Sleep paralysis adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat bergerak dan tidak bisa berbicara ketika bangun dari tidur atau saat akan tidur. Kondisi ini biasanya pertama kali terjadi ketika seseorang berusia 14–17 tahun.

Sleep paralysis atau “ketindihan” umumnya berlangsung selama beberapa detik atau menit. Selain tidak bisa bergerak atau berbicara, penderita sleep paralysis juga bisa mengalami halusinasi yang sangat jelas. Penderita bisa melihat, mendengar, mencium, atau bahkan menyentuh sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

Sleep Paralysis - Alodokter

Meski biasanya tidak mengakibatkan kondisi yang serius, sleep paralysis dapat menjadi salah satu gejala narkolepsi, yaitu gangguan tidur yang membuat penderitanya tidak bisa mengontrol rasa kantuk..

Sleep paralysis berbeda dengan lucid dream. Orang yang mengalami lucid dream sadar jika ia sedang bermimpi, merasa dapat mengontrol mimpi tersebut, dan cenderung tidak merasa takut ketika bangun.

Penyebab Sleep Paralysis

Secara umum, tidur terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Kedua tahap tidur ini terjadi bergantian dan berulang selama tidur.

Tahap NREM adalah tahap awal fase tidur yang akan berlanjut ke tidur dalam. Pada tahap NREM, tubuh menjadi rileks, napas dan detak jantung melambat, sel-sel tubuh memperbaiki organ-organ tubuh, dan otak tidak bermimpi.

Sementara tahap REM merupakan tahap setelah NREM. Pada tahap ini, seseorang mulai bermimpi. Ketika bermimpi, sistem saraf simpatis akan mencegah otot-otot untuk berkontraksi seperti ketika terjaga sehingga tubuh tidak dapat bergerak sementara waktu.

Sleep paralysis terjadi ketika penderitanya tersadar pada salah satu tahap tidur tersebut.

Belum diketahui secara pasti mengapa sleep paralysis terjadi. Namun, ada beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami sleep paralysis, yaitu:

  • Tidak cukup tidur
  • Perubahan pola tidur, seperti bekerja shift malam atau menderita jet lag
  • Stres berat
  • Gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, PTSD, depresi, atau gangguan bipolar
  • Gangguan tidur lainnya, seperti narkolepsi atau sleep apnea
  • Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat untuk mengatasi ADHD
  • Penyalahgunaan NAPZA
  • Riwayat sleep paralysis dalam keluarga
  • Kebiasaan merokok
  • Konsumsi minuman beralkohol atau berkafein secara berlebihan
  • Tidur di tempat yang kurang nyaman

Gejala Sleep Paralysis

Gejala utama sleep paralysis adalah tidak dapat menggerakkan tubuh dan tidak dapat berbicara. Seperti yang telah disebutkan, gejala ini bisa terjadi dalam beberapa detik hingga beberapa menit.

Gejala tersebut bisa terjadi bersamaan dengan tiga macam halusinasi, yaitu:

1. Halusinasi adanya penyusup (intruder hallucination), yaitu merasa ada hantu, penyusup, atau sesuatu yang jahat di dalam ruangan

2. Halusinasi adanya penindih atau pencekik (incubus hallucination), yaitu merasa ada yang mencekik, menahan, atau menindih tubuh penderita

3. Halusinasi vestibular-motorik, yaitu sensasi seperti tubuh terasa melayang

Sedangkan berdasarkan waktu terjadinya, sleep paralysis terbagi menjadi dua, yaitu:

Hypnopompic sleep paralysis

Sleep paralysis jenis ini terjadi jika seseorang tiba-tiba terbangun ketika fase REM belum usai. Pada kondisi tersebut, otak belum siap untuk mengirimkan sinyal bangun kepada otot. Akibatnya, orang tersebut akan merasa sadar tetapi tubuhnya tidak dapat digerakkan.

Hypnagogic sleep paralysis

Hypnagogic sleep paralysis terjadi ketika seseorang masuk ke tahap tidur. Pada tahap ini, tubuh akan memasuki fase NREM dan mengalami relaksasi. Oleh sebab itu, jika seseorang tersadar pada fase tidur ini, akan timbul sensasi tidak dapat bergerak atau berbicara.

