Hipertensi atau darah tinggi adalah kondisi ketika tekanan darah berada pada angka 130/80 mmHg atau lebih. Jika tidak segera ditangani, hipertensi bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti gagal jantung, penyakit ginjal, hingga stroke.

Tekanan darah dinyatakan dalam dua nilai angka yang dipisahkan dengan garis miring atau yang biasanya disebut “per”. Angka di awal, yaitu di sebelah kiri garis miring menandakan tekanan sistolik. Ini adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi untuk memompa darah keluar dari jantung.

Hipertensi - Alodokter

Angka di akhir yang berada setelah garis miring menandakan tekanan diastolik, yaitu tekanan darah saat jantung berelaksasi dan menyedot atau menerima darah masuk kembali ke dalam jantung.

Pada kondisi normal, tekanan darah orang dewasa adalah 120/80 mmHg. Artinya, tekanan sistoliknya adalah 120 mmHg dan diastoliknya 80 mmHG.

Tekanan darah tinggi yang terjadi terus-menerus dapat membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini lama-kelamaan bisa membuat jantung membesar, merusak pembuluh darah, dan membuat ginjal tidak bisa bekerja dengan baik.

Oleh karena itu, hipertensi perlu segera ditangani. Setelah tekanan darah kembali normal pun, perlu terus dilakukan pemantauan dan bahkan penggunaan obat rutin agar tekanan darah selalu terkontrol.

Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi bisa bermacam-macam, bisa juga tidak diketahui. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi bisa dibedakan menjadi hipertensi primer dan sekunder.

Hipertensi primer adalah jenis darah tinggi yang penyebabnya tidak diketahui dengan pasti, dan biasanya berkembang perlahan dalam waktu bertahun-tahun. Hipertensi primer merupakan jenis darah tinggi yang paling sering ditemukan.

Sementara itu, hipertensi sekunder adalah jenis tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh berbagai kondisi atau penyakit lain, dan bisa terjadi secara mendadak, termasuk pada anak-anak.

Kondisi atau penyakit yang bisa menyebabkan hipertensi sekunder antara lain:

  • Penyakit ginjal
  • Hipertiroidisme
  • Penyakit jantung bawaan
  • Kelainan bawaan pada pembuluh darah
  • Penyalahgunaan NAPZA
  • Penggunaan obat-obat tertentu, seperti dekongestan, pil KB, atau kortikosteroid
  • Sleep apnea
  • Kecanduan alkohol

Hipertensi juga bisa dipicu oleh emosi. Contoh yang paling sering ditemukan adalah white coat hypertension, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh rasa takut atau cemas saat menjalani tes kesehatan. Hipertensi ini hanya terjadi saat pemeriksaan di klinik atau rumah sakit oleh dokter, perawat, atau tenaga kesehatan, dan akan kembali normal ketika pasien di rumah.

Faktor Risiko Hipertensi

Beberapa faktor di bawah ini dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami tekanan darah tinggi:

  • Berusia di atas 65 tahun
  • Jarang berolahraga atau jarang melakukan aktivitas fisik
  • Sedang hamil
  • Memiliki keluarga yang juga menderita tekanan darah tinggi
  • Menderita obesitas, sleep apnea, diabetes, atau penyakit ginjal
  • Sering mengonsumsi makanan tinggi garam dalam jumlah banyak
  • Merokok
  • Sering minum alkohol

Gejala Hipertensi

Tekanan darah tinggi dikenal dengan istilah the silent killer atau penyakit yang membunuh secara diam-diam. Hal ini karena sering kali hipertensi tidak menimbulkan gejala atau tidak disadari sampai tekanan darah sudah sangat tinggi atau hipertensi sudah menimbulkan komplikasi.

Kondisi ini mana tekanan darah sudah sangat tinggi disebut krisis hipertensi, yaitu ketika tekanan darah sudah mencapai 180/120 mmHg atau lebih.

