Obsessive compulsive disorder (OCD) adalah gangguan mental yang mendorong penderitanya untuk melakukan tindakan tertentu secara berulang-ulang. Tindakan tersebut ia lakukan untuk mengurangi kecemasan dalam pikirannya.
Gangguan obsesif kompulsif dapat dialami oleh siapa saja dari semua kelompok usia, tetapi paling sering muncul di usia 7–17 tahun. Penderita OCD biasanya menyadari bahwa pikiran dan tindakannya berlebihan, tetapi mereka tidak bisa melawannya.
Meski namanya hampir sama, obsessive compulsive disorder berbeda dengan obsessive-compulsive personality disorder (OCPD). OCD termasuk gangguan mental yang gejalanya bisa hilang timbul.
Gejala OCD terdorong oleh pikiran obsesif untuk menghindari rasa takut dan cemas. Selain itu, penderita OCD biasanya sadar akan kondisi yang dialaminya.
Berbeda dengan OCD, OCPD tergolong gangguan kepribadian yang gejalanya dialami secara konsisten oleh penderitanya. Penderita OCPD cenderung bersifat sangat perfeksionis dalam segala hal. Namun, penderita OCPD sering tidak menyadari kondisinya.
Penyebab OCD
Penyebab OCD belum diketahui secara pasti. Namun, ada faktor-faktor tertentu yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang menderita OCD, antara lain:
- Memiliki anggota keluarga dengan riwayat OCD
- Menderita gangguan mental lain, seperti gangguan kecemasan, gangguan bipolar, depresi, atau sindrom Tourette
- Mimiliki atau pernah mengalami kejadian yang menyebabkan munculnya trauma atau stres, seperti perundungan (bullying), kekerasan fisik, atau kekerasan seksual
- Memiliki kepribadian yang sangat disiplin, terlalu teliti, dan perfeksionis
- Menderita infeksi bakteri Streptococcus ketika kanak-kanak (pediatric autoimmune neuropsychiatric disorders)
Gejala OCD
OCD ditandai dengan munculnya pola pikir dan perilaku tertentu yang berulang serta sulit dikendalikan. Penderita biasanya menyadari bahwa hal tersebut berlebihan, tetapi tetap melakukannya agar rasa cemas berkurang.
Gejala OCD terbagi menjadi dua, yaitu pikiran obsesif dan perilaku kompulsif. Berikut penjelasan mengenai kedua gejala tersebut:
Pikiran obsesif
Pikiran obsesif dapat muncul secara tiba-tiba ketika penderita sedang memikirkan atau melakukan sesuatu dan memicu kecemasan ketika tidak dilakukan. Contoh gejala pikiran obsesif adalah takut kotor atau tertular penyakit, sehingga enggan bersalaman atau menyentuh benda atau merasa gelisah ketika melihat barang tidak rapi atau tidak simetris.
Perilaku Kompulsif
Perilaku kompulsif dilakukan berulang untuk meredakan cemas akibat pikiran obsesif. Penderita biasanya merasa lega sesaat, tetapi kecemasan sering kembali sehingga perilaku tersebut terus diulang.
Perilaku kompulsif dapat ditandai dengan sering mencuci tangan hingga lecet, menyusun barang agar sejajar atau sesuai jenisnya, hingga menimbun barang yang sebenarnya tidak terpakai.
Pada umumnya, gejala OCD pada anak-anak dan orang dewasa tidak jauh berbeda. Namun, gejala OCD pada anak-anak terkadang kurang jelas, sehingga orang tua harus lebih mawas dengan kondisi anak, apalagi jika faktor risiko untuk terkena OCD cenderung besar.
Kapan Harus ke Dokter
Tidak semua perilaku obsesif dan kompulsif menandakan OCD. Sesekali merasa cemas, ragu, atau melakukan sesuatu berulang masih tergolong wajar. Namun, bila pikiran dan tindakan tersebut terus muncul, sulit dikendalikan, dan mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter secara langsung atau via chat.
