Diagnosis HIV dan AIDS bertujuan untuk mencari keberadaan virus di dalam tubuh dengan memeriksa sampel darah pasien di laboratorium. Melalui pemeriksaan ini, dokter juga dapat mengetahui respons tubuh pasien terhadap infeksi dan menentukan tingkat keparahan infeksi yang terjadi.

Skrining HIV dan AIDS

Berikut ini adalah beberapa jenis skrining yang dapat dilakukan untuk mendeteksi HIV:

1. Tes Antibodi

Tes antibodi bertujuan untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang dihasilkan oleh daya tahan tubuh sebagai respons terhadap infeksi HIV. Pemeriksaan ini biasanya baru dapat mendeteksi antibodi HIV dengan akurat sekitar 3–12 minggu setelah tubuh terinfeksi.

Tes antibodi dilakukan dengan mengambil sampel darah, air liur, atau urine pasien untuk kemudian diperiksa di laboratorium. 

2. Tes Kombinasi Antigen-Antibodi

Pemeriksaan kombinasi antigen-antibodi bertujuan untuk mendeteksi protein p24 (bagian dari virus HIV) dan antibodi terhadap infeksi HIV. Tes kombinasi ini dinilai lebih efektif dalam mendeteksi infeksi HIV lebih awal, yakni sekitar 2–4 minggu setelah terpapar virus.

Untuk mendapatkan hasil tes kombinasi antigen-antibodi, dokter akan memeriksa sampel darah yang diambil dari lengan pasien. 

3. Tes Asam Nukleat atau Nucleic Acid Test (NAT)

Tes asam nukleat disebut juga sebagai tes RNA, yang dilakukan dengan mengambil sampel darah dari lengan pasien untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini sudah dapat dilakukan sekitar 10 hari sampai 1 bulan setelah terinfeksi virus. 

Apabila hasil skrining menunjukkan pasien positif HIV, dokter akan menyarankan pasien untuk menjalani tes lebih lanjut. Selain untuk memastikan hasil skrining, pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan infeksi yang dialami pasien dan menentukan metode pengobatan yang tepat.

Tes Lanjutan untuk HIV dan AIDS

Sama seperti skrining, tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien, untuk diteliti di laboratorium. Beberapa tes tersebut antara lain:

1. Hitung Sel CD4

CD4 merupakan bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh virus HIV. Makin sedikit jumlah CD4, makin besar pula kemungkinan seseorang menderita AIDS.

Pada kondisi normal, jumlah CD4 berada dalam rentang 500–1400 sel/mm³. Infeksi HIV berkembang menjadi AIDS bila hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel/mm³.

2. Pemeriksaan Viral Load (HIV RNA)

Tes viral load bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam tubuh dengan mendeteksi materi genetik virus berupa RNA di dalam darah. Pemeriksaan ini dapat menilai seberapa aktif virus berkembang dan memantau efektivitas pengobatan antiretroviral (ARV).

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah RNA HIV di atas 100.000 kopi/mL darah, hal ini bisa menandakan infeksi baru yang belum tertangani atau infeksi lama yang tidak terkendali. 

Sementara itu, jumlah RNA di bawah 10.000 kopi/mL darah menandakan perkembangan tidak terlalu cepat. Meski begitu, jumlah virus dalam rentang ini tetap dapat menyebabkan kerusakan secara perlahan pada sistem kekebalan tubuh.

Terapi HIV akan dilanjutkan sampai hasil tes viral load tidak terdeteksi atau kurang dari 20 kopi/mL darah, sehingga risiko komplikasi dapat ditekan.

3. Tes Resistensi Obat

Beberapa subtipe HIV diketahui kebal terhadap obat anti HIV. Melalui tes resistensi obat, dokter dapat mengetahui apakah virus HIV di tubuh pasien resisten atau kebal terhadap obat anti HIV tertentu. Dengan demikian, dokter dapat menentukan jenis obat anti HIV yang paling sesuai untuk pasien.

Untuk menjalani tes deteksi HIV dan AIDS, Anda bisa pergi ke pusat layanan kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, atau klinik, yang menyediakan layanan tes tersebut. Makin cepat terdeteksi, makin cepat pula penanganan dan pengobatan HIV dan AIDS bisa diberikan.

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar HIV/AIDS atau berencana menjalani pemeriksaan untuk kondisi tersebut, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter lewat chat.