Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan obat-obatan golongan narkotika, psikotoprika, dan zat adiktif yang tidak sesuai dengan fungsinya. Kondisi ini dapat menyebabkan kecanduan yang bisa merusak otak hingga menimbulkan kematian.

Penyalahgunaan NAPZA terjadi akibat faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah rasa ingin tahu yang kemudian mencoba dan menjadi kebiasaan. Sedangkan faktor eksternal bersumber dari lingkungan yang tidak sehat atau berteman dengan pecandu NAPZA.

Penyalahgunaan NAPZA

Di Indonesia, kalangan remaja merupakan kelompok yang rentan menyalahgunakan NAPZA. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), remaja rentan menggunakan NAPZA dalam jangka panjang. Berdasarkan data yang dikeluarkan BNN pada tahun 2019, 28% (2,29 juta) remaja Indonesia diketahui menggunakan NAPZA.

Penyebab Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA umumnya terjadi karena rasa ingin tahu yang tinggi. Selain itu, pasien gangguan mental, seperti gangguan bipolar atau skizofrenia, juga berisiko menyalahgunakan NAPZA, dengan alasan untuk meredakan gejala yang dialami.

Selain rasa ingin tahu yang tinggi dan gangguan mental, faktor lain yang dapat memicu seseorang menyalahgunakan NAPZA adalah:

  • Memiliki teman yang juga pecandu NAPZA
  • Mengalami masalah ekonomi
  • Pernah mengalami kekerasan fisik, emosi, atau seksual
  • Bermasalah dalam hubungan dengan pasangan, kerabat, atau keluarga

Ada empat golongan NAPZA yang paling sering disalahgunakan, yakni:

  • Halusinogen, seperti lysergic acid diethylamide (LSD) dan phencyclidine
  • Depresan, seperti diazepam, alprazolam, nimetazepam (happy five), clonazepam, dan ganja
  • Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu), dan amphetamin, serta flakka
  • Opioid, seperti morfin dan heroin

Fase dan Gejala Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA yang tidak dihentikan dapat menyebabkan kecanduan. Seseorang dianggap kecanduan jika menunjukkan perilaku berikut:

  • Menggunakan NAPZA terus-menerus, setiap hari atau bahkan beberapa kali dalam sehari
  • Menggunakan NAPZA guna mengalihkan pikiran yang mengganggu
  • Meningkatkan dosis NAPZA seiring berjalannya waktu, karena dosis yang digunakan lambat laun akan terasa kurang
  • Memastikan bahwa NAPZA selalu tersedia
  • Melakukan apa pun guna mendapatkan atau membeli NAPZA, seperti menjual barang pribadi hingga mencuri
  • Melalaikan tanggung jawab dalam bekerja dan cenderung mengurangi aktivitas sosial
  • Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa perilaku tersebut memberikan dampak buruk pada aspek sosial dan psikologis
  • Melakukan aktivitas yang berbahaya atau merugikan orang lain ketika di bawah pengaruh NAPZA
  • Menghabiskan banyak waktu untuk membeli, menggunakan, atau memulihkan diri dari efek NAPZA
  • Mengalami kegagalan saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA

Ketika penderita telah mencapai fase kecanduan dan mencoba untuk menghentikan kebiasaan tersebut, dia akan mengalami gejala putus obat atau sakau. Gejala putus obat tersebut bisa berbeda-beda, tergantung tingkat keparahan kecanduan dan jenis NAPZA yang digunakan.

Apabila NAPZA yang digunakan adalah heroin dan morfin (opioid), maka gejalanya dapat berupa:

  • Hidung tersumbat
  • Gelisah
  • Keringat berlebih
  • Sulit tidur
  • Sering menguap
  • Nyeri otot

Setelah 1 hari atau lebih, gejala putus obat akan makin memburuk. Beberapa gejala yang dapat dialami adalah:

  • Diare
  • Kram perut
  • Mual dan muntah
  • Tekanan darah tinggi
  • Sering merinding
  • Jantung berdebar
  • Penglihatan kabur atau buram

Sedangkan jika menggunakan NAPZA jenis kokain, maka gejala putus obat yang dapat muncul antara lain:

  • Depresi
  • Gelisah
  • Tubuh terasa lelah
  • Rasa tidak enak badan
  • Nafsu makan meningkat
  • Mimpi buruk yang terasa sangat nyata
  • Lambat dalam beraktivitas

Fase kecanduan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang terus dibiarkan berisiko menyebabkan kematian akibat overdosis. Overdosis ditandai dengan keluhan berupa:

  • Mual dan muntah
  • Kesulitan bernapas
  • Mengantuk
  • Kulit dapat terasa dingin, berkeringat, atau panas
  • Nyeri dada
  • Penurunan kesadaran

Kapan harus ke dokter

Segera hubungi rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter atau pusat rehabilitasi jika Anda atau orang terdekat Anda menyalahgunakan NAPZA. Perlu diketahui bahwa menghilangkan ketergantungan NAPZA membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, makin cepat mendapatkan perawatan, peluang untuk sembuh juga makin besar.

