Vaksinasi difteri adalah pemberian vaksin yang dapat melindungi tubuh dari infeksi penyebab penyakit difteri. Pemberian vaksin difteri dianjurkan untuk semua kelompok usia, terutama anak-anak dan orang dewasa yang belum mendapatkan vaksin ini.

Difteri terjadi karena infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang hidung dan tenggorokan. Difteri tergolong penyakit menular yang berbahaya dan berisiko mengancam jiwa. Jika tidak dicegah, kondisi ini dapat menyebabkan infeksi pada paru-paru dan jantung, kerusakan saraf, hingga kelumpuhan.

Vaksinasi Difteri, Ini yang Harus Anda Ketahui - Alodokter

Difteri bisa dicegah melalui vaksinasi difteri. Vaksinasi ini termasuk dalam daftar program nasional imunisasi dasar lengkap di Indonesia yang sangat dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Vaksin difteri tersedia dalam bentuk kombinasi dengan vaksin penyakit lain, yaitu tetanus dan batuk rejan (pertusis), atau dengan tetanus saja.

Ada lima jenis vaksinasi difteri yang tersedia di Indonesia, yaitu:

  • Vaksinasi DTP
    Vaksin DTP diberikan kepada anak usia di bawah 7 tahun untuk mencegah difteri, tetanus, dan batuk rejan (pertusis). Vaksin DTP termasuk imunisasi dasar untuk anak.
  • Vaksinasi DTaP
    Vaksin DTaP memiliki manfaat yang sama dengan vaksin DTP, yaitu untuk mencegah difteri, tetanus, dan pertusis. Namun, vaksin DTaP sudah dimodifikasi sehingga efek sampingnya lebih ringan. Vaksin DTaP juga tergolong imunisasi dasar untuk anak.
  • Vaksinasi DT
    Vaksin DT diberikan kepada anak usia di bawah 7 tahun untuk mencegah difteri dan tetanus. Vaksin DT diberikan sebagai vaksinasi difteri booster.
  • Vaksinasi Tdap
    Vaksin Tdap ditujukan untuk kelompok usia 11–64 tahun. Vaksin ini memiliki kadar vaksin difteri dan batuk rejan yang lebih rendah. Vaksin Tdap hanya digunakan sebagai booster.
  • Vaksinasi Td
    Vaksin Td mengandung vaksin difteri dengan kadar yang lebih rendah sehingga hanya diberikan kepada remaja dan dewasa sebagai booster. Vaksin booster ini dapat diberikan setiap 10 tahun.

Tujuan dan Indikasi Vaksinasi Difteri

Tujuan vaksinasi difteri adalah:

  • Mencegah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheria
  • Mencegah terjadinya gejala yang parah atau kematian akibat penyakit difteri
  • Mencegah penyebaran difteri dan terjadinya wabah

Karena manfaatnya yang besar, vaksinasi difteri sangat penting untuk diberikan kepada semua orang, mulai dari bayi hingga dewasa. Pemberian vaksin difteri juga disarankan untuk orang yang tinggal di daerah wabah difteri dan belum mendapatkan booster difteri selama 10 tahun terakhir.

Waktu Pemberian Vaksinasi Difteri

Vaksinasi difteri wajib diberikan sebanyak 3 kali pada bayi. Waktu pemberian yang disarankan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) adalah:

  • Vaksinasi difteri I: DTP atau DTaP, diberikan mulai usia 2 bulan.
  • Vaksinasi difteri II: DTP atau DTaP, diberikan pada usia 3 atau 4 bulan.
  • Vaksinasi difteri III: DTP atau DTaP, diberikan pada usia 4 atau 6 bulan.

Vaksinasi difteri booster juga dilakukan 3 kali. Waktu pemberian vaksin booster yang disarankan adalah:

  • Booster I: usia 18 bulan, diberikan DTP atau DTaP.
  • Booster II: usia 5–7 tahun, diberikan Td atau DT.
  • Booster III: usia 10–18 tahun, diberikan Tdap atau Td. Vaksin Td dapat diulang setiap 10 tahun sekali.

Selain mengikuti jadwal di atas, vaksinasi difteri booster juga dapat diberikan pada program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Vaksin booster difteri akan diberikan pada anak kelas 1, 2, dan 5.

Jika terlambat dari jadwal vaksinasi di atas, anak perlu segera mendapatkan vaksinasi kejaran sesuai anjuran dokter.

Vaksinasi Difteri Kejaran

Vaksinasi kejaran ditujukan bagi anak maupun orang dewasa yang pernah menerima vaksin difteri tetapi terlambat untuk mendapatkan vaksin berikutnya. Vaksinasi ini juga dapat dilakukan bagi anak atau orang dewasa yang sama sekali belum divaksin.

Berikut ini adalah jadwal yang direkomendasikan untuk vaksinasi difteri kejaran untuk orang yang sama sekali belum mendapatkannya:

  • Usia <1 tahun: vaksin diberikan secepat mungkin, sebanyak 3 dosis, dengan jarak 4 minggu antardosis.
  • Usia >1 tahun: vaksin diberikan secepat mungkin, sebanyak 3 dosis. Jarak antardosis 1 dan 2 adalah 1 bulan, sedangkan antar dosis 2 dan 3 adalah 5 bulan.

