Gula rafinasi diketahui memiliki tingkat kemurnian lebih tinggi dibandingkan dengan gula alami. Meski begitu, bukan berarti jenis gula ini lebih sehat. Nah, untuk mengetahui lebih jauh seputar gula rafinasi dan bedanya dengan gula alami, mari simak pembahasannya berikut ini.
Istilah gula rafinasi atau refined sugar mungkin sering Anda temukan pada kemasan produk makanan atau minuman, misalnya es krim, kue kering, atau soda. Gula rafinasi termasuk salah satu jenis gula yang tidak dijual bebas di Indonesia, melainkan hanya diperuntukkan bagi industri makanan atau minuman.
Perbedaan Gula Rafinasi dan Gula Alami
Gula rafinasi merupakan gula yang berasal dari sari tebu. Dalam proses pembuatannya, sari tebu akan melalui proses pemurnian dan pengolahan yang panjang sehingga menghasilkan gula murni.
Berdasarkan cara mendapatkannya, gula rafinasi bisa dikatakan rendah nutrisi karena hanya mengandung gula murni dan tidak memiliki serat, vitamin, mineral, atau protein. Selain itu, gula ini biasanya berada dalam makanan atau minuman kemasan, yang terkadang tinggi garam dan lemak jenuh pula.
Sedangkan, gula alami merupakan pemanis yang memang sudah ada di dalam makanan yang minim proses, misalnya gula dalam buah, madu, atau susu.
Meski diperoleh dari sumber yang berbeda, sebenarnya gula rafinasi dan gula alami akan diproses dengan cara yang sama di dalam tubuh dan menjadi zat yang sama.
Akan tetapi, konsumsi gula alami biasanya bersamaan dengan nutrisi lainnya. Sebagai contoh, buah tidak hanya mengandung gula tetapi juga serat, vitamin, dan mineral. Sementara, susu juga mengandung protein dan vitamin.
Risiko Kesehatan Akibat Konsumsi Gula Rafinasi
Gula rafinasi yang terkandung di dalam makanan atau minuman kemasan, sebetulnya tidak langsung menimbulkan masalah kesehatan setelah dikonsumsi. Namun, mengonsumsinya terlalu banyak atau terlalu sering bisa memberikan dampak negatif bagi tubuh, seperti:
1. Malnutrisi
Orang yang sering mengonsumsi makanan dan minuman manis cenderung melewatkan makanan bernutrisi, sehingga berisiko mengalami malnutrisi.
2. Kadar trigliserida meningkat
Konsumsi terlalu banyak gula bisa meningkatkan kadar trigliserida di dalam pembuluh darah dan jaringan lemak, sehingga risiko gangguan jantung pun meningkat.
3. Obesitas
Konsumsi makanan atau minuman yang tinggi gula juga berisiko menyebabkan penumpukan kalori yang berakibat pada obesitas atau kelebihan berat badan. Hal ini sama dengan konsumsi terlalu banyak gula batu, gula pasir, maupun jenis gula lainnya.
4. Diabetes
Selain obesitas, konsumsi gula berlebih juga berisiko pada peningkatan kadar gula dalam darah. Apabila dibiarkan terus-menerus, hal ini bisa memicu diabetes.
5. Kerusakan gigi
Gula bisa menyebabkan penumpukan bakteri yang dapat meningkatkan risiko gigi berlubang, terutama jika Anda tidak menjaga kebersihan gigi dengan baik.
Cara Mengurangi Konsumsi Makanan dan Minuman Tinggi Gula
Agar berbagai dampak buruk gula rafinasi di atas bisa dihindari, Anda dapat menerapkan beberapa langkah berikut untuk mengurangi konsumsi makanan atau minuman tinggi gula, misalnya:
- Pilih jus buah dari buah asli. Jika ingin lebih manis, Anda bisa tambahkan pemanis alami, misalnya madu.
- Konsumsi lebih banyak air mineral dibandingkan minuman dengan perasa tambahan, seperti soda atau minuman energi.
- Konsumsi buah potong segar sebagai camilan sehat atau hidangan pencuci mulut sebagai pengganti es krim atau kue manis.
- Pilih pemanis yang lebih aman, misalnya stevia. Stevia bisa menjadi alternatif pengganti gula pasir, terutama bagi penderita penyakit diabetes.
Sebenarnya, jenis pemanis apa pun, baik gula rafinasi, gula pasir, atau gula stevia, apabila dikonsumsi berlebihan akan tetap menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Oleh karena itu, bijaklah dalam mengonsumsi gula dan makanan manis sehari-hari.
Apabila Anda ingin menerapkan pola makan sehat dan mengurangi asupan gula, termasuk gula rafinasi, jangan ragu untuk konsultasi ke dokter. Saat berkonsultasi, Anda juga bisa menanyakan porsi gula harian dan pengganti gula yang tepat dan sesuai kondisi Anda.