Segera hubungi dokter jika merasa:

  • Tidak bisa berhenti mengonsumsi NAPZA
  • Terus mengonsumsi NAPZA meski sadar akan bahayanya
  • Bertukar jarum suntik ketika menggunakan NAPZA

Diagnosis Penyalahgunaan NAPZA

Diagnosis penyalahgunaan NAPZA diawali dengan tanya jawab terkait gejala dan riwayat penggunaan NAPZA, kemudian diikuti pemeriksaan fisik dan mental.

Dokter juga akan melakukan serangkaian tes, antara lain:

  • Tes urine, untuk mendeteksi jenis NAPZA yang digunakan
  • Tes hepatitis C dan HIV/AIDS, untuk mendeteksi kedua penyakit tersebut, khususnya bagi pengguna NAPZA yang bertukar jarum suntik

Pengobatan Penyalahgunaan NAPZA

Indonesia memiliki sistem rehabilitasi yang dilaksanakan oleh Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). IPWL adalah lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk melaksanakan proses rehabilitasi. IPWL bisa berupa puskesmas, rumah sakit, atau lembaga lain yang ditetapkan pemerintah.

Di Indonesia, rehabilitasi untuk pasien penyalahgunaan NAPZA terbagi dalam tiga tahap, yakni:

  • Detoksifikasi
    Dokter akan memeriksa kondisi pasien secara menyeluruh. Setelah itu, dokter akan memberi obat yang bertujuan untuk mengurangi gejala putus obat (sakau).
  • Rehabilitasi nonmedis
    Dokter akan menyarankan pasien menjalani berbagai program, misalnya saling bercerita dengan sesama pasien (therapeutic communities), metode 12 langkah, dan pendekatan keagamaan.
  • Bina lanjut
    Dokter akan menyarankan pasien untuk ikut serta dalam kegiatan yang sesuai dengan minatnya. Pasien dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja, tetapi tetap dalam pengawasan terapis.

Komplikasi Penyalahgunaan NAPZA

Komplikasi yang dapat muncul akibat penyalahgunaan NAPZA tergantung pada zat yang digunakan, antara lain:

  • Halusinasi dan kejang akibat penggunaan metamfetamin, opiat, dan kokain
  • Kantuk, kebingungan, dan kehilangan kesadaran akibat penggunaan GHB dan flunitrazepam
  • Dehidrasi, gangguan elektrolit, dan kerusakan memori otak akibat penggunaan ekstasi atau molly (MDMA)

Selain itu, penyalahgunaan NAPZA secara umum dapat menimbulkan kondisi lain, yaitu:

  • HIV/AIDS atau hepatitis C, terutama bagi pengguna NAPZA suntik
  • Kerusakan otak permanen
  • Kecelakaan akibat berkendara dalam pengaruh NAPZA
  • Perilaku agresif yang membahayakan orang di sekitarnya
  • Keinginan untuk bunuh diri
  • Hambatan dalam pendidikan dan pekerjaan
  • Gangguan dalam ekonomi, serta hubungan dengan keluarga dan masyarakat
  • Terkena jeratan hukum

Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA

Cara terbaik untuk mencegah kecanduan NAPZA adalah dengan tidak mencoba NAPZA. Hal ini karena sekali mulai menggunakan NAPZA, maka akan sulit untuk menghentikan perilaku tersebut.

Perlu diketahui, beberapa obat resep memiliki sifat adiktif. Oleh sebab itu, patuhi petunjuk penggunaan dari dokter untuk menghindari kecanduan. Jika memerlukan dosis lebih, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter.

Mantan pengguna atau yang sedang menjalani rehabilitasi berisiko besar untuk kembali menggunakan NAPZA. Bahkan, mantan pengguna yang telah bertahun-tahun berhenti menggunakan NAPZA tetap berisiko untuk menggunakan NAPZA. Agar tidak kembali terjerumus, cara yang bisa dilakukan antara lain:

  • Ikuti proses rehabilitasi atau pengobatan sampai selesai
  • Hindari kelompok yang menyalahgunakan NAPZA
  • Jika kembali menyalahgunakan NAPZA, segera hubungi dokter atau pusat rehabilitasi

Bagi orang yang mengalami gangguan mental, berkonsultasi ke dokter dan menjalani pengobatan secara rutin dapat mencegah penyalahgunaan NAPZA.