Vulvitis adalah peradangan di vulva yang ditandai dengan rasa gatal dan perih di area kemaluan wanita. Vulva merupakan lipatan kulit di bagian paling luar organ intim wanita, tetapi sering kali disalahartikan sebagai vagina.

Vulvitis umumnya bukan suatu kondisi yang serius dan dapat dialami oleh wanita dari semua rentang usia. Meski demikian, vulvitis bisa menjadi gejala dari penyakit atau kondisi medis lain, seperti infeksi dan iritasi.

Vulvitis - alodokter_compress

Vulva berbeda dengan vagina. Vulva merupakan bagian paling luar dari sistem reproduksi wanita. Organ ini terdiri dari vagina, labia mayor, labia minor, dan klitoris. Sedangkan vagina merupakan saluran yang lebih dalam dan terletak setelah vulva.

Penyebab Vulvitis

Vulvitis bisa disebabkan oleh berbagai kondisi yang mengiritasi vulva, antara lain:

1. Infeksi

Setiap bagian di kelamin bisa terkena infeksi, termasuk vulva. Infeksi di vulva bisa disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Beberapa contoh penyakit infeksi yang dapat terjadi di vulva adalah herpes genital, kutil kelamin, candidiasis vulvovaginal, kudis, dan infeksi kutu kemaluan.

2. Iritasi

Beberapa produk yang digunakan di area kelamin, seperti tisu toilet, sabun mandi yang mengandung parfum, pembalut, spermisida, atau semprotan organ intim, juga dapat menyebabkan iritasi dan peradangan di vulva.

Iritasi juga dapat terjadi akibat mengenakan pakaian dalam yang tidak berbahan katun, atau setelah melakukan aktivitas tertentu, seperti berenang di kolam renang umum yang mengandung klorin, bersepeda, atau menunggang kuda.

3. Penyakit kulit

Penyakit kulit, seperti psoriasis, lichen sclerosus, dan lichen planus, juga bisa menyerang vulva dan menyebabkan vulvitis.

4. Estrogen rendah

Vulvitis dapat terjadi akibat rendahnya kadar hormon estrogen dalam tubuh. Kondisi ini umumnya dialami oleh anak perempuan yang belum mengalami pubertas, serta wanita yang telah menopause.

5. Vulvodinia

Wanita yang menderita vulvodinia bisa mengalami keluhan berupa sensasi seperti terbakar, tertusuk, atau panas di vagina dan vulva. Keluhan ini bisa muncul secara tiba-tiba atau berlangsung terus-menerus dalam hitungan bulan atau tahun.

Vulvodinia sering kali terjadi tanpa adanya penyebab yang pasti.

6. Kanker vulva

Kanker vulva dapat diawali dengan keluhan berupa benjolan, luka, dan radang di vulva. Kanker vulva jarang terjadi. Umumnya, kondisi ini menyerang wanita usia di atas 60 tahun.

7. Penggunaan obat-obatan

Obat-obatan tertentu, seperti suplemen hormon dan obat-obatan antiansietas, dapat menyebabkan kekeringan di vagina yang bisa memicu vulvitis. Penggunaan obat antibiotik dalam jangka panjang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi di vagina atau vulva.

8. Vulva tidak bersih

Kebiasaan tidak menjaga kebersihan kulit di vulva dan area sekitarnya, seperti tidak mengganti pembalut atau pakaian dalam secara rutin, dan membiarkan vulva dalam kondisi lembap terlalu lama tanpa diseka atau dikeringkan, juga dapat menyebabkan terjadinya vulvitis.

Faktor risiko vulvitis

Vulvitis dapat dialami oleh wanita dari segala usia. Namun, risiko terjadinya vulvitis lebih tinggi pada wanita yang memiliki kondisi berikut:

  • Kulit sensitif
  • Diabetes
  • Gangguan imunodefisiensi atau daya tahan tubuh yang melemah
  • Inkontinensia urine
  • Gangguan mental
  • Remaja yang belum mengalami pubertas
  • Perimenopause atau periode saat akan memasuki masa menopause
  • Penyakit yang bisa menyebabkan timbulnya gatal kulit (pruritus), seperti penyakit liver atau limfoma

Gejala Vulvitis

Gejala vulvitis sangat bervariasi, tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Berikut ini adalah beberapa gejala yang umum dialami penderita vulvitis:

  • Rasa sangat gatal di alat kelamin
  • Keputihan
  • Sensasi seperti terbakar dan kulit pecah-pecah di sekitar vulva
  • Kulit vulva bersisik dan menebal
  • Bengkak dan merah di labia dan vulva
  • Benjolan berisi cairan (blister) di vulva

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter apabila Anda mengalami gejala seperti yang telah disebutkan di atas. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk mencari tahu apakah gejala-gejala tersebut disebabkan oleh vulvitis atau gangguan kesehatan lain.

