Polihidramnion adalah kondisi ketika jumlah air ketuban selama masa kehamilan berlebihan. Meski umumnya tidak menyebabkan masalah yang serius, kondisi tersebut membutuhkan pemantauan secara rutin dari dokter.
Air ketuban merupakan cairan yang mengelilingi janin. Fungsinya antara lain untuk melindungi janin dari tekanan di luar rahim, memberikan ruang untuk pertumbuhan tulang, dan mempertahankan suhu yang hangat untuk janin.
Polihidramnion termasuk kondisi yang jarang dialami oleh ibu hamil. Biasanya, kondisi ini terjadi pada saat trimester ketiga. Namun, polihidramnion juga dapat terjadi sejak trimester kedua masa kehamilan.
Penyebab Polihidramnion
Pada kondisi normal, volume air ketuban akan meningkat secara perlahan sejak awal kehamilan hingga mencapai jumlah maksimal (sekitar 800 ml–1 liter) pada minggu ke-34 hingga ke-36. Setelah itu, air ketuban akan berkurang secara perlahan ketika mendekati waktu persalinan.
Volume air ketuban tetap stabil karena janin menelan dan mengeluarkannya kembali sebagai urine. Sementara, pada polihidramnion, keseimbangan air ketuban di dalam rahim terganggu. Gangguan keseimbangan air ketuban ini bisa terjadi akibat sejumlah faktor, yaitu:
- Cacat lahir pada janin yang memengaruhi kemampuannya menelan air ketuban, misalnya kelainan pada saluran pencernaan atau sistem saraf pusat janin, dan gangguan kendali otot janin
- Anemia pada janin
- Diabetes pada ibu, baik diabetes gestasional maupun diabetes yang sudah ada sebelum hamil
- Infeksi pada janin selama masa kehamilan, seperti toksoplasma atau rubella
- Penumpukan cairan pada salah satu bagian tubuh janin (hydrops fetalis)
- Masalah pada plasenta
- Gangguan pada detak jantung bayi
- Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) yang menyebabkan salah satu janin menerima terlalu banyak darah dari plasenta sehingga cairan yang dikeluarkan janin tersebut melalui urine bertambah dan meningkatkan volume air ketuban
- Kondisi kromosom atau genetik yang abnormal, seperti sindrom Down, sindrom Edward, achondroplasia, dan sindrom Beckwith Wiedemann
- Ketidaksesuaian darah antara ibu dan janin
Gejala Polihidramnion
Polihidramnion yang ringan dan berkembang secara bertahap bisa saja tidak menimbulkan gejala yang signifikan. Namun, pada beberapa kasus, volume air ketuban dapat meningkat dengan sangat cepat hingga lebih dari 2 liter.
Sedangkan polihidramnion yang berat dapat menyebabkan rahim meregang secara berlebihan sehingga mendesak organ di sekitarnya. Keluhan yang biasanya muncul antara lain:
- Berat badan ibu naik lebih banyak dari perkiraan
- Sulit bernapas atau napas menjadi tersengal-sengal
- Nyeri ulu hati
- Mendengkur
- Gangguan pencernaan, seperti sembelit
- Tegang atau kontraksi pada rahim
- Buang air kecil berkurang
- Bengkak di tungkai bawah dan kemaluan yang dapat disertai dengan varises
- Sulit merasakan gerakan janin
- Stretch mark di kulit
Kapan harus ke dokter
Konsultasikan dengan dokter kandungan jika Anda mengalami keluhan seperti yang telah disebutkan di atas. Kebanyakan gejala di atas memang umum dirasakan oleh ibu hamil, terutama di trimester ketiga atau mendekati waktu persalinan. Namun, pada ibu dengan polihidramnion, gejala bisa terasa sangat mengganggu atau terjadi lebih awal.
Jika Anda telah dinyatakan menderita polihidramnion dan mengalami gejala baru atau perburukan gejala yang sebelumnya, segera lakukan pemeriksaan ke dokter. Dengan penanganan dini, komplikasi yang dapat timbul akibat polihidramnion dapat dicegah.
Segera cari pertolongan medis jika:
- Pecah ketuban terjadi lebih awal
- Perdarahan dari vagina selama lebih dari 24 jam
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur
Diagnosis Polihidramnion
Untuk mendiagnosis polihidramnion, dokter akan melakukan tanya jawab terkait gejala yang dialami dan obat-obatan yang sedang digunakan oleh ibu. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik.
Polihidramnion umumnya dapat terdeteksi melalui pemeriksaan kehamilan rutin, seperti pengukuran tinggi rahim. Dokter akan mencurigai polihidramnion jika ukuran rahim lebih besar dari ukuran normal sesuai usia kandungan. Polihidramnion juga bisa dicurigai jika dokter kesulitan mendeteksi posisi atau detak jantung janin.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk memastikan polihidramnion adalah pemeriksaan USG. Melalui USG kehamilan, dokter dapat mengetahui perkiraan jumlah air ketuban. Selain itu, tingkat keparahan polihidramnion juga dapat diketahui melalui nilai amniotic fluid index (AFI) pada USG. Berikut adalah penjelasannya:
- Polihidramnion ringan, jika nilai AFI 24 cm–29,9 cm
- Polihidramnion sedang, jika nilai AFI 30cm–34,9cm
- Polihidramnion berat, jika nilai AFI lebih dari 35cm
USG juga dapat dilakukan untuk melihat ukuran tubuh janin, kondisi ginjal dan saluran kemih janin, serta aliran darah pada ginjal janin dan plasenta. Pemeriksaan ini dapat membantu dokter mengetahui penyebab polihidramnion.
