Sindrom Heller adalah kondisi ketika anak tumbuh normal sampai usia 3 atau 4 tahun, kemudian kehilangan beberapa kemampuan dalam beberapa bulan berikutnya. Kemampuan yang hilang meliputi kecakapan berbicara, berinteraksi, serta fungsi motorik, dan mental.

Sindrom Heller, atau disebut juga dengan gangguan disintegratif anak, tergolong jarang terjadi. Secara global, angka kejadian sindrom Heller sekitar 2 dari setiap 100.000 anak. Sindrom Heller termasuk dalam kategori gangguan spektrum autisme, karena gejalanya menyerupai gejala penyakit autisme.

 

Baby girl touch ear

Penyebab Sindrom Heller

Hingga saat ini belum diketahui apa yang menyebabkan sindrom Heller. Namun, ada dugaan kondisi ini disebabkan oleh kelainan pada aktivitas listrik dan sinyal di otak, akibat penumpukan protein amiloid dalam otak.

Kelainan tersebut dapat dipicu oleh kombinasi beberapa faktor, yaitu kondisi genetik, penyakit yang dialami, dan pengaruh kehamilan atau lingkungan, seperti dijelaskan berikut ini:

1. Kondisi genetik, di antaranya:

  • Kelainan susunan genetik
  • Kerentanan gen terhadap kerusakan atau gangguan kromosom
  • Riwayat autisme atau sindrom Asperger di dalam keluarga

2. Penyakit pemicu, meliputi:

  • Penyakit autoimun
  • Alergi dan gangguan pencernaan
  • Infeksi virus
  • Insomnia
  • Kekurangan vitamin B12
  • Peningkatan kadar homosistein dalam darah (hiperhomosisteinemia)
  • Ensefalitis

3. Pengaruh kehamilan dan lingkungan, seperti:

  • Infeksi toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, HIV, atau herpes simpleks
  • Infeksi virus
  • Paparan racun
  • Cedera pada bayi ketika proses persalinan
  • Lahir prematur
  • Paparan obat antikejang atau obat-obatan yang berbahaya pada ibu hamil
  • Cacat lahir

Gejala Sindrom Heller

Anak dengan sindrom Heller umumnya menunjukkan perkembangan yang normal, setidaknya sampai usia 2 tahun. Setelah itu, ia akan mengalami penurunan atau kehilangan pada minimal dua dari sejumlah kemampuan berikut:

  • Berbicara
  • Memahami bahasa
  • Berinteraksi dan menyesuaikan diri
  • Mengendalikan buang air kecil atau besar
  • Menggerakkan anggota tubuh
  • Bermain

Penurunan atau kehilangan kemampuan di atas dapat menimbulkan gangguan kecerdasan, seperti:

  • Kesulitan mempelajari hal baru
  • Kesulitan melakukan kontak mata atau menunjukkan ekspresi wajah
  • Kesulitan mengucapkan kata-kata atau menyusun kalimat
  • Kebiasaan berbicara dengan nada yang tidak normal, misalnya menggunakan nada lagu atau suara robot
  • Kesulitan memahami ekspresi atau perasaan orang lain
  • Tidak menunjukkan minat terhadap apa pun
  • Interaksi yang buruk, misalnya bersikap pasif, agresif, atau mengganggu orang lain

Selain itu, anak dengan sindrom Heller juga biasanya memiliki pola perilaku tertentu, seperti:

  • Melakukan gerakan tertentu secara berulang, misalnya terus-menerus berputar atau mengayunkan tubuh
  • Melakukan hal yang dapat melukai diri sendiri, seperti menggigit diri sendiri atau membenturkan kepala
  • Memiliki kebiasaan tertentu dan akan marah saat kebiasaan tersebut terganggu atau berubah
  • Memiliki gangguan koordinasi atau gerak tubuh, seperti terlihat ceroboh, berjalan dengan bertumpu pada ibu jari, atau bahasa tubuh yang terlihat kaku
  • Merasa sensitif terhadap cahaya, suara, atau sentuhan, tetapi tidak pada rasa sakit atau suhu di sekitar
  • Tidak menyukai permainan yang mengharuskan anak berpura-pura atau meniru sesuatu
  • Memperhatikan objek atau melakukan aktivitas secara berlebihan
  • Memiliki kebiasaan makan khusus, misalnya hanya mengonsumsi makanan tertentu

Penurunan atau kehilangan kemampuan di atas dapat terjadi secara seketika atau bertahap. Pada umumnya, sindrom Heller menyerang anak di bawah usia 10 tahun, dengan rata-rata kasus terjadi antara usia 3–4 tahun.