Selain tidak bisa bergerak dan berbicara, penderita juga dapat mengalami gejala-gejala berikut:

  • Sulit bernapas
  • Dada terasa tertindih
  • Keringat berlebih
  • Nyeri otot
  • Sakit kepala
  • Rasa sangat ketakutan

Setiap orang setidaknya bisa mengalami 1–2 kali sleep paralysis atau ketindihan. Umumnya, kondisi ini bisa berakhir dengan sendirinya atau ketika orang lain membangunkan penderita.

Penderita sleep paralysis juga dapat mengingat dengan jelas kejadian ketika dirinya mengalami kondisi tersebut. Bahkan, sleep paralysis sering dikaitkan dengan fenomena astral projection, ketika seseorang merasa ruhnya keluar dari tubuh dan ia bisa melihat tubuhnya.

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda sering mengalami sleep paralysis, terutama jika Anda sampai merasa takut untuk tidur sehingga mengalami insomnia berat. Insomnia yang parah dapat mengganggu kualitas hidup dan berdampak buruk pada kesehatan.

Diagnosis Sleep Paralysis

Dokter akan mengawali diagnosis dengan melakukan tanya jawab mengenai gejala, pola dan kebiasaan tidur, riwayat kesehatan fisik dan mental, serta riwayat sleep paralysis dalam keluarga pasien. Dokter juga akan menanyakan riwayat konsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan tertentu.

Selanjutnya, dokter akan meminta pasien untuk selalu membuat catatan tidur dan menjelaskan setiap kejadian sleep paralysis secara detail.

Jika pasien mengalami sleep paralysis yang parah atau berulang sehingga menyebabkan sulit tidur, dokter dapat melakukan beberapa pemeriksaan tambahan, seperti:

  • Polisomnografi
    Pada pemeriksaan ini, dokter akan memeriksa laju pernapasan, detak jantung, serta aktivitas otak pasien saat tertidur. Polisomnografi dapat mendeteksi jika terdapat gangguan tidur, seperti sleep apnea.
  • Multiple sleep latency test (MSLT)
    MSLT dilakukan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang dibutuhkan pasien untuk tertidur dan kondisi otak ketika tidur siang. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi narkolepsi.

Pengobatan Sleep Paralysis

Pengobatan sleep paralysis akan disesuaikan dengan penyebabnya dan seberapa sering hal tersebut terjadi. Jika pasien mengalami sleep paralysis akibat narkolepsi, dokter akan memberikan obat berupa antidepresan jenis SSRI atau SNRI, seperti fluoxetine.

Jika sleep paralysis tidak terkait dengan gangguan tidur lainnya, dokter akan meminta pasien untuk mengubah pola dan kebiasaan tidur pasien. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

  • Mengikuti jadwal tidur dan bangun yang sama setiap hari, termasuk akhir pekan
  • Melakukan rutinitas yang dapat memunculkan rasa nyaman dan tenang sebelum tidur, seperti mendengarkan lagu atau membaca buku
  • Memastikan kamar tidur tidak terlalu terang atau terlalu berisik
  • Menggunakan bantal, guling, dan selimut yang nyaman ketika tidur
  • Menghindari konsumsi minuman beralkohol dan berkafein, terutama pada sore hari
  • Tidak bermain gadget, setidaknya setengah jam sebelum tidur

Jika diperlukan, dokter juga dapat melakukan terapi perilaku kognitif (CBT). Tujuannya adalah untuk membantu pasien mengurangi pemikiran negatif yang dapat mengganggu kebiasaan tidur.

Komplikasi Sleep Paralysis

Jika hanya terjadi sesekali, sleep paralysis jarang menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, sleep paralysis yang berulang dapat menimbulkan komplikasi berupa:

Pencegahan Sleep Paralysis

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya sleep paralysis, yaitu:

  • Buatlah jadwal tidur yang teratur dan terapkan sleep hygiene.
  • Pastikan tidur yang cukup, yaitu 7−9 jam tiap hari.
  • Pastikan tempat tidur bersih dan nyaman.
  • Jauhkan ponsel atau gadget ketika hendak tidur.
  • Kelola stres dengan baik, contohnya dengan melakukan yoga atau latihan pernapasan secara rutin.
  • Lakukan olahraga secara teratur, tetapi jangan lakukan ketika mendekati waktu tidur.
  • Hindari konsumsi obat-obatan yang berisiko mengakibatkan efek samping berupa gangguan tidur.
  • Konsultasikan ke dokter jika mengalami gangguan mental seperti depresi, gangguan cemas, atau PTSD.