orang lain
- Orang tua yang perfeksionis atau menuntut anak untuk berprestasi terlalu tinggi
- Pengaruh media sosial
- Menderita gangguan psikologis tertentu, misalnya gangguan makan atau OCD
Bahaya Jika Anak Menjadi Perfeksionis
Alih-alih menjadi motiviasi, sifat perfeksionis justru bisa membuat anak merasa takut berlebihan atau justru tidak bisa menerima kegagalan dan kesalahan. Anak yang perfeksionis juga kerap kali memendam sendiri perasaan takut dan sedih yang ia rasakan.
Mereka tidak mau jika orang lain tahu bahwa mereka sedang kesulitan. Mereka merasa, menunjukkan keluh kesah akan membuatnya terlihat lemah dan tidak berdaya.
Jika tidak terkontrol, sifat perfeksionisme ini bisa membuat anak rentan mengalami stres dan bahkan masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti fobia akan kesalahan (atelophobia), gangguan kecemasan, depresi, dan menyakiti diri sendiri atau self-harm.
Pada kasus tertentu, kesulitan menerima kegagalan bahkan bisa membuat anak yang perfeksionis menghukum dirinya sendiri atau bahkan jadi ingin bunuh diri.
Nah, Bunda dan Ayah, itulah hal-hal yang perlu diketahui tentang perfeksionis pada anak. Jika Si Kecil menunjukkan ciri-ciri sifat perfeksionis, sebaiknya Bunda dan Ayah segera mengambil tindakan untuk mengatasinya agar terhindar dari berbagai bahayanya, ya.
Ajaklah Si Kecil untuk melakukan positive self-talk. Beri pujian yang tepat ketika Si Kecil meraih keberhasilan. Selain itu, bantu Si Kecil untuk meningkatkan self-esteem yang baik serta mengenali hal-hal apa saja yang bisa ia kendalikan dan tidak.
Sampaikan juga bahwa apa pun yang dicapainya, itu semua sudah membuat Bunda dan Ayah bangga. Tekankan padanya bahwa tidak ada manusia yang “sempurna”.
Bila sikap perfeksionis Si Kecil sudah mengganggu proses belajar, tumbuh kembang, atau kesehatannya, Bunda dan Ayah dianjurkan untuk membawa Si Kecil ke psikolog atau psikiater. Hal ini penting agar Si Kecil tidak mengalami stres berlebihan akibat sifat perfeksionisnya.