Kapan harus ke dokter

Jika Anda khawatir terhadap tumbuh kembang anak atau menduga anak mengalami gejala gangguan spektrum autisme, lakukan konsultasi dengan dokter. Gejala kondisi ini bisa menyerupai gejala dari gangguan perkembangan lain, sehingga pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis.

Diagnosis Sindrom Heller

Diagnosis sindrom Heller diawali dengan tanya jawab terkait gejala dan riwayat kesehatan pasien, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Selanjutnya, pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan untuk menilai sejumlah kemampuan pasien, seperti:

  • Pemeriksaan saraf, untuk mendeteksi kelainan pada otak atau sistem saraf
  • Tes bahasa dan komunikasi
  • Tes penglihatan dan pendengaran
  • Pemeriksaan tumbuh kembang, untuk menilai kemampuan anak dan membandingkannya dengan kemampuan anak lain seusianya
  • Pemeriksaan perilaku, untuk melihat perilaku tertentu, misalnya cara bermain dan berinteraksi, atau kebiasaan khusus yang dilakukan

Di samping itu, dokter juga mungkin akan menjalankan tes laboratorium, seperti:

  • Tes genetik, untuk mendeteksi penyakit yang diturunkan di dalam keluarga
  • Hitung darah lengkap, untuk mengukur kadar zat yang terkandung di dalam darah
  • Tes fungsi tiroid, untuk memeriksa fungsi organ tiroid
  • Tes gula darah, untuk mengukur kadar gula dalam darah
  • Tes fungsi hati, untuk menilai fungsi hati dan mendeteksi gangguan pada hati
  • Tes fungsi ginjal, untuk mendeteksi gangguan diginjal
  • Tes kadar logam tubuh, untuk mendeteksi keracunan logam yang dapat merusak sistem saraf serta menyebabkan gangguan tumbuh kembang dan perilaku
  • Tes HIV, untuk mendeteksi infeksi HIV di dalam tubuh
  • Tes urine, untuk mendeteksi zat yang terkandung di dalam urine

Jika diperlukan, dokter akan melakukan pemindaian dengan MRI, CT scan, atau PET scan, untuk mendeteksi kemungkinan tumor atau kelainan di otak. Namun, pemindaian pada anak cukup berisiko sehingga dokter akan mempertimbangkan dengan lebih hati-hati.

Pengobatan Sindrom Heller

Pengobatan sindrom Heller akan disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Metode yang digunakan bisa dengan terapi perilaku, seperti analisis perilaku terapan. Tujuannya adalah untuk mengajarkan anak cara berkomunikasi, bersosialisasi, dan berperilaku.

Metode lain yang dapat diterapkan untuk pasien adalah sensory enrichment therapy, yaitu latihan sensorik dan motorik yang dilakukan setiap hari. Terapi ini bertujuan untuk merangsang indra peraba pasien menggunakan berbagai benda dengan tekstur yang beragam.

Dokter juga dapat meresepkan beberapa jenis obat untuk meredakan gejala yang dialami penderita, seperti:

  • Obat antikejang
  • Obat antipsikotik, seperti risperidon
  • Obat antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)

Perlu diketahui, pengobatan di atas tidak dapat menyembuhkan sindrom Heller, tetapi dapat membantu anak beraktivitas dengan lebih baik

Komplikasi Sindrom Heller

Sindrom Heller dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada penderitanya. Penderita dapat mengalami penurunan kemampuan yang mencapai puncaknya di usia 10 tahun. Meski mungkin mengalami peningkatan pada kemampuan tersebut, tetapi umumnya sangat terbatas. Bahkan, penderita mungkin menjadi orang yang berkebutuhan khusus seumur hidup.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah:

  • Gejala yang menyerupai autisme berat, seperti gangguan pada fungsi kognitif dan perilaku dalam jangka panjang
  • Gangguan pada kecerdasan, kemandirian, dan kemampuan beradaptasi yang terlihat jelas, hingga menyebabkan kemunduran kecerdasan yang parah
  • Kesulitan untuk berkomunikasi akibat kemunduran kecerdasan
  • Risiko kejang yang akan terus meningkat hingga usia remaja

Pencegahan Sindrom Heller

Belum ada cara yang dapat dilakukan untuk mencegah gangguan spektrum autisme, temasuk sindrom Heller. Namun, pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan sejak dini bisa membantu meningkatkan perkembangan bahasa, kemampuan, dan perilaku anak.

Bagi wanita yang sedang merencanakan kehamilan, dokter akan menyarankan pemeriksaan TORCH. Sedangkan pada ibu hamil, disarankan untuk menjalani pemeriksaan kehamilan secara berkala.