Gejala yang dapat muncul ketika tekanan darah terlalu tinggi adalah:

  • Mual dan muntah
  • Sakit kepala
  • Mimisan
  • Nyeri dada
  • Gangguan penglihatan
  • Telinga berdenging
  • Gangguan irama jantung
  • Kencing berdarah

Kapan Harus ke Dokter

Seperti yang telah dijelaskan di atas, hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala dan tidak disadari sampai tekanan darah sudah terlalu tinggi atau sudah terjadi komplikasi.

Untuk menghindari hal tersebut, pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan secara rutin setidaknya setiap 1 tahun sekali sejak usia 18 tahun, terutama pada orang yang memiliki risiko untuk terkena hipertensi.

Jika pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah sistolik mencapai 130 mmHg ke atas, sebaiknya konsultasikan dengan dokter meski Anda tidak merasakan gejala apa pun.

Apabila tekanan darah sistolik sudah mencapai 180 mmHg ke atas atau tekanan diastolik sudah mencapai 120 mmHg ke atas, segera ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.

Penanganan oleh tenaga medis di IGD perlu segera dilakukan jika muncul gejala-gejala krisis hipertensi berupa:

  • Sesak napas
  • Nyeri dada
  • Sulit berbicara
  • Sakit kepala parah
  • Mimisan
  • Mati rasa
  • Lemas
  • Gangguan penglihatan

Diagnosis Hipertensi

Pertama-tama, dokter akan menanyakan gejala dan riwayat kesehatan pasien serta keluarganya. Dokter juga akan bertanya mengenai hal-hal terkait gaya hidup pasien, seperti kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol.

Setelah itu, dokter akan memeriksa tanda-tanda vital, seperti denyut nadi, laju napas, dan tekanan darah. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat tensimeter atau sphygmomanometer.

Hasil pengukuran tekanan darah tersebut kemudian akan diklasifikasikan sebagai berikut:

  • Normal, bila tekanan darah di bawah 120/80 mmHg
  • Meningkat, untuk tekanan darah sistolik 120–129 mmHg tapi tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg
  • Hipertensi tingkat 1, untuk tekanan darah sistolik 130ꟷ139 mmHg dan/atau diastolik 80–89 mmHg
  • Hipertensi tingkat 2, untuk tekanan darah sistolik >140 mmHg dan/atau tekanan diastolik >90 mmHg

Jika pasien sudah dipastikan menderita hipertensi, dokter akan mencari tahu penyebab tekanan darah tinggi dan mendeteksi kerusakan organ yang mungkin terjadi akibat kondisi ini. Beberapa pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk memeriksa tekanan darah tinggi adalah:

  • Tes fungsi ginjal
  • Tes kadar kolesterol dan gula darah untuk memeriksa adanya faktor risiko hipertensi
  • Tes urine, untuk menilai fungsi ginjal serta kadar hormon kortisol
  • Elektrokardiogram, untuk mengetahui kondisi denyut jantung dari aktivitas listrik jantung
  • Ekokardiogram, untuk melihat kondisi katup jantung dan fungsi pompa jantung
  • USG ginjal, untuk melihat kondisi ginjal
  • CT scan ginjal, untuk mengetahui kondisi ginjal dan kelenjar adrenal secara lebih rinci

Pengobatan Hipertensi

Pengobatan hipertensi akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan, penyebab hipertensi, dan kondisi kesehatan pasien. Pengobatan untuk darah tinggi ini terdiri dari perbaikan gaya hidup dan pemberian obat-obatan. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Perbaikan gaya hidup

Perbaikan gaya hidup mencakup hal-hal yang perlu dilakukan pasien hipertensi dalam kehidupannya sehari-hari untuk menurunkan darah tinggi dan menjaga tekanan darahnya tetap normal.