Pemeriksaan sejak dini dapat membantu menentukan penyebab dan mencegah gejala OCD semakin parah.
Diagnosis OCD
Untuk mendiagnosis OCD, dokter akan menjalankan beberapa tahap pemeriksaan, mulai dari tanya jawab, pemeriksaan fisik dan kejiwaan, sampai pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan DSM-5 (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition), seseorang dapat dikatakan menderita OCD jika memiliki sejumlah kriteria pikiran obsesif berikut ini:
- Muncul pikiran atau dorongan berulang yang mengganggu kegiatan sehari-hari dan menimbulkan kecemasan
- Upaya untuk menolak atau mengendalikan pikiran tersebut dengan cara lain, baik lewat tindakan maupun pemikiran tertentu
Sementara itu, kriteria perilaku kompulsif berdasarkan DSM-5, meliput:
- Melakukan tindakan berulang, seperti mencuci tangan hingga lecet atau mengulangi kata-kata dalam hati
- Perilaku tersebut dilakukan untuk meredakan kecemasan, ketakutan berlebih, atau mencegah terjadinya hal yang ditakuti
Selain pemeriksaan tersebut, dokter juga mungkin untuk merekomendasikan pemeriksaan penjunang, seperti tes darah untuk menghitung jumlah sel darah, fungsi kelenjar tiroid, dan riwayat penggunaan alkohol atau NAPZA, yang dapat memengaruhi pikiran dan perilaku.
Pengobatan OCD
Penanganan atau pengobatan OCD difokuskan untuk meredakan gejala, sehingga penderita dapat kembali menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih nyaman. Durasi pengobatan biasanya disesuaikan dengan berat-ringannya gejala yang dialami.
Pilihan terapi OCD umumnya mencakup terapi perilaku kognitif serta penggunaan obat antidepresan. Berikut penjelasannya:
Terapi perilaku kognitif
Pada terapi perilaku kognitif, pasien akan dihadapkan dengan kondisi yang sering dihindari. Sebagai contoh, dokter akan meminta pasien yang takut kuman untuk menyentuh tanah, kemudian mengajarkan cara mengatasi rasa takutnya tersebut. Terapi ini bisa dilakukan secara individu atau berkelompok.
Obat antidepresan
Obat antidepresan diberikan bila terapi perilaku kognitif tidak membantu meredakan gejala, atau bila gejala yang dialami pasien cukup parah.
Dokter biasanya menganjurkan penggunaan obat antidepresan dalam jangka waktu 1 tahun. Oleh sebab itu, pasien sebaiknya tidak menghentikan konsumsi obat tanpa berkonsultasi dengan dokter.
Jenis obat antidepresan yang umum digunakan untuk mengatasi OCD meliputi:
- Fluoxetine, contohnya Prozac dan Nopres
- Fluvoxamine, misalnya Luvox
- Sertaline, contohnya Zoloft dan Nudep
Komplikasi OCD
Penderita OCD cenderung mengalami keterbatasan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Hal ini karena ia mudah cemas atau takut ketika menjalani suatu hal. Oleh karena itu, penanganan yang tepat diperlukan agar terhindar dari komplikasi OCD, seperti:
- Peradangan di kulit, seperti dermatitis kontak
- Gangguan mental lain, seperti gangguan panik dan bipolar
- Kesulitan mengembangkan potensi di sekolah atau di pekerjaan
- Kesulitan dalam bersosialisasi
- Percobaan bunuh diri
Pencegahan OCD
Sampai saat ini, belum ada cara yang terbukti efektif untuk mencegah munculnya OCD. Meski begitu, mengenali gejala sejak dini dan mendapatkan penanganan yang tepat dapat membantu mencegah kondisi ini berkembang lebih parah.
Deteksi dan terapi yang cepat juga penting agar penderita tetap bisa menjalani aktivitas sehari-hari tanpa banyak hambatan. Dengan penanganan yang tepat pula, risiko untuk terjadinya komplikasi OCD bisa dicegah.