Apabila diagnosis polihidramnion telah ditegakkan, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab polihidramnion dan mengawasi kondisi janin. Berikut adalah beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan:
- Amniocentesis atau prosedur pengambilan cairan ketuban yang mengandung sel janin, untuk mendeteksi kelainan kromosom yang dapat menyebabkan kelainan pada organ janin dan memicu polihidramnion
- Tes darah, untuk memeriksa kemungkinan adanya infeksi atau diabetes yang diketahui dapat menyebabkan polihidramnion
- Nonstress test, untuk memeriksa perubahan detak jantung janin saat janin bergerak
- Tes profil biofisik, untuk memeriksa pernapasan, kondisi otot, dan gerakan janin dengan menggunakan USG
Pengobatan Polihidramnion
Polihidramnion ringan umumnya akan sembuh dengan sendirinya tanpa penanganan khusus. Pasien biasanya akan disarankan untuk beristirahat sebanyak mungkin dan menjalani kontrol kehamilan lebih rutin.
Jika polihidramnion terjadi akibat gangguan kesehatan pada janin atau ibu, gangguan tersebut perlu diatasi terlebih dahulu agar polihidramnion dapat ikut membaik. Hal ini dapat dilakukan dengan rawat jalan.
Penanganan yang dapat diberikan pada pasien antara lain perubahan pola makan dan pemberian obat jika pasien diketahui menderita diabetes, serta pemberian antibiotik pada pasien yang menderita toksoplasmosis.
Sementara itu, polihidramnion berat yang menyebabkan sesak napas, sakit perut, atau persalinan prematur, perlu ditangani di rumah sakit. Langkah penanganannya meliputi:
Pemberian indomethacin
Indomethacin dapat digunakan untuk mengurangi produksi urine janin dan volume air ketuban. Namun, obat ini tidak dapat diberikan setelah minggu ke-31 kehamilan karena berisiko menimbulkan gangguan jantung.
Kondisi jantung janin juga perlu dipantau saat diberikan obat ini. Selain itu, efek samping pada ibu hamil setelah mengonsumsi indomethacin, seperti mual, muntah, dan sakit maag juga perlu diawasi.
Amniocentesis
Bila diperlukan, dokter dapat mengeluarkan air ketuban yang berlebihan melalui amniocentesis. Meski demikian, tindakan ini berisiko menyebabkan komplikasi, seperti solusio plasenta, pecah ketuban dini, atau persalinan prematur.
Ablasi dengan laser
Ablasi dengan laser dapat dilakukan untuk menangani polihidramnion yang disebabkan oleh kehamilan anak kembar yang mengalami sindrom transfusi (TTTS). Prosedur ini digunakan untuk menutup sebagian pembuluh darah plasenta yang mengalirkan darah secara berlebihan ke salah satu janin.
Setelah pasien diobati, dokter tetap akan melakukan pengawasan terhadap jumlah air ketuban setiap 1–3 minggu. Meski polihidramnion dapat menyebabkan keluhan yang mencemaskan, umumnya pasien tetap dapat melahirkan anak yang sehat.
Pada polihidramnion ringan atau sedang, persalinan masih dapat dilakukan secara normal dan ketika pertumbuhan janin sudah sempurna. Namun, pada polihidramnion berat, persalinan mungkin perlu dipercepat untuk menghindari risiko komplikasi pada ibu dan janin, seperti gawat janin.
Persalinan yang lebih dini dapat dilakukan dengan metode induksi atau operasi caesar. Prosedur ini juga dianjurkan jika penderita polihidramnion sudah mengalami kontraksi sebelum minggu ke-37 kehamilan atau pecah ketuban lebih awal.
Komplikasi Polihidramnion
Komplikasi kehamilan dan persalinan yang dapat timbul akibat polihidromnion, berupa:
- Kelahiran prematur
- Bayi tumbuh terlalu besar
- Ketuban pecah lebih awal
- Solusio plasenta
- Tali pusar yang keluar mendahului bayi saat persalinan
- Kematian janin dalam kandungan (stillbirth)
- Perdarahan post partum
Pencegahan Polihidramnion
Polihidramnion sulit untuk dicegah. Namun, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya kondisi ini, yaitu:
- Tidak merokok
- Mengonsumsi makanan bergizi, yang meliputi buah, sayur, produk susu rendah lemak, daging tanpa lemak, dan kacang-kacangan
- Mengonsumsi vitamin prenatal, seperti asam folat, sesuai anjuran dokter
- Mengendalikan kondisi atau penyakit yang diderita, misalnya diabetes