Vaksinasi DTP yang terlambat dilanjutkan sesuai jadwal tidak perlu diulang dari awal. Vaksinasi cukup dilanjutkan sesegera mungkin dengan jarak antardosis sesuai yang dijelaskan di atas.

Setelah imunisasi dasar telah lengkap, 2 dosis booster diberikan dengan jarak 1 tahun antardosis.

Peringatan dan Larangan Vaksinasi Difteri

Ada beberapa hal yang perlu diketahui sebelum Anda atau anak Anda menjalani vaksinasi difteri, yaitu:

  • Beri tahu dokter tentang riwayat alergi yang dimiliki.
  • Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat, produk herbal, atau vitamin, termasuk obat yang melemahkan sistem imun, misalnya obat kanker dan kortikosteroid.
  • Informasikan kepada dokter jika sedang menjalani terapi radiasi.
  • Beri tahu dokter jika muncul efek samping setelah vaksinasi difteri sebelumnya.
  • Beri tahu dokter jika pernah menderita penyakit sindrom Guillain-Barré, kejang atau gangguan saraf lain, gangguan perdarahan, atau penurunan sistem kekebalan tubuh (imunodefisiensi). Pemberian vaksin perlu ditunda jika Anda sakit berat.
  • Lakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk memastikan vaksin bekerja dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping berbahaya. Pemeriksaan ke dokter juga perlu dilakukan untuk mempersiapkan jadwal pemberian vaksin berikutnya.
  • Konsultasikan dengan dokter kandungan terkait rencana vaksin jika sedang hamil atau menyusui. Vaksin booster difteri sebaiknya diberikan kepada ibu hamil pada trimester akhir atau segera setelah melahirkan.
  • Vaksin Tdap boleh diberikan kepada ibu hamil atau menyusui untuk melindungi bayi dari pertusis, tetapi tetap dengan memperhatikan jadwal vaksin difteri, tetanus, dan pertusis sebelumnya.

Sebelum Vaksinasi Difteri

Sebelum vaksinasi difteri, dokter akan melakukan pemeriksaan tanda vital, seperti suhu tubuh, tekanan darah, dan denyut nadi. Jika diperlukan, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan alergi. Hal ini untuk mencegah terjadinya reaksi alergi setelah vaksinasi, terutama pada anak-anak.

Perlu diketahui bahwa kondisi demam atau sakit ringan bukanlah alasan untuk menunda vaksin. Jika anak masih aktif, ia tetap bisa segera mendapatkan vaksin. Makin cepat vaksin diberikan, makin cepat pula perlindungan dalam tubuh anak terbentuk.

Prosedur Vaksinasi Difteri

Prosedur vaksinasi difteri akan dilakukan melalui suntikan ke dalam otot. Jika ada vaksin lain yang akan diberikan, dokter dapat melakukan penyuntikan di area tubuh yang berbeda.

Dokter umumnya akan menyuntikkan vaksin difteri di bagian paha pada anak-anak. Sementara itu, pada remaja dan orang dewasa, vaksin akan disuntikkan di lengan atas.

Penting untuk diingat bahwa vaksinasi difteri harus dilakukan sesuai dosis yang ditentukan. Jika terlewat satu dosis saja, segera ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat untuk menerima dosis yang tertunda.

Setelah Vaksinasi Difteri

Setelah vaksinasi difteri, pasien bisa langsung kembali ke rumah. Dokter akan memberi tahu jadwal pemberian vaksin berikutnya.

Perlu diketahui bahwa anak-anak mungkin akan menangis setelah menerima vaksinasi difteri. Namun, hal ini biasanya hanya sebentar dan mereka akan merasa lebih baik setelah digendong atau dipeluk.

Jika area kulit yang disuntik vaksin terasa sakit dan kemerahan selama 2–3 hari, tidak perlu khawatir. Kondisi ini akan membaik dengan sendirinya. Selain itu, beberapa anak juga mungkin akan mengalami demam. Jika demam membuat anak rewel dan merasa tidak nyaman, berikan ia obat penurun panas.

Efek Samping dan Komplikasi Vaksinasi Difteri

Efek samping yang timbul setelah vaksinasi difteri, baik pada anak, remaja, maupun dewasa, biasanya tergolong ringan dan akan mereda dalam hitungan jam atau hari. Efek samping tersebut meliputi:

  • Nyeri, bengkak, atau kemerahan pada bagian tubuh yang disuntik
  • Demam ringan
  • Sakit kepala
  • Nyeri otot
  • Lemas
  • Mual dan muntah
  • Diare
  • Nafsu makan menurun
  • Lebih rewel dari biasanya, pada anak-anak

Bila terjadi demam tinggi, bayi menangis selama lebih dari 3 jam, atau kejang, segera periksakan ke dokter.