Diagnosis Vulvitis

Pada tahap awal, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai gejala yang dialami pasien, riwayat kesehatan, dan kebiasaan pasien dalam menjaga kebersihan area kelamin.

Selanjutnya, dokter akan memeriksa area panggul dan kelamin pasien, untuk mencari tanda-tanda vulvitis, seperti ruam kemerahan, bengkak, benjolan, atau luka di vulva.

Jika diperlukan, dokter juga akan melakukan tes darah, tes urine, dan pap smear guna mendeteksi penyebab yang lebih serius, seperti peradangan, infeksi, atau kanker.  Selain itu, dokter juga akan menjalankan tes alergi untuk mendiagnosis dermatitis kontak.

Pada beberapa kasus, dokter dapat melakukan biopsi, yaitu pengambilan sampel jaringan vulva untuk diperiksa di bawah mikroskop.

Pengobatan Vulvitis

Pengobatan vulvitis tergantung pada penyebabnya. Metode pengobatannya juga akan ditentukan berdasarkan usia, kondisi kesehatan, dan riwayat penyakit pasien.

Vulvitis bisa ditangani secara mandiri di rumah atau dengan perawatan dokter di rumah sakit. Berikut ini adalah penjelasannya:

Pengobatan di rumah

Untuk mengobati vulvitis akibat iritasi atau peradangan, dokter akan menganjurkan pasien melakukan beberapa pengobatan mandiri di rumah. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:

  • Menghentikan penggunaan produk yang dapat menyebabkan iritasi, misalnya produk yang mengandung pewangi
  • Membersihkan area kewanitaan dengan air hangat, kemudian menyekanya dengan kain atau tisu bersih yang lembut agar tidak lembab
  • Mengenakan pakaian dalam yang longgar dan berbahan katun
  • Tidak menggaruk bagian yang gatal karena dapat memperparah iritasi dan bisa memicu terjadinya infeksi

Pengobatan di rumah sakit

Jika vulvitis disebabkan oleh infeksi, dokter akan memberikan obat antibiotik atau antijamur. Sementara pada vulvitis yang tidak disebabkan oleh infeksi, dokter akan meresepkan salep kortikosteroid untuk meredakan peradangan dan mengurangi rasa gatal. Salep ini bisa digunakan beberapa kali dalam sehari.

Selain salep kortikosteroid, krim emolien dan tablet antihistamin juga dapat digunakan untuk meredakan gatal.

Bila vulvitis disebabkan oleh kadar hormon estrogen yang rendah, dokter dapat menyarankan pemakaian krim atau tablet vaginal yang mengandung hormon estrogen. Bagi penderita vulvodinia, krim anestesi lokal dan tindakan operasi juga bisa menjadi pilihan metode pengobatan yang disarankan oleh dokter.

Komplikasi Vulvitis

Vulvitis yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan komplikasi, seperti:

  • Gangguan tidur akibat rasa gatal di organ intim wanita pada malam hari
  • Gangguan psikoseksual akibat rasa cemas dan gangguan psikologis lainnya
  • Nyeri ketika berhubungan seksual

Pencegahan Vulvitis

Vulvitis dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini. Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah vulvitis adalah:

  • Menjaga vagina dan vulva tetap kering, bersih, dan sejuk, terutama ketika sedang menstruasi dan setelah buang air besar
  • Membersihkan dan mengeringkan area di sekitar vagina dan perianal (sekitar anus) dengan cara menepuk-nepuknya secara lembut menggunakan handuk bersih dan tidak menggosoknya
  • Mengenakan pakaian dalam berbahan katun dan tidak mengenakan celana yang berbahan kasar dan ketat
  • Tidak mencuci organ intim dengan sabun atau larutan yang mengandung parfum
  • Menggunakan sabun yang lembut untuk membersihkan vagina dan vulva
  • Menggunakan sabun pencuci pakaian atau pelembut pakaian yang bebas dari parfum dan pewarna
  • Tidak memakai kondom yang dilumasi spermisida