Beberapa hal yang akan dianjurkan oleh dokter untuk penderita darah tinggi adalah:

  • Menurunkan berat badan bila mengalami kelebihan berat badan (overweight) atau obesitas, dan menjaga berat badan dalam batas ideal
  • Mengonsumsi makanan sehat, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
  • Membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak dalam makanan sehari-hari
  • Mengurangi konsumsi garam, atau membatasi asupan garam paling banyak 1 sendok teh per hari
  • Memperbanyak aktivitas fisik dan rutin berolahraga
  • Berhenti merokok dan menghindari asap rokok
  • Mengurangi konsumsi minuman berkafein
  • Melakukan terapi relaksasi untuk meredakan stres, seperti yoga atau meditasi

Pemberian obat-obatan

Selain melakukan perubahan gaya hidup, penderita hipertensi juga memerlukan obat untuk mengontrol tekanan darahnya. Obat antihipertensi ini umumnya perlu dikonsumsi seumur hidup dengan dosis yang secara berkala akan diturunkan atau dinaikkan sesuai kondisi pasien. Namun, perubahan dosis obat darah tinggi harus berdasarkan pertimbangan dokter.

Beberapa jenis obat hipertensi yang sering diresepkan dokter adalah:

  • ACE inhibitor, seperti captopril dan ramipril
  • Angiotensin-2 receptor blocker (ARB), seperti irbesartan, losartan, eprosartan, dan valsartan
  • Antagonis kalsium, seperti amlodipine dan nifedipine
  • Diuretik, seperti hydrochlorothiazide atau indapamide
  • Penghambat beta, seperti atenolol dan bisoprolol
  • Diuretik hemat kalium, seperti spironolactone
  • Penghambat renin, seperti aliskiren
  • Vasodilator, seperti minoxidil
  • Penghambat alfa, seperti reserpine

Perlu diingat bahwa konsumsi obat-obatan di atas harus di bawah pengawasan dokter. Jangan menambah atau mengurangi dosis tanpa persetujuan dokter.

Supaya hipertensi terkontrol dengan baik dan tidak menyebabkan komplikasi, lakukan kontrol secara rutin ke dokter agar efektivitas pengobatan bisa dipantau. Jika muncul efek samping, segera periksakan diri ke dokter.

Pengobatan hipertensi perlu dijalani seumur hidup, begitu pula kontrol dan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Hal ini demi menjaga agar hipertensi tidak berkembang menjadi komplikasi.

Namun, perlu diketahui bahwa biaya pemeriksaan dan obat-obatan rutin tidaklah murah. Beberapa orang bahkan terpaksa berhenti terapi dan kontrol ke dokter akibat biaya ini. Padahal, menghentikan pengobatan hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi yang justru akan membutuhkan biaya lebih banyak lagi.

Untuk menghindari penyakit yang lebih sulit ditangani, sebaiknya gunakan asuransi atau asuransi kesehatan karyawan yang menjamin biaya rawat jalan untuk kontrol secara rutin. Dengan begitu, hipertensi dapat terus dikendalikan serta dipantau dan komplikasi pun bisa dicegah.

Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi yang tidak tertangani dalam jangka panjang bisa menyebabkan berbagai komplikasi serius, seperti:

Pencegahan Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi bisa dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Caranya antara lain adalah sebagai berikut:

  • Berolahraga secara rutin minimal 30 menit setiap hari
  • Menjaga berat badan agar tetap ideal
  • Beristirahat dan tidur yang cukup
  • Mengelola stres dengan baik
  • Mengonsumsi makanan rendah lemak dan kaya serat, seperti buah dan sayuran
  • Membatasi jumlah garam dalam makanan, tidak lebih dari 1 sendok teh per hari
  • Menghindari atau membatasi konsumsi minuman beralkohol
  • Membatasi konsumsi minuman berkafein
  • Berhenti merokok
  • Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan skrining hipertensi secara berkala
  • Memeriksa tekanan darah secara rutin, baik dilakukan sendiri maupun oleh dokter, terlebih bila memiliki risiko untuk terkena hipertensi